Pemerintah Minta Bank Sentral di Dunia Tak Tiba-Tiba Naikkan Suku Bunga, Ini Alasannya
Bank of England di Inggris dan The Fed di Amerika Serikat menurunkan suku bunga acuan.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan, Luky Alfirman berharap bank sentral di setiap negara tidak menaikkan suku bunganya secara tiba-tiba. Mengingat baru-baru ini bank sentral di beberapa negara melakukan penurunan suku bunga acuan.
Mulai dari Bank of England di Inggris dan The Fed di Amerika Serikat menurunkan suku bunga acuan. Luky berharap perubahan suku bunga ini tidak kembali berubah dalam waktu dekat.
"Ini adalah berita yang sangat baik. Tapi, kita harus mengharapkan bahwa mungkin, tidak akan terjadi perubahan drastis yang akan terjadi di masa depan." kata Luky dalam Seminar Internasional Desentralisasi Fiskal Tahun 2024, Selasa (24/9).
Luky menilai, pertumbuhan ekonomi dunia akan cukup stabil di tahun 2024 dan tahun 2025. Lantaran, hampir semua bank sentral dunia kompak menurunkan suku bunga.
"Tetapi, kita masih harus menghadapi interest rate yang tinggi. Jadi, semuanya, seperti yang dijanjikan oleh beberapa institusi finansial, kembang ekonomi global akan cukup stabil di masa depan, mungkin 2024-2025," ujarnya.
Pemerintah Tetap Waspada
Kendati begitu, Pemerintah tidak hanya mewaspadai terkait tren penurunan maupun kenaikan suku bunga di masa mendatang. Melainkan memperhatikan tantangan global lainnya, seperti perubahan teknologi yang semakin pesat dengan adanya Artificial Intellegence (AI).
"Jadi, selain risiko global ini, kita juga harus berhati-hati dengan beberapa tantangan strukturnya, tren, perubahan iklim, teknologi, kita bicarakan AI, Artificial Intelligence," ujar Luky.
Tak hanya itu saja, kata Luky, dunia juga dihadapkan dengan tantangan rantai pasok global yang mengalami perubahan yang signifikan akibat beberapa faktor. Mulai dari teknologi, demografi, dan peristiwa global. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus lebih memperkuat ekonomi domestik agar pertumbuhan ekonomi RI tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.
"Jadi, semuanya, apa yang kita lihat di sini, bahwa, berdasarkan kondisi ini, menurut saya, mendorong ekonomi domestik sangat-sangat penting. Ini adalah kunci bagi kita, bagaimana mengembangkan, bagaimana menciptakan engine kembang baru," pungkasnya.
Bank Indonesia Akhirnya Turunkan Suku Bunga Acuan ke Level 6,00 Persen
Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-Rate) di level 6,00 persen. Selain itu, suku bunga Deposit Facility turun sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 dan 18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate menjadi 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility juga turun sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (18/9).
Perry menyebut, keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi pada tahun 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Selanjutnya, penurunan suku bunga ini bagian dari upaya penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Alasan Suku Bunga Acuan Turun
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas untuk pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.
"Termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian," ujar Perry.
Kemudiaan, kebijakan sistem pembayaran diarahkan kepada digitalisasi sistem pembayaran. Langkah ini bertujuan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.
Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati potensi ruang penurunan suku bunga atau Bi Rate. Tentunya sesuai dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, nilai tukar Rupiah yang stabil dan cenderung menguat, serta pertumbuhan ekonomi yang perlu terus didorong agar lebih tinggi.