Tom Lembong Kawan Sejati Anies Tersangka Impor Gula Dulu Ikut Jokowi Pernah Disindir Gibran saat Debat Pilpres
Nama Tom sempat mencuat ke ruang publik saat dirinya disindir oleh Gibran Rakabuming dalam debat Pilpres lalu.
Tom Lembong ditetapkan tersangka atas kasus impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (29/10) kemarin. Kasus tersebut terjadi saat Tom masih masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan 2015-2016.
Nama Tom sendiri sempat mencuat ke ruang publik saat dirinya disindir oleh Gibran Rakabuming dalam debat Pilpres lalu. Tom bahkan disebut empat kali oleh Gibran.
Sebelum merapat ke barisan Anies dengan menjadi tim pemenangan pada Pilpres 2024 lalu dan kemudian akhirnya menjadi tersangka kasus impor gula, Tom Lembong adalah anak buah dari Jokowi. Berikut ulasan selengkapnya,
Gabung Timses Anies di Pilpres 2024
Jelang Pilpres 2024 lalu, Tom diketahui memilih bergabung menjadi Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).
Timnas ini dipimpin Marsekal Madya TNI (Purn) Muhammad Syaugi Alaydrus. Sementara Tom Lembong sendiri mendapat jabatan cukup penting di tubuh Timnas AMIN dengan posisi sebagai Co-Captain Timnas AMIN.
Hal ini pun menjadikan nama Tom sempat mendapat sorotan dari publik. Sebab, Tom diketahui pernah menjadi orang terdekat dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Pernah Disindir Gibran
Dalam beberapa kesempatan jelang Pilpres 2024 lalu, nama Tom Lembong disebut empat kali oleh Gibran Rakabuming Raka dalam debat Capres Cawapres. Kala itu Gibran masih berstatus sebagai Calon Wakil Presiden 2024 mendampingi Prabowo Subianto.
Misalnya saja saat Gibran menyinggung nama Thomas Lembong ketika mengajukan pertanyaan kepada Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Muhaimin Iskandar tentang pyrophosphate.
Selain itu, Gibran kembali menyinggung ketidakcakapan Muhaimin dalam menjawab pertanyaan yang diajukan Gibran.
“Gus Imin tak paham pertanyaannya, dapat contekan dari Tom Lembong mungkin ya,” ujar Gibran, Jumat (21/1).
Dulu Anak Buah Jokowi
Sebelum akhirnya menjadi tim pemenangan nasional pasangan Anies-Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024 lalu, Tom Lembong diketahui pernah menjabat Menteri Perdagangan (Mendag) pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK).
Saat itu, Tom Lembong menggantikan posisi Rachmat Gobel.
Tom Lembong dilantik Jokowi sebagai Mendag di Istana Negara, Jakarta pada 12 Agustus 2015. Dia kemudian menjabat posisi Mendag hingga 27 Juli 2016.
Selain itu, Jokowi kembali mempercayai Tom untuk mengisi jabatan Kepala BKPM menggantikan Franky Sibarani hingga Oktober 2019 lalu.
Jauh sebelum menjabat di pemerintahan, Tom diketahui turut berperan saat Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia merupakan penasihat ekonomi hingga penulis pidato Jokowi.
Ditetapkan Sebagai Tersangka Impor Gula
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi komoditas gula yang terjadi di lingkungan Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2016.
“Pada hari ini Selasa 29 Oktober 2024 penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti bahwa ybs telah. Kedua tersangka tersebut adalah TTL selaku Menteri Perdagangan 2015-2016,” ujar Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
Menurut kabar yang beredar, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dimulai saat rapat antar kementerian pada 15 Mei 2014 yang menyebutkan adanya surplus gula dan tidak memerlukan impor.
Namun saat Tom menjabat sebagai Mendag, Ia justru mengeluarkan izin impor gula kristal mentah (GKM).
Pada Desember 2015, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang teridentifikasi sebagai CS menginstruksikan pembelian gula melalui delapan perusahaan swasta.
Sejatinya, izin impor gula kristal putih (GKP) hanya berlaku kepada BUMN.
Barang impor tersebut dijual di pasar dengan harga mencapai Rp16 ribu per kilogram. Harga tersebut lebih tinggi dari Harga Indikator Tertinggi (HIT) yaitu Rp13 ribu per kilogram.
Atas kebijakan ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp400 miliar.