Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula, Intip Fakta Sosok Tom Lembong Eks Menteri Perdagangan
Tom Lembong bukanlah orang sembarangan dan punya sepak terjang pendidikan hingga karier politik yang mengagumkan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau akrab disapa Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait komoditas gula. Penetapan tersangka ini berkaitan dengan dugaan praktik korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Perdagangan selama periode 2015-2023.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa penyidikan kasus ini dilakukan sebagai bagian dari upaya penegakan hukum terhadap praktik korupsi di sektor perdagangan.
"Pada hari ini Selasa 29 Oktober 2024 penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti. Kedua tersangka tersebut adalah TTL selaku Menteri Perdagangan 2015-2016," tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
Atas kejadian tersebut, Tom Lembong kini menjadi sorotan publik, terutama setelah penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Siapa sangka, Tom Lembong bukanlah orang sembarangan dan punya sepak terjang pendidikan hingga karier politik yang mengagumkan.
Berikut seputar fakta mengenai Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang kini terjerat kasus korupsi gula.
Profil Lengkap Pendidikan
Seperti inilah sosok Tom Lembong. Seperti diketahui, pemilik nama lengkap Thomas Trikasih Lembong lahir pada 4 Maret 1971 di Jakarta. Ia merupakan putra dari seorang dokter Ahli Jatung dan THT, Yohanes Lembong dan ibu Yetty Lembong.
Berbeda dari masyarakat pada umumnya, Tom menghabiskan masa kecilnya di Jerman, di mana ia menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga berusia 10 tahun. Setelah kembali ke Indonesia, Tom melanjutkan pendidikan di Sekolah Regina Pacis Jakarta untuk menyelesaikan SD sekaligus melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah ini dikenal memiliki kurikulum yang baik dan lingkungan yang mendukung perkembangan siswa.
Ketika saatnya untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA), Tom memutuskan untuk pindah ke Boston, Amerika Serikat. Pilihannya ini menunjukkan komitmennya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih luas dan beragam. Kemudian, Tom melanjutkan studi di Harvard University pada tahun 1994, mengambil jurusan Arsitektur dan Perancangan Kota.
Pendidikan di salah satu universitas terkemuka di dunia ini semakin memperkuat keterampilan dan pengetahuannya yang kemudian berpengaruh dalam kariernya di bidang bisnis dan pemerintahan.
Karier
Setelah lulus dari perkuliahan, ia memulai kariernya di Divisi Ekuitas Morgan Stanley (Singapore) Pte. Ltd pada tahun 1995. Kemudian, ia beralih ke Deutsche Securities Indonesia sebagai bankir investasi dari tahun 1999 hingga 2000.
Lembong juga memiliki pengalaman di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai Kepala Divisi dan Wakil Presiden Senior dari tahun 2000 hingga 2002, sebelum bergabung dengan Farindo Investments dari tahun 2002 hingga 2005. Ia kemudian menjadi salah satu pendiri, CEO, dan Managing Partner di Quvat Management Pte. Ltd, sebuah dana ekuitas swasta yang didirikan pada tahun 2006.
Kariernya terus menanjak saat ia menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Graha Layar Prima Tbk (BlitzMegaplex) dari tahun 2012 hingga 2014. Salah satu momen ikonik dalam kariernya adalah saat ia memberikan pidato berjudul Game of Thrones di pertemuan International Monetary Fund (IMF) di Bali pada tahun 2018.
Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan dari tahun 2015 hingga 2016 dan saat ini juga berfungsi sebagai penasihat Badan Penanaman Modal Jakarta dan Kebijakan Konsilensi. Ia terpilih sebagai Pemimpin Muda Global oleh Forum Ekonomi Dunia pada tahun 2008 dan dianugerahi Asia Society Australia-Victoria Distinguished Fellowship pada tahun 2017.
Baru-baru ini, Tom Lembong bergabung dalam struktur tim pemenangan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar untuk Pilpres 2024, menandai komitmennya dalam dunia politik dan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Kisah Asmara
Kisah cinta Tom Lembong dan istrinya, Franciska Wihardja, yang akrab disapa Ciska juga tak kalah menarik perhatian. Pasalnya, mereka dipertemukan setelah dijodohkan oleh seorang teman, meskipun sebelumnya telah berada dalam lingkungan yang sama tanpa saling mengenal.
Keduanya memiliki selisih umur hanya dua tahun dan ternyata pernah bersekolah di SMP yang sama. Selanjutnya, mereka melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri di Boston, Amerika Serikat, namun kembali tidak menyadari keberadaan satu sama lain. Menariknya, saat Tom memulai karier di Singapura, Ciska juga berada di lokasi yang sama tanpa bertemu.
Berkat perjodohan yang diatur oleh temannya, Tom dan Ciska akhirnya bertemu dan resmi menikah pada tahun 2002. Kini, mereka telah dikaruniai dua orang anak, dan kisah cinta mereka terus menjadi inspirasi di kalangan masyarakat.
Harta Kekayaan
Berkaca dari perjalanan kariernya tersebut, harta terakhir Tom Lembong yang dilaporkan sebagai Kepala BKPM pada tahun 2019-2020 sebesar Rp101 miliar.
Data tersebut diambil dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yang menarik, dari total kekayaan Tom, dia tidak memiliki aset berupa tanah, bangunan, dan alat transportasi. Total aset Tom Lembong itu lebih banyak disimpan dalam bentuk surat berharga.
Berikut rinciannya:
Harta bergerak lainnya: Rp180.990.000
Surat berharga: Rp94.527.382.000
Kas dan setara kas: Rp2.099.016.322
Harta lainnya: Rp4.766.498.000
Dalam LHKPN terakhir, Tom juga tercatat memiliki utang sebesar Rp86.895.328.
Kasus
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengungkap modus dugaan korupsi dalam importasi gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong. Pada tahun 2015, Tom Lembong diduga memberikan izin untuk impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton meskipun Indonesia saat itu mengalami surplus gula.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa hasil rapat koordinasi kementerian pada 12 Mei 2015 menyatakan bahwa Indonesia surplus gula dan tidak memerlukan impor. Namun Tom, yang menjabat sebagai Mendag dari 2015 hingga 2016, tetap memberikan izin persetujuan impor kepada perusahaan swasta. Menurut Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No. 257/2004, impor gula kristal seharusnya hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi izin yang dikeluarkan Tom justru memungkinkan PT AP, perusahaan swasta, untuk melakukan impor.
Selanjutnya, pada 28 Desember 2015, kementerian di bawah Kemenko Perekonomian mengadakan rapat untuk membahas prediksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara izin impor yang diberikan dan kebutuhan pasar nasional.
Kejagung kini telah menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus ini, bersama DS, direktur pengembangan bisnis di PT PPI periode 2015-2016. Keduanya telah ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba Kejagung dan Kejari Jaksel. Kejaksaan juga sedang menyelidiki kemungkinan tersangka lain dalam kasus korupsi impor gula, baik dari individu maupun korporasi, terkait dengan kegiatan di Kementerian Perdagangan serta importasi gula oleh PT SMIP antara tahun 2020 hingga 2023.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa tidak ada kasus yang diabaikan oleh penyidik dan penanganan perkara korupsi impor gula terus berlanjut. Saat ini, penghitungan kerugian negara akibat kasus ini masih dalam proses.
"Itu masih terus kena, ada yang di Dumai, ada yang di Belawan, jadi itu masih terus proses," kata Harli.