Apakah Berhubungan Seks di Ruang Angkasa Aman? Ilmuwan Beberkan Risikonya
Seks di luar angkasa menimbulkan risiko, terutama terkait kehamilan dan radiasi kosmik. Ini menjadi perhatian penting saat merencanakan hidup di Mars dan Bulan.
Pertanyaan tentang apakah astronot seharusnya melakukan hubungan seksual di ruang angkasa, semakin relevan seiring dengan rencana jangka panjang untuk kolonisasi Bulan dan Mars. Meskipun secara teknis seks di luar angkasa mungkin dilakukan, banyak ahli yang mempertanyakan apakah hal ini bijak.
Mengutip DailyMail, Selasa (20/8), masalah terbesar yang dihadapi astronot yang mungkin mempertimbangkan untuk berhubungan intim adalah risiko kehamilan. Meskipun banyak astronot wanita menggunakan kontrasepsi untuk menunda menstruasi selama misi luar angkasa, ini tidak diwajibkan.
-
Siapa yang berpendapat bahwa program melahirkan di luar angkasa berbahaya? Menurut laman Sains ABC, Kamis, (31/8), melahirkan di luar angkasa akan menimbulkan risiko yang cukup besar ketika bayi terlahir di tempat yang tidak biasa ini.
-
Apa bahaya yang dihadapi astronot di luar angkasa? Mereka akan mengalami suhu ekstrem, mulai dari minus 240 hingga 250 derajat Fahrenheit atau minus 120 derajat Celcius di orbit rendah Bumi (LEO). Kondisi ini akan menyebabkan luka bakar atau pembekuan.
-
Bagaimana cara nikah di luar angkasa? Perusahaan ini menawarkan cara menikah di luar angkasa dengan menerbangkan sepasang kekasih ke orbit menggunakan balon netral karbon yang dilengkapi jendela raksasa untuk menikmati pemandangan planet bumi, seperti dikutip dari New York Post.
-
Kenapa pembajakan di luar angkasa dianggap berbahaya? Pembajakan di angkasa luar dinilai dapat menjadi masalah ekonomi dan hukum yang besar bagi eksplorasi manusia di antariksa.
-
Apa yang menyebabkan polusi di luar angkasa? Studi terbaru NASA melaporkan bahwa sampah luar angkasa bukan hanya membahayakan kerja satelit atau teleskop luar angkasa, tetapi juga mencemari Bumi.
-
Apa dampak penerbangan luar angkasa terhadap tubuh? Dampak ini meliputi perubahan dalam ekspresi gen yang terkait dengan peradangan, penuaan, dan homeostasis otot yang menunjukkan adaptasi tubuh terhadap lingkungan antigravitasi dan radiasi di luar angkasa.
Selain itu, karena NASA melarang seks di luar angkasa, tidak ada alat kontrasepsi lain yang disediakan di stasiun luar angkasa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehamilan di luar angkasa sangat sulit dan mungkin bahkan tidak mungkin terjadi.
Namun, menurut Adam Watkins, Associate Professor bidang fisiologi reproduksi dan perkembangan dari Universitas Nottingham, Inggris, karena belum ada yang pernah hamil di luar angkasa, maka tidak dapat mengetahui dengan pasti apa konsekuensinya.
“Kerusakan DNA akibat tingginya paparan radiasi kosmik adalah masalah nyata. Astronot yang menghabiskan enam bulan di luar angkasa terpapar radiasi setara dengan 1.000 sinar-X dada. Wanita hamil dan janinnya yang sedang berkembang, juga akan terpapar radiasi kosmik ini selama berada di luar angkasa, yang bisa membahayakan embrio dan janin,” jelas Watkins.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) menemukan bahwa embrio tikus yang berkembang selama empat hari di ISS tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan.
Namun, studi sebelumnya yang diterbitkan pada tahun 2020 justru menemukan bahwa embrio tikus yang berkembang di luar angkasa mengalami kerusakan DNA yang parah.
Menghadapi data yang saling bertentangan ini dan dengan hanya sedikit orang yang pernah pergi ke luar angkasa, bisa dikatakan masih belum memiliki cukup informasi untuk benar-benar memahami dampaknya pada janin.
“Sampai saat ini, reproduksi di luar angkasa belum menjadi prioritas utama bagi berbagai badan antariksa. Namun, dengan adanya rencana untuk mengkolonisasi Bulan dan bahkan Mars, bagaimana kita akan mengisi dunia lain menjadi fokus yang lebih penting dan perlu diatasi jika kita ingin mendirikan, mempertahankan, dan mengembangkan koloni manusia di luar Bumi," kata dia.