Mengapa Korban KDRT Seperti Cut Intan Nabila Bisa Bertahan Bertahun-tahun Walau Alami Kekerasan? Faktor Anak Jadi Salah Satunya
Korban KDRT sering bertahan karena anak, nilai sosial, ketergantungan finansial, trauma masa kecil, dan takut kehilangan cinta dari pasangan.
Kisah mantan atlet anggar Cut Intan Nabila yang mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama lima tahun menikah, menggambarkan betapa kompleksnya dinamika yang dihadapi korban KDRT. Dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, terlihat suaminya, Armor Toreador, berulang kali melakukan kekerasan fisik. Kejadian ini memicu banyak pertanyaan, terutama mengapa seorang wanita bisa bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan selama bertahun-tahun.
Cut Intan Nabila akhirnya memberanikan diri untuk membeberkan kondisi pernikahannya pada 13 Agustus 2024, meskipun ia telah mengalami kekerasan sejak lama. Alasan utama yang mendorongnya untuk bertahan selama ini adalah demi anak.
-
Bagaimana Cut Intan Nabila memperlihatkan bukti KDRT? Dalam unggahan Instagram terbarunya, ia memperlihatkan bukti kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, Armor Toreador.
-
Bagaimana Cut Intan Nabila ingin para korban KDRT bersikap? "Yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga harus speak up dan tidak boleh terlalu banyak menutup diri seperti saya yang lalu," pintanya.
-
Apa yang dialami Cut Intan Nabila? Ditemani Mulan Jameela, Cut Intan Nabila Beberkan Kasus KDRT yang Dialaminya dan Singgung Kondisi Buah Hatinya
-
Bagaimana anak-anak Cut Intan Nabila mendapatkan bantuan? 'Anak-anak saat ini tentunya mendapatkan dukungan dari keluarga serta pendampingan dari KPAI,' ungkapnya.
-
Kenapa Cut Intan Nabila bertahan dengan Armor? Intan benar-benar wanita yang kuat; ia mengaku bertahan demi ketiga anaknya.
-
Siapa yang merasa tertekan dan terkejut dengan kasus Cut Intan Nabila? Paman Intan, Hanafi Hasan, sangat merasa tertekan dan terkejut ketika mengetahui bahwa keponakannya menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
"Selama ini saya bertahan karena anak," ungkapnya. Pernyataan ini mencerminkan realitas yang dihadapi banyak korban KDRT, yang sering kali memilih untuk mengorbankan diri demi kepentingan anak-anak mereka.
Alasan Bertahan Demi Anak
Banyak korban KDRT, seperti Cut Intan Nabila, memilih untuk bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan demi menjaga keutuhan keluarga bagi anak-anak mereka. Psikolog Efnie Indriani menjelaskan bahwa banyak korban rela mengorbankan diri mereka agar anak-anak bisa tumbuh dalam lingkungan yang memiliki figur ayah dan ibu.
"Ini yang umumnya membuat mereka bertahan," kata Efnie.
Meskipun cinta terhadap pasangan mungkin sudah memudar, komitmen terhadap anak dan keinginan untuk memberikan gambaran keluarga yang utuh sering kali menjadi alasan utama mengapa korban bertahan.
"Jadi, lebih ke arah komitmen. Korban ini mengikhlaskan dirinya supaya saat anak ditanya teman bisa mengatakan soal ayah dan ibu," tutur Efnie.
Nilai-Nilai yang Dianut Masyarakat
Selain faktor anak, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, seperti norma budaya dan agama, juga berperan penting dalam keputusan korban untuk tetap bertahan dalam pernikahan yang penuh kekerasan. Psikolog klinis Nirmala Ika menjelaskan bahwa dalam banyak budaya, perempuan diajarkan untuk membina dan mempertahankan keluarga, meskipun harus menanggung penderitaan.
Stigma sosial terhadap status janda juga menjadi faktor penahan. Banyak perempuan merasa takut akan stigma negatif dan hinaan yang mungkin mereka terima jika memilih untuk bercerai. Ketakutan akan pandangan buruk dari masyarakat sering kali membuat korban merasa terjebak dalam hubungan yang penuh kekerasan.
"Ketika bercerai stigma masyarakat terhadap janda itu buruk banget, lalu ada hinaan juga," kata Ika.
Faktor Finansial
Aspek finansial juga memainkan peran penting dalam keputusan korban untuk bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan. Meskipun zaman telah berubah dan perempuan kini lebih mandiri secara ekonomi, tetap ada anggapan bahwa suami adalah pencari nafkah utama. Bagi banyak korban, ketergantungan finansial pada suami menjadi alasan kuat untuk tetap bertahan, meskipun harus menanggung kekerasan.
"Di pikiran korban KDRT ini, kalau pisah, lalu siapa yang membiayai anak-anak?"
Pengaruh Pengalaman Masa Kecil
Faktor lain yang mempengaruhi korban KDRT untuk tetap bertahan adalah pengalaman masa kecil. Mereka yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh dengan kekerasan mungkin menganggap kekerasan dalam pernikahan sebagai sesuatu yang normal.
"Terbiasa dari kecil lihat bapak ibunya berantem gebuk-gebukan, buat orang ini akan berpikir bahwa pernikahan ya kayak gitu," kata Ika.
Pandangan ini dapat membuat korban merasa bahwa kekerasan adalah bagian yang tidak terhindarkan dari hubungan pernikahan.
Ketakutan Kehilangan Cinta
Tidak sedikit korban KDRT yang memilih untuk bertahan karena takut kehilangan cinta atau perasaan pernah dicintai oleh pasangan mereka. Bagi beberapa korban, meskipun hubungan penuh kekerasan, mereka tetap memiliki ikatan emosional yang kuat dengan pelaku.
"Selama ini korban enggak pernah bertemu orang yang mencintai atau at least pernah mencintai seperti pasangan, maka korban akan merasa enggak mau kehilangan dia. Korban ini akan attach sekali dengan pasangannya," kata Ika.
Hal ini membuat mereka sulit untuk meninggalkan hubungan, bahkan ketika kekerasan menjadi hal yang biasa.
"Dia enggak bisa melepaskan sesimple itu. Buat dia, orang ini sudah pernah membuat dia bahagia," kata Ika.
Bertahan dalam hubungan yang penuh kekerasan bukanlah keputusan yang mudah bagi korban KDRT. Penting bagi masyarakat untuk lebih memahami kompleksitas ini dan mendukung korban KDRT agar mereka dapat keluar dari siklus kekerasan tersebut.