Jangan Lengah, Pemangkasan Suku Bunga The Fed Bisa Jadi Bumerang Bagi Indonesia
The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,00 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) yang memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,00 persen.
Sri Mulyani melihat tren penurunan suku bunga acuan tengah dilakukan oleh bank sentral negara maju. Namun, ia tak menjamin itu jadi sinyal perekonomian global telah membaik.
"Bank sentral negara-negara maju telah mulai menurunkan tingkat suku bunga dari situasi higher for longer. Namun langkah ke depan masih menantang," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025, Kamis (19/9).
Sebaliknya, penurunan suku bunga tersebut harus dimaknai kewaspadaan. Mengingat volatilitas di pasar keuangan bisa menciptakan risiko bagi negara pasar berkembang seperti Indonesia.
"Tetap memiliki potensi yang menimbulkan volatilitas di pasar keuangan dan arus modal global, yang menciptakan risiko terutama bagi negara-negara emerging market," kata Sri Mulyani.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN 2025), pemerintah tetap waspada terhadap berbagai risiko seperti tensi global, geopolitik, dan bahkan terjadinya perang. Itu ditandai dengan perlambatan ekonomi China selaku mitra dagang terbesar Indonesia, kelesuan ekonomi Eropa serta dinamika, dan arah kebijakan ekonomi politik di Amerika Serikat pasca pemilu.
"Tajamnya fragmentasi global diwujudkan dalam bentuk perang dagang dan perang investasi yang makin mengancam dan melemahkan ekonomi dunia," kata Sri Mulyani.
Bukan Cuma Transisi, APBN 2025 Dirancang Hadapi Pelemahan Ekonomi Global
Sang Bendahara Negara mengatakan, pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan tetap lemah sepanjang 2024 dan 2025. Ekonomi global diperkirakan berada di kisaran 3,2 persen dan 3,3 persen. Di sisi lain, harga komoditas cenderung bergejolak di tengah lesunya pertumbuhan ekonomi global.
Meski demikian, selama ini kinerja perdagangan Indonesia tetap surplus. Pun dengan PMI Manufaktur masih tetap optimis ditengah berbagai negara lain mengalami kontraksi.
"Alhamdulillah neraca perdagangan Indonesia tetap surplus dalam 52 bulan berturut-turut. Indeks PMI manufaktur di berbagai negara juga berada dalam jalur kontraksi," imbuhnya.
Sehingga, APBN yang dirancang disiapkan untuk menjaga stabilitas dan mengakomodir transisi pemerintahan.
"Oleh karena itu, APBN 2025 dirancang untuk menjaga stabilitas, inklusivitas serta keberlanjutan. Hal ini untuk mendukung transisi pemerintahan agar berjalan lancar dan efektif," pungkas Sri Mulyani.