Ini Hukumnya Istri Menafkahi Keluarga Dalam Islam
Islam tidak melarang seorang perempuan baik masih gadis maupun sudah menikah untuk bekerja.
Terkait dengan tanggung jawab suami dan ayah dalam memberikan nafkah, Allah SWT menyatakan dalam QS. Al-Baqarah ayat 233:
Artinya: "Dan kewajiban ayah untuk memberikan makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik."
-
Apa hukum istri selingkuh dalam Islam? Seperti dipahami, selingkuh atau upaya pengkhianatan dalam hubungan pernikahan adalah perilaku buruk yang dilarang dalam agama. Bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang seharusnya tidak dinodai dengan perilaku zina.
-
Apa ciri utama dari keluarga Islami? Dalam keluarga Islami, kebahagiaan tercipta ketika setiap anggotanya saling mendukung dalam ketaatan kepada Allah.
-
Apa yang dijaga oleh keluarga Muslim? 'Gereja Makam Kudus adalah salah satu situs spiritual terpenting bagi umat Kristiani, jadi mungkin mengejutkan jika kunci gereja sebenarnya dipercayakan kepada keluarga Muslim,' tulis laman greekreporter.com dikutip, Minggu (17/12).
-
Apa tanggung jawab orang tua terhadap anak menurut Islam? Anak adalah tanggung jawab orang tua, yang mana tanggung jawab ini didasarkan atas motivasi cinta kasih, secara sadar orang tua mengemban kewajiban untuk memelihara dan membina anaknya sampai dia mampu berdiri sendiri (dewasa) baik secara fisik sosial maupun moral.
-
Bagaimana cara orang tua bertanggung jawab terhadap anak menurut Islam? Cara merawat dan mendidik anak telah banyak disebutkan dalam surat Alquran maupun hadist.
-
Bagaimana cara menghormati pasangan dalam Islam? Menghormati dan menghargai pasangan dengan cara yang baik, serta memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam pernikahan sesuai dengan ajaran Islam, dapat memperkuat ikatan pernikahan.
Dari ayat tersebut, jelas bahwa seorang suami atau ayah memiliki tanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Namun, di era modern ini, bekerja tidak lagi menjadi aktivitas yang eksklusif bagi pria. Banyak wanita juga bekerja dari pagi hingga malam.
Terdapat pula situasi di mana istri memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan suami, atau suami yang memilih untuk tidak bekerja dan hanya mengurus rumah tangga. Mengingat fenomena ini, apakah diperbolehkan bagi istri untuk turut menafkahi keluarga?
Apa pandangan Islam mengenai hal ini? Berikut adalah penjelasannya yang dirangkum dari laman NU Online, Rabu (25/9).
Kewajiban Istri untuk Berkontribusi dalam Menafkahi Keluarga
Islam tidak melarang perempuan, baik yang masih lajang maupun yang sudah menikah, untuk berprofesi. Hal ini diperbolehkan (mubah) selama suami memberikan izin untuk bekerja, sehingga dapat membantu dalam mencari rezeki buat keluarga.
Selain itu, jika istri juga bekerja dengan penuh kerelaan, maka keduanya akan merasa senang. Dalam prinsip umum, tanggung jawab untuk menafkahi keluarga adalah kewajiban suami, yang mencakup penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan.
Dalam Al-Qur'an Surah An Nisa' ayat 34, Allah berfirman: Laki-laki (suami) adalah pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah mengutamakan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari harta mereka.
Hikmah dari ayat ini menunjukkan bahwa suami bertanggung jawab untuk mengurus, mendidik akhlak, dan memberikan nafkah kepada istri. Sementara istri tidak diperbolehkan untuk membangkang terhadap perintah suami, kecuali jika perintah tersebut bertentangan dengan ajaran Allah. Jika istri berperan sebagai pencari nafkah untuk suami dan membantu memenuhi kebutuhan keluarga, maka hal itu juga diperbolehkan dan dianggap sebagai bagian dari nafkah.
3 Alasan Muslimah Syar'i Diperbolehkan Bekerja di Luar Rumah
Sebelum mengambil keputusan untuk bekerja di luar rumah, penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor syar'i yang dapat mendorong seorang muslimah atau istri untuk berkarir. Beberapa di antaranya adalah:
1. Suami mengalami kesulitan dalam memberikan nafkah kepada istri dan keluarga karena alasan seperti sakit, di-PHK, atau lainnya.
2. Dengan pendapatan suami yang terbatas, kondisi ini mendorong istri untuk bekerja agar dapat menambah penghasilan demi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan penuh kerelaan.
3. Istri memiliki kewajiban untuk melunasi utang, sehingga ia terdorong untuk bekerja guna mendapatkan uang yang diperlukan untuk menyelesaikan utang tersebut.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an Surah Atthalaq ayat 7: "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah sesuai dengan kemampuannya, dan bagi yang rezekinya terbatas, hendaklah memberi nafkah dari apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan apa yang diberikan-Nya. Dan Allah akan memberikan kelapangan setelah kesempitan."
Rasulullah SAW juga menjelaskan mengenai ayat tersebut, bahwa:
"Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau gunakan untuk membebaskan hamba, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, maka pahalanya yang paling besar adalah yang engkau berikan kepada keluargamu" (HR Ahmad dan Muslim).
Dengan demikian, hadist ini menunjukkan bahwa setiap infak, baik dari suami untuk istri dan keluarganya, maupun dari istri untuk suami dan keluarganya, memiliki pahala yang lebih besar dibandingkan dengan sedekah kepada orang miskin atau infak di jalan Allah. Semoga penjelasan ini dapat dipahami. Waallahu 'alam bishawab.
Tontonlah Video Unggulan ini:
Berikut adalah versi yang berbeda dari kalimat tersebut tanpa mengubah konteks: