Tak Selalu Haram, Daging Babi Ternyata Bisa Halal Jika...
UAH menyatakan bahwa dalam situasi darurat, hal-hal yang biasanya dilarang dapat menjadi diperbolehkan.

Dalam Islam, hukum yang melarang konsumsi daging babi merupakan suatu ketentuan yang sangat jelas. Larangan makan daging babi ini telah diatur dalam Al-Qur'an dan disepakati oleh para ulama.
Namun, muncul pertanyaan mengenai apakah terdapat kondisi tertentu yang dapat mengubah status haram daging babi. Dalam sebuah video yang dipublikasikan di kanal YouTube @tvcahayaislammuslim, Ustadz Adi Hidayat (UAH) memberikan penjelasan yang mendalam mengenai hal ini.
Penjelasannya berlandaskan pada prinsip syariat Islam yang mengutamakan kepentingan umat. UAH menyatakan bahwa dalam situasi darurat, hal-hal yang haram dapat berubah menjadi halal.
Misalnya, jika seseorang terjebak di hutan tanpa makanan, dan satu-satunya yang bisa ditemukan adalah daging babi, maka tidak mengonsumsinya bisa berakibat fatal.
"Dalam keadaan seperti itu, mengonsumsi daging babi diperbolehkan. Namun, ini hanya untuk menyelamatkan nyawa, bukan untuk kesenangan atau sekadar menghilangkan rasa lapar," jelas UAH dalam video tersebut.
Ia menekankan bahwa konsumsi dalam situasi darurat harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
"Ambil secukupnya, potong bagian yang diperlukan, dan segera berhenti setelah menemukan makanan halal lainnya," tambahnya.
Pengecualian ini diberikan dalam keadaan darurat, sedangkan dalam kondisi normal, larangan mengonsumsi babi tetap berlaku tanpa toleransi. Hanya situasi yang mengancam jiwa yang dapat mengubah hukum ini.
Jika Menemukan yang Halal Maka Daging Babi Hukumnya Haram

Prinsip ini mengacu pada kaidah ad-daruratu tubih al-mahdhurat, yang mengartikan bahwa dalam keadaan darurat, tindakan yang sebelumnya dilarang menjadi diperbolehkan. Namun, izin ini bersifat sementara dan memiliki batasan tertentu.
Sebagai contoh, ketika seseorang menemukan makanan halal seperti ayam atau kambing, ia harus segera berhenti mengonsumsi daging babi.
"Hukum haramnya kembali berlaku begitu situasi darurat berakhir," ungkap UAH.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa syariat Islam sangat fleksibel dalam menghadapi situasi yang sulit. Islam menyadari bahwa melindungi nyawa adalah prioritas utama, sehingga memberikan kelonggaran dalam kondisi tertentu.
Namun, perlu dicatat bahwa kelonggaran ini tidak dapat digunakan sembarangan. UAH menegaskan bahwa keadaan darurat haruslah bersifat nyata dan tidak boleh dijadikan alasan untuk melanggar hukum syariat.
"Jangan jadikan darurat sebagai pembenaran untuk menghalalkan yang haram," tegasnya.
Dalam konteks ini, niat menjadi aspek yang sangat penting. UAH mengingatkan bahwa niat seseorang harus terfokus pada upaya menyelamatkan nyawa, bukan untuk mencari kesenangan.
"Yang penting adalah kebutuhan, bukan selera," jelasnya.
Kaidah ini juga berlaku dalam berbagai situasi lain, seperti bencana alam atau kecelakaan di lokasi terpencil. Dalam kondisi tanpa makanan lain, syariat memberikan izin untuk mengonsumsi makanan haram demi kelangsungan hidup.
Hanya Dalam Situasi Darurat

Walaupun demikian, kelonggaran yang diberikan bukanlah hak yang absolut. Penggunaannya harus disertai dengan rasa tanggung jawab yang tinggi. Allah SWT memberikan kemudahan ini sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia.
UAH mengingatkan bahwa rahmat Allah ini harus dihargai dengan cara tidak menyalahgunakannya. Ia menekankan pentingnya disiplin dalam menjalankan syariat, meskipun di tengah situasi yang sulit.
"Keadaan darurat mengajarkan kita untuk bersyukur dan memahami betapa berharga aturan syariat dalam kehidupan," katanya.
Pengetahuan ini menjadi bekal yang sangat penting bagi umat Islam, terutama saat menghadapi kondisi yang ekstrem. Dengan memahami batasan dalam keadaan darurat, umat Islam dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik tanpa melanggar aturan yang ada.
Kejelasan ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sarat dengan hikmah dan kelembutan. UAH menutup penjelasannya dengan menyampaikan bahwa syariat Islam dirancang untuk menjaga kehidupan manusia dalam berbagai aspek.
Keseimbangan antara aturan dan keringanan mencerminkan kesempurnaan Islam sebagai pedoman hidup. Penjelasan UAH ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan rahmat.
Meskipun ada larangan yang tegas seperti memakan daging babi, dalam situasi tertentu, syariat memberikan solusi tanpa menghilangkan esensi kepatuhan kepada Allah SWT.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul