Manfaat Mengajarkan Anak Bahasa Lain bagi Tumbuh Kembang Mereka
Mengajarkan anak berbicara bahasa asing atau bahasa daerah lain bisa berdampak luar biasa bagi tumbuh kembang mereka.
Mengajarkan lebih dari satu bahasa kepada anak bukan hanya tentang memberi mereka kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa yang berbeda, tetapi juga tentang mendukung perkembangan kognitif dan sosial mereka.
Menurut Prof. Dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, penguasaan lebih dari satu bahasa memberikan sejumlah manfaat signifikan bagi anak-anak, mulai dari peningkatan kepekaan dalam berbahasa hingga pengembangan kemampuan analisis yang lebih baik.
-
Bagaimana bilingualisme membantu anak belajar bahasa asing? Anak yang sudah menguasai dua bahasa sejak dini biasanya lebih mudah mempelajari bahasa asing daripada anak yang hanya menguasai satu bahasa. Hal ini karena otak mereka sudah terbiasa dengan proses belajar bahasa yang melibatkan berbagai aspek, seperti kosakata, tata bahasa, dan intonasi.
-
Bagaimana cara mengembangkan kecerdasan bahasa pada anak? Cara mendukung perkembangan kecerdasan bahasa pada anak antara lain dengan kegiatan menggambar atau melukis sesuai minat mereka, memberikan kesempatan untuk berbicara dan bercerita, serta membacakan buku cerita dengan rutin.
-
Apa manfaat belajar bahasa daerah untuk otak anak? Menurut penelitian, bilingualisme tidak memberikan dampak negatif apapun bagi otak anak. Justru sebaliknya, bilingualisme bisa meningkatkan kemampuan kognitif, memori, dan kreativitas anak.
-
Mengapa bilingualisme meningkatkan kemampuan bersosialisasi anak? Anak yang bilingual bisa berkomunikasi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda-beda dengan mudah dan lancar. Hal ini membuat mereka lebih mudah beradaptasi dan bersikap ramah.
-
Apa manfaat membacakan buku bagi kemampuan bahasa anak? Manfaat membacakan buku untuk anak dapat memperkenalkan mereka pada berbagai kata, kalimat, dan bunyi bahasa yang mungkin tidak sering didengar dalam percakapan sehari-hari.
-
Bagaimana cara orang tua menstimulasi kemampuan bicara anak? 'Asah kemampuan bicara anak dengan menstimulasi menggunakan kata-kata sederhana setiap hari agar anak terbiasa untuk mendengar dan belajar berbicara,' ujar Piprim.
Rini menjelaskan bahwa anak-anak yang diajari bahasa lain selain bahasa ibu cenderung lebih peka dalam memilih kata yang tepat saat menyampaikan ide atau penjelasan.
"Kadang-kadang anak lebih peka, misalnya ada beberapa kata bahasa Indonesia jadi panjang lebih dari tiga kata, tapi kalau bahasa Inggris hanya satu kata saja sudah bisa menjelaskan keseluruhannya," katanya dalam sebuah diskusi daring mengenai manfaat dan tantangan mengajarkan bilingualisme pada anak-anak dilansir dari Antara.
Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan dua bahasa atau lebih dapat membantu anak-anak menjadi lebih efisien dalam berkomunikasi, baik dalam konteks akademis maupun sosial.
Selain itu, Rini menambahkan bahwa anak-anak yang menguasai lebih dari satu bahasa sering kali menunjukkan fleksibilitas dan kreativitas yang lebih tinggi. Kemampuan mereka dalam menganalisis situasi juga cenderung lebih baik, memungkinkan mereka untuk menjadi pemecah masalah yang lebih efektif.
"Kalau banyak mengetahui bahasa, mungkin menjadi lebih banyak teman, nantinya dalam berkomunikasi lebih baik, dapat pekerjaan yang lebih bagus dan bisa bekerja di berbagai tempat, dan mungkin bisa lebih mengembangkan kemampuan kognitif maupun kemampuan sosialnya," jelasnya.
Dengan kata lain, bilingualisme bukan hanya tentang kemampuan berbicara, tetapi juga tentang membuka peluang yang lebih luas di masa depan, baik dalam konteks profesional maupun pribadi.
Untuk mencapai manfaat ini, orang tua memiliki peran penting dalam proses pengajaran bahasa. Rini menggarisbawahi pentingnya pemahaman yang mendalam dari orang tua terhadap bahasa yang ingin diajarkan kepada anak.
Orang tua yang memahami dan menguasai bahasa tersebut dapat melakukan komunikasi dua arah yang efektif, memungkinkan anak untuk belajar dengan lebih baik. Salah satu metode yang disarankan adalah "one person, one language," di mana setiap orang tua menggunakan bahasa yang berbeda saat berinteraksi dengan anak. Metode ini membantu anak-anak membedakan dan menguasai kedua bahasa tersebut secara lebih sistematis.
Namun, Rini juga memperingatkan tentang potensi kebingungan yang dapat muncul ketika anak belajar lebih dari satu bahasa sekaligus. Anak-anak mungkin mencampur dua bahasa dalam satu kalimat, sebuah fenomena yang dikenal sebagai code-switching.
"Anak-anak kadang-kadang lupa menjawab harus dalam bahasa Inggris yang dia ingat atau dalam bahasa Indonesia. Jadi, dia mencampur antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris," katanya.
Meskipun fenomena ini umum terjadi dan biasanya bersifat sementara, orang tua perlu memahami bahwa proses ini adalah bagian dari perjalanan belajar bahasa yang kompleks dan memerlukan kesabaran serta konsistensi dalam pengajaran.
Di samping keuntungan bilingualisme, Rini juga menyebutkan bahwa anak-anak monolingual mungkin lebih mudah dalam mendeskripsikan objek atau menyampaikan penjelasan. Namun, ini tidak berarti bahwa bilingualisme membawa dampak negatif. Sebaliknya, dengan bimbingan yang tepat, anak-anak bilingual dapat mengembangkan kemampuan komunikasi yang lebih kaya dan beragam.