Kisah Pilu Ibu Alaa el-Qatrawi dari Gaza, 4 Anak Mungilnya Dibunuh Tentara Israel
Sudah berapa banyak ibu yang kehilangan anak-anaknya dan sebaliknya. Salah satunya dialami oleh Alaa el-Qatrawi (33).
Sudah berapa banyak ibu yang kehilangan anak-anaknya dan sebaliknya. Salah satunya dialami oleh Alaa el-Qatrawi (33).
Kisah Pilu Ibu Alaa el-Qatrawi dari Gaza, 4 Anak Mungilnya Dibunuh Tentara Israel
Genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza terus terjadi. Dunia pun tak bisa berbuat apa-apa atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan negeri zionis itu.
31 Ribu lebih warga sipil Gaza terbunuh sejak invasi yang dilakukan Israel ke Gaza pasca 7 Oktober 2023. 70 persen dari jumlah itu adalah anak-anak dan wanita.
Sudah berapa banyak ibu yang kehilangan anak-anaknya dan sebaliknya. Salah satunya dialami oleh Alaa el-Qatrawi (33).
Beberapa bulan yang lalu, keempat anaknya yang mungil dan lucu tewas dibunuh tentara Israel.
Sebelumnya, pemilik gelar PhD dalam studi bahasa Arab ini hanya bisa bertemu anak-anaknya beberapa kali selama perang karena sudah berpisah dari suaminya, Musa Qandil, selama hampir 10 tahun.
Dilansir Aljazeera, Jumat (22/3/2024), dia menceritakan soal anak-anaknya dengan mata merah dan kesedihan.
"Yamen delapan tahun. Si kembar Orchid dan Kanan berusia enam tahun, dan Carmel tiga tahun," katanya menyebutkan nama keempat anaknya.
Pada awal Desember, anak-anaknya bersama ayah mereka pergi ke Khan Younis demi keselamatan. Alaa pun mendengar tank Israel semakin mendekati rumah tempat mereka menginap.
Suatu hari, pasukan Israel menyerbu rumah tersebut dan menyerang mantan suami serta saudara laki-lakinya. Mereka mengatakan tentara Israel memukuli mereka dengan kejam dan mencuri uang, telepon seluler, dan emas.
Sepupunya yang masih kuliah berhasil menyembunyikan teleponnya, dan pada 13 Desember, anak-anak menggunakannya untuk menghubungi Alaa. Anak-anak takut akan pertempuran yang terjadi di sekitar mereka."Mama cobalah mengeluarkan kami dari sini," kenang Alaa mencontohkan perkataan anak-anaknya.
Namun Alaa tidak bisa mendapatkan bantuan dari dua organisasi kemanusiaan internasional di Gaza. Tidak ada satupun yang bisa masuk ke wilayah di mana rumah tersebut berada.
"Saya berfantasi bahwa saya bisa membuat diri saya tidak terlihat dan mengeluarkannya. Saya tidak tahu harus berbuat apa. …Mereka meminta bantuanku, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika saya mengingat suara mereka, saya berharap saya bisa mati atau ini adalah mimpi yang membuat saya terbangun," kisahnya sambil menangis.
Setelah itu, dia tidak mendengar kabar dari mereka. Sebulan kemudian, saudara iparnya akhirnya berhasil sampai ke rumah tempat anak-anaknya tersebut.
Namun, sesampainya di sana, rumah tersebut sudah hancur dan bau mayat yang membusuk tercium dari sana.
Alaa yang juga seorang penyair, adalah seorang guru di Gaza. Dia telah menyusun rencana untuk mengeluarkan anak-anaknya dari Gaza dan memindahkan mereka ke Dubai demi masa depan yang lebih baik.
"Saya baru saja berada di UEA sebelum perang, mengerjakan prosesnya. Saya membeli gaun putri untuk Orchid dan mainan untuk anak-anak lainnya. Mainannya tidak terpakai dan gaunnya praktis tidak pernah dipakai karena ini lebih merupakan gaun musim panas, dan sekarang musim panas akan tiba dan Orchid tidak ada di sini untuk mengenakan gaun itu," katanya.
Aljazeera
Meski sebagai penyair telah menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan dirinya hampir sepanjang hidupnya, Alaa merasa hampir mustahil untuk berbicara tentang anak-anaknya yang telah tiada."Apa yang bisa dikatakan seorang ibu yang berduka mengenai anak-anaknya?" dia bertanya.
"Saya biasa mengungkapkannya dalam bentuk tulisan, puisi atau prosa. Sejak awal perang ini, saya belum menulis. Saya kaget, merasa kita sendirian dalam perang ini," katanya.
"Pada perang tahun 2014, saya menulis buku berjudul Letters Under War dan catatan harian perang, tapi kali ini tidak. Saya tidak berpikir ada orang yang peduli tentang hal itu," lanjutnya.
"Karena Dialah yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat apa yang tersembunyi dan musibah besar yang menimpa Gaza," katanya.
"Terkadang kamu berharap perang berhenti sejenak, agar kamu bisa mendapatkan pelukan dari anak yang kamu sayangi," tutupnya.