Ada Samudra Baru Ditemukan di Bumi, di Sini Lokasinya
Temuan yang diperoleh dari analisis berlian langka yang terbentuk pada kedalaman 660 kilometer di bawah permukaan Bumi.
Terdapat lima samudra yang kita ketahui di Bumi, yaitu Atlantik, Pasifik, Hindia, Arktik, dan Samudra Selatan. Namun, sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan adanya samudra keenam yang diduga berada di antara mantel atas dan bawah Bumi.
Menurut laporan dari New Scientist pada Senin (04/11/2024), perlahan-lahan munculnya samudra keenam ini menunjukkan bahwa keberadaannya tidak akan permanen. Proses pembentukan ini mungkin memerlukan waktu jutaan tahun, tetapi tidak dapat dihindari.
-
Di mana Samudra keenam di Bumi akan terbentuk? Terletak di Tanduk Afrika terdapat Segitiga Afar, sebuah hotspot geologis tempat konvergensi lempeng Nubia, Somalia, dan Arab yang memicu terjadinya pergeseran tektonik yang monumental.
-
Bagaimana Samudra baru terbentuk? Pembentukan lautan baru biasanya terjadi melalui proses lempeng tektonik. Kulit terluar bumi terbagi menjadi beberapa lempeng besar dan kaku yang mengapung di astenosfer semi-cair di bawahnya. Lempeng-lempeng ini terus bergerak, didorong oleh panas yang dihasilkan dari interior bumi.
-
Dimana planet lain berada? Saat ini, semua planet yang sudah ditemukan berada di Galaksi Bima Sakti. Belum ada planet di luar Galaksi Bima Sakti yang benar-benar ditemukan.
-
Dimana Planet Kesembilan berada? Simulasi komputer menunjukkan bahwa Planet Kesembilan diperkirakan memiliki massa sekitar sepuluh kali lipat dari massa Bumi dan berada 20 kali lebih jauh dari matahari dibandingkan Neptunus.
-
Dimana planet mirip bumi itu ditemukan? Ia terletak 4.000 tahun cahaya dari Bumi.
-
Planet baru apa yang bisa dihuni? Para ilmuwan telah menemukan planet baru yang berpotensi mendukung kehidupan manusia, bernama Gliese 12b.
Bukti yang ditemukan dalam analisis berlian langka yang terbentuk pada kedalaman 660 kilometer di bawah permukaan Bumi mendukung teori bahwa air laut menyertai lempeng subduksi dan memasuki zona transisi. Penemuan ini menegaskan bahwa siklus air juga melibatkan bagian dalam Planet Bumi.
Tim peneliti dari Jerman, Italia, dan Amerika yang menerbitkan studi mereka dalam jurnal Nature menyatakan bahwa struktur internal serta dinamika Bumi telah dipengaruhi oleh batas kedalaman 660 km yang memisahkan zona transisi mantel dan mantel bawah. Bukti menunjukkan keberadaan air di zona transisi (TZ), yaitu lapisan yang memisahkan mantel atas dan bawah Bumi.
Batas ini terletak pada kedalaman antara 410 hingga 660 kilometer, di mana tekanan yang sangat tinggi dapat mencapai 23.000 bar, menyebabkan mineral olivin hijau zaitun mengalami perubahan dalam struktur kristalnya. Olivin, yang juga dikenal sebagai peridot, membentuk sekitar 70 persen dari mantel atas Bumi.
Para ilmuwan melakukan analisis terhadap berlian yang berasal dari Botswana, yang terbentuk pada kedalaman 660 kilometer di antara zona transisi dan mantel bawah. Melalui teknik spektroskopi Raman dan spektrometri FTIR, analisis ini mengungkapkan inklusi ringwoodite yang menunjukkan kadar air yang signifikan.
Inklusi dalam berlian yang berukuran 1,5 sentimeter cukup besar untuk memungkinkan penentuan komposisi kimia yang akurat. Tim ilmuwan membuktikan bahwa zona transisi bukanlah area yang kering, melainkan menyimpan air dalam jumlah yang sangat besar.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tempat tersebut dapat menyimpan hingga 1,5 persen air. Bahkan jika hanya 1 persen dari susunan molekul adalah air, artinya batuan ini mengandung tiga kali lebih banyak air dibandingkan dengan keseluruhan lautan yang ada di permukaan Bumi.
Apa yang Terjadi di Bumi?
Para peneliti telah mengungkapkan bahwa perairan baru muncul di tengah benua Afrika, yang menyebabkan benua tersebut mulai terbelah menjadi dua bagian. Negara-negara seperti Uganda dan Zambia saat ini terkurung di daratan, tetapi di masa depan, mereka mungkin memiliki garis pantai sendiri.
Fenomena ini terjadi akibat pergerakan lempeng tektonik, yang merupakan lempengan batu padat besar yang membentuk kerak Bumi dan mantel atas, atau yang dikenal sebagai litosfer. Meskipun pergerakan lempeng tektonik tidak terlihat oleh mata, mereka terus bergerak seiring waktu.
Lempeng tektonik Afrika, Arab, dan Somalia saling berdekatan, namun dalam kurun waktu 30 juta tahun terakhir, lempeng Arab dan Somalia perlahan-lahan menjauh dari lempeng Afrika. Proses ini menghasilkan apa yang dikenal sebagai Rift Afrika Timur.
Para ahli memperkirakan bahwa diperlukan waktu sekitar 30 juta tahun agar retakan yang nyata dapat terbuka. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Uganda atau Zambia tidak akan memiliki garis pantai dalam waktu dekat. Namun, perubahan ini tidak akan berhenti begitu saja.
Hal ini ditegaskan oleh Ken Macdonald, seorang geofisika kelautan dan profesor di University of California. Ia menjelaskan bahwa melalui pengukuran GPS, para ilmuwan dapat memantau laju pergerakan lempeng hingga beberapa milimeter per tahun.
Dengan semakin banyaknya data yang diperoleh dari pengukuran GPS, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika lempeng Bumi. Melihat ke depan, Macdonald juga memprediksi bahwa Teluk Aden dan Laut Merah akan membanjiri wilayah Afar dan Lembah Rift Afrika Timur, sehingga kawasan tersebut akan menjadi samudra baru dan bagian Afrika Timur akan terpisah menjadi benua kecil yang baru.