Pertamina Tak Mengaku, Kejagung Blak-blakan Beberkan Pertamax Dioplos RON 90 dan 88
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa Pertamax telah dioplos dengan BBM jenis lain, bertentangan dengan klaim Pertamina.

Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah pernyataan resmi dari PT Pertamina Patra Niaga yang menyatakan bahwa tidak ada pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax.
Temuan dari penyidik Kejagung menunjukkan bahwa Pertamax telah dicampur dengan Pertalite (RON 90) dan bahkan Premium (RON 88), kemudian dijual dengan harga Pertamax (RON 92).
Pengoplosan ini diduga terjadi antara tahun 2018 hingga 2023, mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar, mencapai Rp193,7 triliun per tahunnya.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (26/2), Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa praktik pengoplosan ini melibatkan pencampuran BBM RON 90 dan RON 88 dengan RON 92.
Hal ini bertentangan dengan klaim Pertamina yang menyatakan bahwa Pertamax yang beredar di masyarakat telah memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan.
“Penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau di bawahnya ya 88 diblending dengan RON 92, jadi RON dengan RON, jadi tadi kan tidak seperti itu.” tegasnya bahwa ada tindakan curang dalam proses pengadaan dan penjualan BBM yang merugikan negara.
Temuan Kejagung Mengenai Pengoplosan BBM

Kejagung menemukan fakta bahwa Pertamina membeli BBM RON 90 dan RON 88 dengan harga yang setara dengan RON 92, yang menyebabkan kerugian finansial yang signifikan. Proses blending dilakukan di PT Orbit Terminal Merak, di mana BBM jenis Pertalite dicampur dengan RON 92.
“Tersangka MK memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak,” jelas Qohar.
Lebih lanjut, Kejagung menyoroti bahwa Pertamina Patra Niaga juga dibebankan dengan pembayaran impor produk kilang dengan metode penujukan langsung yang tidak sesuai dengan kualitas barang yang diterima. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan dalam pengadaan BBM yang berdampak pada kerugian negara.
Pertamina Klaim Pertamax Tak Dioplos

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) melalui Vice President Corporate Communication, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa tidak ada pencampuran antara Pertamax dan Pertalite. Menurutnya, narasi yang beredar mengenai oplosan BBM tidak sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung.
“Narasi oplosan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan,” ungkap Fadjar di Gedung DPD RI, Jakarta.
Pertamina juga memastikan bahwa Pertamax yang beredar di masyarakat telah memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan.
“Kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung adalah pembelian RON 90 dan RON 92. Sehingga bukan terkait adanya oplosan Pertalite menjadi Pertamax,” katanya.
Pernyataan ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara Pertamina dan Kejagung mengenai isu pengoplosan BBM.
Dampak Isu Pengoplosan Pertamax terhadap Masyarakat

Isu pengoplosan Pertamax ini berdampak pada kepercayaan masyarakat, terutama di daerah Cilegon, Banten. Masyarakat kini merasa khawatir menggunakan BBM jenis Pertamax setelah berita penangkapan Dirut Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, bersama komplotannya.
Riva Siahaan diduga kuat terlibat dalam praktik blending antara Pertalite dan RON 90 menjadi Pertamax dengan RON 92. Ketidakpastian ini membuat masyarakat beralih ke BBM jenis Pertalite yang dianggap lebih aman.
Fadjar Djoko Santoso, dalam pernyataannya, mengklaim bahwa produksi BBM miliknya sudah sesuai dengan standar dan tidak merugikan masyarakat. Namun, kekhawatiran masyarakat tetap ada, terutama setelah adanya tuduhan pengoplosan yang mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.