Ini Hukumnya Istri Menafkahi Keluarga Dalam Islam
Islam tidak melarang seorang perempuan baik masih gadis maupun sudah menikah untuk bekerja.
Terkait dengan tanggung jawab suami dan ayah dalam memberikan nafkah, Allah SWT menyatakan dalam QS. Al-Baqarah ayat 233:
Artinya: "Dan kewajiban ayah untuk memberikan makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik."
-
Apa tugas istri menurut Islam? Tugas istri menurut Islam perlu dipahami setiap muslim. Dalam pandangan Islam, peran seorang istri sangat penting dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan penuh berkah.Islam memberikan pedoman yang jelas tentang tanggung jawab istri, yang tidak hanya berfokus pada aspek domestik, tetapi juga mencakup kontribusinya dalam membina hubungan yang sehat dengan suami dan keluarganya.
-
Bagaimana Islam memandang tugas istri? Seorang istri tidak hanya bertanggung jawab dalam mengelola urusan rumah tangga, tetapi juga berperan sebagai pendamping yang mendukung suami dalam berbagai aspek kehidupan. Nilai-nilai kasih sayang, saling menghormati, dan kerja sama menjadi dasar yang dianjurkan oleh ajaran Islam agar rumah tangga berjalan dengan baik.
-
Apa yang dimaksud dengan nafkah istri? Sementara itu, nafkah istri adalah uang yang khusus diberikan oleh suami kepada istrinya, sering kali disebut sebagai uang jajan.
-
Kenapa tugas istri di Islam sangat penting? Kedudukan seorang istri dalam Islam dihargai dengan memberikan hak dan kewajiban yang seimbang, yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia dan damai.Islam memandang peran istri sebagai pilar dalam memperkuat ikatan keluarga.
-
Bagaimana istri harus bersikap terhadap nafkah suami? Para istri juga disarankan untuk memiliki sikap qanaah dengan cara bersyukur atas setiap rezeki yang diberikan oleh suami dan mengelolanya dengan bijaksana, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika Hindun binti Itbah mengeluhkan suaminya yang pelit.
-
Siapa yang menentukan tugas istri dalam Islam? Mengutip buku Istri Bukan Pembantu karya Ahmad Sarwat, salah satu rujukan yang sering digunakan Mazhab Asy-Syafi’iah adalah Kitab Al-Muhadzdzab karya Asy-Syirazi.
Dari ayat tersebut, jelas bahwa seorang suami atau ayah memiliki tanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Namun, di era modern ini, bekerja tidak lagi menjadi aktivitas yang eksklusif bagi pria. Banyak wanita juga bekerja dari pagi hingga malam.
Terdapat pula situasi di mana istri memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan suami, atau suami yang memilih untuk tidak bekerja dan hanya mengurus rumah tangga. Mengingat fenomena ini, apakah diperbolehkan bagi istri untuk turut menafkahi keluarga?
Apa pandangan Islam mengenai hal ini? Berikut adalah penjelasannya yang dirangkum dari laman NU Online, Rabu (25/9).
Kewajiban Istri untuk Berkontribusi dalam Menafkahi Keluarga
Islam tidak melarang perempuan, baik yang masih lajang maupun yang sudah menikah, untuk berprofesi. Hal ini diperbolehkan (mubah) selama suami memberikan izin untuk bekerja, sehingga dapat membantu dalam mencari rezeki buat keluarga.
Selain itu, jika istri juga bekerja dengan penuh kerelaan, maka keduanya akan merasa senang. Dalam prinsip umum, tanggung jawab untuk menafkahi keluarga adalah kewajiban suami, yang mencakup penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan.
Dalam Al-Qur'an Surah An Nisa' ayat 34, Allah berfirman: Laki-laki (suami) adalah pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah mengutamakan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari harta mereka.
Hikmah dari ayat ini menunjukkan bahwa suami bertanggung jawab untuk mengurus, mendidik akhlak, dan memberikan nafkah kepada istri. Sementara istri tidak diperbolehkan untuk membangkang terhadap perintah suami, kecuali jika perintah tersebut bertentangan dengan ajaran Allah. Jika istri berperan sebagai pencari nafkah untuk suami dan membantu memenuhi kebutuhan keluarga, maka hal itu juga diperbolehkan dan dianggap sebagai bagian dari nafkah.
3 Alasan Muslimah Syar'i Diperbolehkan Bekerja di Luar Rumah
Sebelum mengambil keputusan untuk bekerja di luar rumah, penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor syar'i yang dapat mendorong seorang muslimah atau istri untuk berkarir. Beberapa di antaranya adalah:
1. Suami mengalami kesulitan dalam memberikan nafkah kepada istri dan keluarga karena alasan seperti sakit, di-PHK, atau lainnya.
2. Dengan pendapatan suami yang terbatas, kondisi ini mendorong istri untuk bekerja agar dapat menambah penghasilan demi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan penuh kerelaan.
3. Istri memiliki kewajiban untuk melunasi utang, sehingga ia terdorong untuk bekerja guna mendapatkan uang yang diperlukan untuk menyelesaikan utang tersebut.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an Surah Atthalaq ayat 7: "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah sesuai dengan kemampuannya, dan bagi yang rezekinya terbatas, hendaklah memberi nafkah dari apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan apa yang diberikan-Nya. Dan Allah akan memberikan kelapangan setelah kesempitan."
Rasulullah SAW juga menjelaskan mengenai ayat tersebut, bahwa:
"Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau gunakan untuk membebaskan hamba, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, maka pahalanya yang paling besar adalah yang engkau berikan kepada keluargamu" (HR Ahmad dan Muslim).
Dengan demikian, hadist ini menunjukkan bahwa setiap infak, baik dari suami untuk istri dan keluarganya, maupun dari istri untuk suami dan keluarganya, memiliki pahala yang lebih besar dibandingkan dengan sedekah kepada orang miskin atau infak di jalan Allah. Semoga penjelasan ini dapat dipahami. Waallahu 'alam bishawab.
Tontonlah Video Unggulan ini:
Berikut adalah versi yang berbeda dari kalimat tersebut tanpa mengubah konteks: