Diminta Sri Mulyani Genjot PMI Manufaktur, Bank Indonesia Ambil Kebijakan Begini
Salah satunya dengan melakukan sinergi lintas kementerian/lembaga, termasuk dengan Bank Indonesia (BI) untuk insentif likuiditas.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati akan mengambil langkah korektif untuk mendongkrak Purchasing Manager's Index, atau PMI Manufaktur Indonesia yang terkontraksi ke level 49,3 per Juli 2024.
Salah satunya dengan melakukan sinergi lintas kementerian/lembaga, termasuk dengan Bank Indonesia (BI) untuk insentif likuiditas.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan, dari sisi kebijakan makroprudensial, pihak bank sentral telah melakukan langkah akomodatif.
Dalam kebijakan ini, BI telah menerapkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), melalui pengurangan giro bank di Bank Indonesia dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata.
"Sebetulnya di kebijakan itu kita menurunkan GWM, Giro Wajib Minimum. Tapi, bank-bank yang bisa memperoleh kemudahan atau pengurangan GWM adalah bank-bank yang menyalurkan kredit," ujar Erwin saat ditemui di sela acara Festival Ekonomi Keuangan Digital (Fekdi) dan Karya Kreatif Indonesia (KKI) di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (3/8).
Erwin menambahkan, BI juga menyeleksi bank mana saja yang bisa mendapatkan insentif tersebut.
"Ya enggak fair-lah kalau bank yang malas-malasan misalnya dikasih insentif, enggak lah. Kita mau kasih intensif untuk bank-bank yang kerja," tegasnya.
"Mungkin itu yang dimaksud oleh bu Menteri (Sri Mulyani) kemarin, bahwa memang ada insentif-insentif yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan, tapi juga ada insentif-insentif yang dilakukan oleh Bank Indonesia," imbuhnya.
Meskipun di sisi lain, Erwin mengamini bahwa BI belum bisa memberikan kebijakan moneter yang akomodatif. Putusan ini terpaksa dilakukan lantaran masih digantung oleh kepastian penurunan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
*Walaupun kebijakan moneternya itu masih belum akomodatif, tapi makroprudensialnya masih akomodatif. Makanya sekarang terlihat kredit kita naik," kata Erwin.