Demi Stabilitas Rupiah, BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen
Ke depan tren penurunan suku bunga kebijakan negara maju khususnya Amerika Serikat terus berlanjut.
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-Rate) di level 6,00 persen. Selain itu, suku bunga Deposit Facility turun sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15 dan 16 Oktober 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10).
Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi pada tahun 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Selain itu, penetapan BI Rate ini untuk penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah. Dia menilai, suku bunga penting rendah penting untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
"Keputusan ini konsisten dengan penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah, dan perlunya upaya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.
Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga dengan berbagai indikator yang telah ditetapkan. Antara lain prakiraan inflasi yang tetap rendah, nilai tukar Rupiah yang stabil dan cenderung menguat, serta pertumbuhan ekonomi yang perlu terus didorong agar lebih tinggi.
Selain itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
"Kebijakan sistem pembayaran diarahkan juga untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," tandas Perry.
Pertumbuhan Ekonomi Dunia Bakal Lambat
Bank Indonesia juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 cenderung melambat dikisaran 3,2 persen. Hal itu dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kebijakan moneter negara maju.
"Di bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 diperkirakan tumbuh sebesar 3,2 persen dengan kecenderungan yang melambat," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (16/10).
Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dipengaruhi oleh ketidakpastian pasar keuangan global yang kembali meningkat ditengah konvergensi kebijakan moneter negara maju. Disisi lain, ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah mendorong ketidakpastian pasar keuangan global.
Kemudian, inflasi global dalam yang saat ini cenderung mengalami tren penurunan, sehingga mendorong konvergensi pelonggaran kebijakan moneter khususnya di negara maju.
Lebih lanjut, Perry menyampaikan bahwa di Amerika Serikat rilis tingkat pengangguran terkini menunjukkan perbaikan di tengah prospek inflasi yang lebih rendah, sehingga mendorong ekspektasi pelaku pasar terhadap penurunan Fed Fund Rate yang lebih rendah dari perkiraan semula.
"Hal tersebut menyebabkan kenaikan yield US Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun dan indeks Amerika Serikat terhadap mata uang negara utama (DXY) yang kembali mencatat penguatan," ujarnya.
Ke depan tren penurunan suku bunga kebijakan negara maju khususnya Amerika Serikat terus berlanjut, meskipun dinamika ketegangan geopolitik perlu terus dicermati.
"Perkembangan ini memerlukan kehati-hatian dalam merumuskan respon kebijakan dalam memitigasi dampak rambatan global, termasuk dalam mendorong aliran masuk modal asing dan memperkuat stabilitas nilai tukar guna menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi domestik," pungkasnya.