Judi Online Jadi Pemicu Kasus KDRT di Bekasi
Anak yang menjadi korban sebanyak 163 dan perempuan sebanyak 104 orang.
Angka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kabupaten Bekasi sepanjang Januari-November 2024 berjumlah 46 kasus. Angka tersebut hampir sama dengan jumlah kasus serupa sepanjang 2023 kemarin yang mencapai 51 kasus.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, jumlah korban dari kasus tersebut sebanyak 267 orang. Rinciannya, anak yang menjadi korban sebanyak 163 dan perempuan sebanyak 104 orang.
Kepala UPTD Perempuan dan Perlindungan Anak pada DP3A Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi mengatakan, pemicu kasus KDRT didominasi karena faktor ekonomi dan menikah di bawah usia ideal yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pernikahan.
"Usia pernikahan dini, jadi biasanya labil sehingga terjadinya kekerasan atau KDRT, kalau berbicara ideal kan di Undang-Undang Pernikahan minimal usia 19 tahun," katanya, Senin (9/12).
Perempuan dan Anak Jadi Korban
Selain karena faktor ekonomi dan pernikahan dini, beberapa kasus KDRT di Kabupaten Bekasi juga disebabkan karena pasangan mengalami ketergantungan atau kecanduan judi online. Dari 46 kasus, sekitar 20 persen di antaranya karena judi online.
"Ada beberapa kasus KDRT yang berkaitan dengan judi online, karena memang ada beberapa kasus yang memang dia melaporkan pasangannya karena ketergantungan judi online, tujuh sampai 10 kasus KDRT ada kaitannya dengan judi online," ucap Fahrul.
Data DP3A juga menyebutkan mayoritas yang menjadi korban KDRT ialah perempuan dan anak. Kasus kekerasan pada anak juga dialami oleh anak sambung atau anak tiri.
"Ada anak (yang jadi korban KDRT), seperti belum lama ini ada anak sambung (yang mendapat kekerasan) sampai kepalanya bocor, jadi ada anak dan perempuan atau istri yang jadi korban KDRT," katanya.
Fahrul mengatakan, dari puluhan kasus tersebut belum seluruhnya terselesaikan. Karena penyelesaian kasus KDRT dibutuhkan koordinasi lintas sektoral dengan kepolisian dan kejaksaan.
"Kalau kasusnya penelantaran ekonomi kita melakukan mediasi, tapi kalau sudah kekerasan fisik yang mengakibatkan terancamnya seseorang maka diproses hukum," ungkapnya.