Benarkah Harga Tiket Pesawat Domestik Mahal Akibat Pertamina Monopoli Avtur?
Menhub Budi mengklaim sudah berulang kali menyampaikan kepada Pertamina agar pengelolaan avtur dilaksanakan secara multi provider.
Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi buka suara terkait penyebab mahalnya harga tiket pesawat domestik. Dia mengatakan penurunan harga tiket pesawat 10 persen terganjal monopoli avtur oleh PT Pertamina (Persero).
Padahal, Budi mengklaim sudah berulang kali menyampaikan kepada Pertamina agar pengelolaan avtur dilaksanakan secara multi provider, seperti dilakukan oleh negara lain. Sayangnya, mandat monopoli avtur oleh Pertamina sendiri secara kebijakan dilindungi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
"Harga monopoli itu saya buka (peraturannya), dilindungi oleh BPH Migas. Tolong ditulis gede-gede. Besok datang ke BPH Migas, tanya sama mereka. Saya sudah rapat dengan Pak Luhut, tidak dilaksanakan," tegas Menhub dalam acara konferensi pers Capaian Kinerja Transportasi selama 10 Tahun di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (1/10).
Menhub menekankan, upaya pemangkasan harga tiket pesawat perlu koordinasi lintas instansi dan sektoral, khususnya BPH Migas dan Kementrian Keuangan. Jika kolaborasi itu tidak dilaksanakan, maka penurunan tarif pesawat jadi hal yang mustahil.
"Jadi kalau ngomong kapan, saya sudah sampaikan ini sejak 10 tahun yang lalu. Tetapi dianggap anjing menggonggong kafilah berlalu, tidak didengar," tegas Menhub.
Selain itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan atas dugaan praktik monopoli dan penguasaan pasar oleh PT Pertamina Patra Niaga. Akibatnya, pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha penyediaan avtur di bandar udara.
Anggota KPPU Gopprera Panggabean, mengatakan, dugaan adanya praktik monopoli dilakukan antara lain dengan menolak penawaran kerja sama dengan pelaku usaha yang ingin masuk ke pasar avtur maupun dengan penjualan terbatas pada afiliasi.
Keputusan untuk dimulainya penyelidikan dengan register No. 21-89/DH/KPPU.LID.I/IX/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terkait Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Penerbangan (Avtur) di Indonesia Tahun 2024 tersebut ditetapkan dalam Rapat Komisi yang dilaksanakan pada tanggal 18 September 2024 lalu.
KPPU sebelumnya juga telah melakukan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran undang-undang dalam penyediaan dan pendistribusian avtur di Indonesia selama beberapa bulan terakhir.
Selain faktor implementasi kebijakan, KPPU menduga adanya monopoli dalam penyediaan avtur juga dapat menjadi faktor tingginya harga avtur. Saat ini, hanya terdapat 4 (empat) pelaku usaha yang mengantongi ijin niaga avtur di Indonesia yakni PT AKR Corporindo, PT Dirgantara Petroindo Raya, PT Fajar Petro Indo, dan PT Pertamina Patra Niaga.
Dari jumlah tersebut, hanya 2 pelaku usaha yang telah beroperasi dalam penyediaan avtur di bandar udara, yaitu PT Pertamina Patra Niaga yang memasok ke 72 bandar udara komersial dan non-komersial, dan PT Dirgantara Petroindo Raya yang memasok ke 2 (dua) bandar udara non-komersial.
Penyelidikan awal KPPU juga menemukan bentuk praktik monopoli dan penguasaan pasar dalam penyediaan avtur tersebut, seperti adanya perilaku eksklusif yang mencegah masuknya pesaing potensial masuk ke dalam pasar dan penjualan yang hanya dilakukan kepada perusahaan terafiliasi.
"Dalam hal ini, KPPU menduga PT. Pertamina dan PT. Pertamina Patra Niaga telah mengakibatkan pesaing PT. Pertamina Patra Niaga mengalami hambatan untuk memasuki pasar avtur," ujarnya.
Klarifikasi Pertamina
Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) mengklarifikasi praktik monopoli penyediaan avtur di Indonesia.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari menyampaikan pihaknya tidak pernah menolak kerja sama dengan pelaku usaha yang ingin masuk ke pasar avtur maupun dengan penjualan terbatas pada afiliasi.
"Pertamina Patra Niaga tidak pernah menolak kerja sama karena sampai saat ini belum ada permintaan dari Izin Niaga Umum (INU) lain,” tegas Heppy dalam keterangannya, Rabu (2/10).
Heppy mencontohkan, Pertamina Patra Niaga akan selalu menaati Peraturan BPH MIGAS No. 13/P/BPH Migas/IV/2008 Tentang Pengaturan dan Pengawasan Atas Pelaksanaan Penyediaan Dan Pendistribusian bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara. Aturan tersebut menjadi acuan badan usaha dalam menyediakan avtur di Indonesia.
"Pertamina akan selalu menaati segala peraturan yang dikeluarkan pemerintah salah satunya Peraturan BPH Migas 13/2008 yang menjadi panduan badan usaha untuk mencegah praktik monopoli dalam penyediaan avtur di Indonesia dan membuat ekosistem bisnis yang fair dengan tetap mengutamakan aspek safety, quality, dan kepentingan nasional,” lanjut Heppy.
Sebagai badan usaha penyalur avtur, Pertamina Patra Niaga juga akan selalu mendukung kebijakan pemerintah dan tetap bertanggung jawab menyediakan avtur di 72 DPPU yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Kami meyakini kebijakan tersebut akan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk kemandirian energi nasional, ketahanan nasional, aspek keselamatan penerbangan selain harga yang tentu saja diharapkan dapat terjangkau di masyarakat,” ujar Heppy.
Kata BPH Migas
Setali tiga uang, Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Saleh Abdurrahman membantah pihaknya melindungi praktik monopoli penyediaan Avtur pesawat oleh Pertamina.
Saleh mengatakan, BPH Migas berkomitmen memperhatikan prinsip prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Persaingan Usaha No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
"BPH Migas memperhatikan prinsip prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, dan sesuai dengan ketentuan yang diatur," ujar Saleh saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Rabu (2/10).
Dia mencontohkan, Peraturan BPH Migas No.13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara, telah mengatur diantaranya membuka akses pasar bagi pelaku usaha lain yang memenuhi persyaratan untuk turut serta dalam penyediaan avtur.
"Peraturan ini telah menyediakan berbagai opsi kerja sama, termasuk diantaranya dalam bentuk co-mingling dan penggunaan fasilitas penyimpanan bersama yang terbuka bagi semua pelaku usaha yang memenuhi syarat," jelas Saleh.
Saat ini, badan usaha yang telah memiliki izin usaha niaga produk avtur selain pertamina ada juga PT AKR Corporindo Tbk, PT Dirgantara Petroindo (AKR-BP) dan PT Fajar Putra Indo.
"Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa pasar avtur di Indonesia telah bersifat terbuka dan multiprovider," tegas Saleh menutup pembicaraan.