Bagaimana jika Pria Soleh Dijodohkan dengan Perempuan Nakal? Begini Kata Ulama
Gus Baha mengatakan memilih pasangan dengan masa lalu yang tidak baik harus berdasarkan keyakinan.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau biasa disebut Gus Baha, memberikan pandangan menarik terkait perjodohan, terutama mengenai hubungan antara pasangan berasal dari latar belakang yang berbeda. Banyak orang berkeyakinan orang baik seharusnya berpasangan dengan orang baik pula, dan begitu juga sebaliknya. Namun, menurut Gus Baha, anggapan tersebut tidak selalu benar.
"Biasane wong nakal wong nakal, wong apik wong apik, tapi adate ngoten. Tapi yen takdir, ya akeh wae wong apik karo wong elek, wong elek karo wong apik (Biasanya orang jahat tetaplah orang jahat, orang baik tetaplah orang baik, tapi itu adat istiadatnya. Tapi kalau memang takdir, banyak orang baik dengan orang jahat, orang jahat dengan orang baik)," ungkap Gus Baha dalam sebuah tayangan di kanal YouTube @PenaKitab-g4i.
Gus Baha menjelaskan pola perjodohan seperti ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Ia menunjukkan pada masa itu juga terdapat wanita dengan latar belakang kurang baik yang menikah dengan pria yang soleh.
"Dadi ora iso terus saiki wong ra oleh rabi mantan wong nakal. Ora iso. Sebab, nek wis takdir, akeh wae wong apik sing oleh pasangan mantan wong nakal (Jadi tidak mungkin dilanjutkan sekarang karena istri mantan orang nakal. Itu tidak mungkin. Sebab, kalau sudah takdir, banyak orang baik yang menikah dengan mantan penjahat)," tambahnya.
Ia juga menyampaikan keputusan untuk menikahi seseorang dengan masa lalu yang kurang baik harus didasari oleh keyakinan. Jika seseorang merasa yakin bisa membimbing pasangannya menjadi lebih baik, maka tidak ada masalah untuk melanjutkan pernikahan tersebut. Namun, jika ada keraguan, lebih baik untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
"Nak koe yakin iso ngapiki, yo rabi. Tapi nak gak yakin potensi katut, yo ojo rabi," pesan Gus Baha.
Setiap Orang Bisa Berubah
Gus Baha mengatakan keputusan yang diambil dalam pernikahan untuk didasari oleh kesiapan mental dan rasa tanggung jawab. Menurutnya, menikah dengan seseorang yang memiliki latar belakang berbeda memerlukan kesabaran dan ketulusan.
"Mergo ngeten nggih, perlu kesabaran, ora mung kudu sabar nang kahanan, tapi ikhlas nampa apa anane pasangan," ujarnya.
Selain itu, ia juga menegaskan setiap orang memiliki potensi untuk berubah, dan sering kali perubahan tersebut bergantung pada dukungan pasangan serta lingkungan yang positif.
"Mulane, lingkungan iku penting. Yen lingkungane apik, insya Allah bakal terpengaruh," kata Gus Baha.
Lebih jauh, Gus Baha mengingatkan agar tidak cepat menghakimi seseorang hanya berdasarkan masa lalunya. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki peluang untuk menjadi lebih baik jika mendapatkan dukungan yang tepat.
"Jangan langsung nyalahke wong mung karena latar belakangnya. Wong sakjane kabeh duwe kesempatan kanggo dadi luwih apik," jelasnya.
Dia juga menambahkan niat dalam membangun pernikahan harus tulus, dengan tujuan untuk saling membimbing menuju kebaikan, bukan hanya untuk kepentingan pribadi.
"Nikah iku ora mung masalah pribadi, tapi tanggung jawab sosial lan agama. Mulane kudu adil lan bijak," imbuhnya.
Dalam konteks pernikahan, Gus Baha mengatakan komitmen untuk saling mendukung dan membimbing sangatlah penting. Setiap pasangan idealnya memiliki niat untuk saling membangun dan menguatkan satu sama lain dalam menjalani kehidupan bersama. Dengan semangat seperti itu, diharapkan pernikahan tidak hanya menjadi ikatan pribadi, tetapi juga sebuah komitmen sosial yang saling menguntungkan.
Banyak Orang Awalnya Nakal Berubah jadi Baik
Dalam kesempatan itu, Gus Baha menyampaikan Islam mengajarkan cinta dan kasih sayang yang tulus. Menurutnya cinta dalam ajaran Islam adalah cinta yang mengarahkan seseorang menuju kebaikan.
"Cinta iku ora mung masalah roso, tapi niat kanggo nuntun marang kebaikan," ujarnya.
Gus Baha mengatakan perbedaan latar belakang pasangan seharusnya tidak menjadi halangan selama ada komitmen untuk saling mendukung. Ia menjelaskan pernikahan bukan sekadar mengenang masa lalu, melainkan tentang niat untuk masa depan yang lebih baik.
Gus Baha memberikan contoh bahwa banyak pasangan yang mampu berubah menjadi lebih baik setelah menikah dengan orang yang memiliki iman yang kuat.
"Ono akeh cerita, wong sing mantan nakal iso dadi wong apik mergo rabi karo wong sing taat. Iki sebab dheweke iso membimbing," tambahnya.
Ia juga mengingatkan pandangan masyarakat yang kaku mengenai perjodohan perlu lebih terbuka dan fleksibel. Selama niat baik dan upaya untuk saling membina ada, pernikahan dapat berlangsung dengan baik.
Selanjutnya, Gus Baha memberikan nasihat kepada mereka yang merasa ragu untuk menikahi seseorang dengan latar belakang yang berbeda. Ia megatakan terpenting adalah ketulusan dan kesungguhan untuk berubah serta bertumbuh bersama. Selain itu, Gus Baha menegaskan pasangan harus saling menghargai perjalanan hidup masing-masing. Meskipun masa lalu tidak selalu sempurna, setiap individu tetap memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan menjadi lebih baik di masa depan.
Dalam Islam, setiap orang memiliki nilai dan martabat yang tinggi. Oleh karena itu, pernikahan seharusnya menjadi sarana untuk saling menghargai dan memperkuat satu sama lain.
"Ora usah minder mergo masa lalu. Yang penting saiki niate arep dadi wong apik," pesannya.
Gus Baha menjelaskan dalam pernikahan, yang terpenting adalah kesungguhan hati untuk saling membantu dan mengingatkan dalam kebaikan. Ia mengajak umat untuk tidak meremehkan seseorang hanya karena masa lalunya.
Dengan pesan tersebut, Gus Baha berharap masyarakat dapat lebih bijak dalam memandang perjodohan dan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berubah. Ia menjelaskan pernikahan bukan hanya ikatan fisik, tetapi juga tanggung jawab moral untuk saling mendukung dan mengarahkan satu sama lain. Ia menutup dengan penegasan bahwa pernikahan seharusnya menjadi jalan untuk mencapai kebahagiaan sejati, bukan sekadar kebahagiaan sementara. "Nikah iku dalan kanggo kebahagiaan sejati, bukan kebahagiaan sing sementara," tutupnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul