Sebal Lihat Orang Lain Menggerakkan Tangan? Kenali Apa Itu Misokinesia, Kondisi yang Ternyata Dialami 1 dari 3 Orang
Rasa sebal dan marah yang kita alami saat melihat tangan dan kaki digerakkan ternyata dikenal sebagai misokinesia.
Apakah Anda pernah merasa terganggu atau bahkan marah ketika melihat seseorang menggerak-gerakkan tangan atau kakinya secara berulang? Jika ya, Anda mungkin mengalami misokinesia, sebuah kondisi psikologis yang ternyata dialami oleh satu dari tiga orang.
Dilansir dari Science Alert, misokinesia, yang berarti 'kebencian terhadap gerakan,' adalah fenomena yang melibatkan respon emosional negatif yang kuat terhadap melihat gerakan kecil dan repetitif yang dilakukan orang lain. "Misokinesia didefinisikan sebagai respon afektif atau emosional negatif yang kuat terhadap pemandangan gerakan kecil dan repetitif yang dilakukan orang lain, seperti melihat seseorang yang menggerakkan tangan atau kaki secara tidak sadar," jelas Sumeet Jaswal, seorang psikolog yang memimpin penelitian di Universitas British Columbia (UBC), Kanada.
-
Siapa yang bisa terkena bipolar? Gangguan bipolar dapat terjadi pada siapapun tanpa memandang tingkat pendidikan, status ekonomi, status sosial, ataupun betapa religiusnya seseorang.
-
Siapa yang bisa terkena Trikotilomania? Trikotilomania termasuk dalam kelompok masalah psikologis yang disebut dengan gangguan pengendalian impuls.
-
Siapa saja yang bisa mengalami gangguan mental? 'Sama seperti penyakit fisik, gangguan mental dapat memengaruhi siapa saja tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau latar belakang sosial ekonomi.'
-
Siapa yang rentan terhadap gangguan kontrol impuls? Dibanding perempuan, laki-laki lebih sulit mengekspresikan rasa stres, karena stigma bahwa laki-laki tidak boleh cengeng.
-
Siapa yang rentan alami gangguan mental? Sebuah studi juga menyebutkan masalah kesehatan mental pada remaja berhubungan dengan tingkat pendidikan dan wilayah tempat tinggal
-
Siapa yang berisiko gangguan mental? Data statistik menunjukkan bahwa 47 persen perempuan memiliki risiko mengalami masalah kesehatan mental dibandingkan dengan laki-laki.
Fenomena ini mirip dengan kondisi lain yang dikenal sebagai misofonia, di mana seseorang merasa terganggu oleh suara repetitif tertentu. Namun, berbeda dengan misofonia yang dipicu oleh suara, misokinesia lebih terkait dengan rangsangan visual. Meski begitu, penelitian ilmiah mengenai misokinesia masih tergolong baru dan belum banyak dipahami oleh para ahli.
Untuk menggali lebih dalam mengenai fenomena ini, Jaswal dan timnya melakukan apa yang mereka sebut sebagai "eksplorasi ilmiah mendalam pertama" tentang misokinesia. Penelitian tersebut melibatkan lebih dari 4.100 partisipan, termasuk mahasiswa dan masyarakat umum, untuk mengukur prevalensi misokinesia dan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil penelitian ini cukup mencengangkan. "Kami menemukan bahwa sekitar sepertiga partisipan melaporkan mengalami sensitivitas terhadap misokinesia dalam kehidupan sehari-hari mereka," ujar para peneliti.
Hal ini menunjukkan bahwa misokinesia bukanlah fenomena yang terbatas pada populasi klinis, tetapi merupakan tantangan sosial yang dialami oleh banyak orang di masyarakat umum.
Sensitivitas terhadap misokinesia bervariasi antarindividu. Beberapa orang mungkin hanya merasa sedikit terganggu oleh gerakan fidgeting, sementara yang lain dapat mengalami dampak emosional yang lebih serius.
"Mereka terpengaruh secara emosional dan mengalami reaksi seperti marah, cemas, atau frustrasi, serta penurunan kenikmatan dalam situasi sosial, lingkungan kerja, dan pembelajaran," jelas Todd Handy, seorang psikolog di UBC. Kondisi ini bahkan dapat membuat beberapa orang mengurangi aktivitas sosial mereka.
Handy sendiri mulai tertarik meneliti misokinesia setelah pasangannya mengatakan bahwa dia adalah seorang fidgeter dan merasa stres ketika melihat orang lain fidgeting. Sebagai seorang ahli neuroscience kognitif visual, Handy terdorong untuk memahami apa yang terjadi dalam otak ketika seseorang mengalami misokinesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Handy dan timnya juga berusaha menjawab pertanyaan mengapa fidgeting bisa begitu mengganggu bagi sebagian orang. Salah satu hipotesis yang sedang dipelajari adalah keterlibatan neuron cermin atau 'mirror neurons', yang aktif ketika kita bergerak dan juga ketika kita melihat orang lain bergerak.
"Ketika Anda melihat seseorang terluka, Anda mungkin merasa meringis karena rasa sakit mereka tercermin di otak Anda," kata Jaswal. Dengan kata lain, orang yang rentan terhadap misokinesia mungkin secara tidak sadar berempati dengan fidgeter, namun dengan cara yang negatif.
Meskipun penelitian tentang misokinesia masih dalam tahap awal, hasil yang ada menunjukkan bahwa fenomena ini jauh lebih umum daripada yang kita sadari sebelumnya. "Bagi mereka yang menderita misokinesia, Anda tidak sendirian," kata Handy. "Tantangan Anda umum dan nyata."