"Sampai Sekarang Jenazah Adik Saya Masih Tertimbun dalam Reruntuhan"
Selain serangan udara, Israel juga memberlakukan blokade total di Gaza dengan memutus pasokan bahan bakar, makanan, air, listrik, dan perlengkapan lainnya.
Pengeboman di Gaza telah merenggut korban jiwa hingga 1.400 warga Palestina, dan separuh dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
"Sampai Sekarang Jenazah Adik Saya Masih Tertimbun dalam Reruntuhan"
Muhammed Ahmed, penduduk Gaza, meninggalkan rumahnya pada hari Rabu untuk bekerja di kamp pengungsi Jabalia di utara Gaza. Melihat dia pergi, istri dan anak-anaknya khawatir dia akan menjadi korban pengeboman Israel.Sekitar 30 menit setelah istrinya mengirim pesan kepadanya untuk memastikan apakah dia baik-baik saja, dua serangan udara Israel seketika menghancurkan rumah tiga lantai mereka, menewaskan seluruh keluarganya, termasuk istri, anak-anak, saudara kandung, keponakan laki-laki, dan saudara ipar perempuannya.
Ahmed, yang bekerja untuk memasok air minum bagi penduduk Gaza, pulang ke rumah dan mendapati rumahnya sudah hancur menjadi puing-puing.
Keempat anaknya, Haidi, satu tahun; Qussai, tiga tahun; Sidra, enam tahun; dan Linda, tujuh tahun, sedang bermain bersama sepupu mereka yang berusia dua tahun, Ubaida, ketika rumah mereka dibom pada pukul 11.30 waktu setempat.
"Sidra sangat ketakutan. Dia sangat terkejut oleh suara ledakan bom itu. Tetapi saudara perempuannya, Linda biasanya menghiburnya sepanjang waktu," kata Ahmed kepada Middle East Eye.
"Saat saya pergi bekerja, dia dan ibunya khawatir saya akan tewas. Tetapi mereka pergi mendahului saya."
Ahmed mengatakan keponakannya yang masih berumur satu bulan, Yamen, ditemukan dalam posisi menyusu di bawah reruntuhan, karena ibunya sedang menyusuinya ketika dia tewas.
"Yamen menderita meningitis dan saya membawanya ke dokter satu hari sebelumnya. Dia baru berusia satu bulan dan dia sedang disusui saat serangan udara menghantam rumah," tambah Ahmed.
"Tim penyelamat butuh waktu berjam-jam untuk bisa mengeluarkan jenazah mereka karena gedung tiga lantai menimpa mereka," lanjutnya.
"Sampai saat ini, jenazah adik saya, Haifa, yang berprofesi sebagai seorang insinyur, masih tertimbun dalam reruntuhan."
Dalam satu hari di Jabalia, jet tempur Israel menghantam puluhan gedung perumahan, menewaskan setidaknya 65 orang dan melukai puluhan lainnya.
Dengan jumlah korban yang sangat besar, tenaga medis menghadapi kendala besar dalam upaya mengidentifikasi anak-anak yang berhasil ditemukan dalam reruntuhan yang seringkali tiba di rumah sakit terpisah dari orang tua ataupun keluarga mereka.
Seorang bayi diangkat dari reruntuhan rumahnya di Jabalia, bersama dengan sekitar 100 orang lainnya yang tewas atau terluka, seorang bayi berusia tiga bulan selamat tetapi tidak bisa teridentifikasi selama berjam-jam.
Dalam upaya untuk menyatukan kembali bayi tersebut dengan keluarganya, Kementerian Kesehatan di Gaza merilis video di mana seorang dokter mendekatkan bayi tersebut ke depan kamera dan meminta keluarga yang mengenalnya untuk menghubungi rumah sakit.
"Siapa pun dari keluarga bayi ini yang mengenalnya, harap langsung menghubungi Rumah Sakit al-Shifa."
Bayi tersebut, akhirnya berhasil diidentifikasi sebagai Qassem al-Kafarna dan dipersatukan kembali dengan keluarganya beberapa jam kemudian. Menurut kerabatnya, ayah bayi tersebut, saudara laki-lakinya, dan empat sepupunya tewas dalam serangan udara.
Ciuman terakhir
Di kamp pengungsi Khan Younis di selatan Jalur Gaza, pada hari Rabu, serangan udara Israel menghantam sebuah rumah tempat keluarga Abutair mencari perlindungan.
Serangan itu menewaskan dua anak, Firas, 14 tahun, dan Ahmed, 11 tahun, sementara saudara mereka yang ketiga, Kamal, dan ayah mereka, selamat, meski saat ini masih berada di unit perawatan intensif.
Duduk di kursi roda dengan lengan yang dibalut gips, Kamal yang tampak dalam video yang beredar di media sosial, menangis histeris, mengenang apa yang terjadi saat ia dan adiknya tertimpa reruntuhan.
"Kami sedang tidur. Saya terbangun oleh suara serangan. Saudara saya berteriak memanggil nama saya - 'Kamal, Kamal'. Aku bersumpah demi Allah dia masih hidup, tetapi kemudian karena batu [masuk] ke mulutnya, dia tidak bisa berteriak memanggil nama saya. Dia hanya mengatakan 'hmmm, hmmm,'" kata bocah laki-laki itu.
"Firas, tolong jawab saya, Firas [...] Saya ingin menciumnya, saya ingin menciumnya," katanya, sebelum tenaga medis membawanya ke jenazah saudaranya dan membantunya memberikan ciuman terakhir pada saudaranya.Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, setidaknya 60 persen dari korban pengeboman Israel di Gaza adalah anak-anak dan perempuan.
Pengeboman di Gaza telah merenggut korban jiwa hingga 1.400 warga Palestina dan separuh dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Selain serangan udara, Israel juga memberlakukan blokade total di Gaza dengan memutus pasokan bahan bakar, makanan, air, listrik, dan perlengkapan lainnya.