Kurs Rupiah Ambruk Nyaris Sentuh Rp16.000 per USD, Ternyata Ini Pemicunya
Kondisi ini diperparah dengan langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed yang diperkirakan akan kembali menahan suku bunga untuk memperkuat ekonomi AS.
Nilai tukar atau kurs Rupiah ditutup melemah 60 point dilevel Rp15.930 per USD atau nyaris Rp16.000 per USD pada perdagangan Kamis (21/11) sore. Sedangkan besok, mata uang rupiah diperkirakan melemah direntang Rp15.920 sampai Rp16.000 per USD.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan nilai tukar Rupiah disebabkan oleh kekhawatiran para investor atas perkiraan risiko inflasi yang lebih tinggi di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Kondisi ini diperparah dengan langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed yang diperkirakan akan kembali menahan suku bunga untuk memperkuat ekonomi AS.
"Komentar terbaru dari pejabat Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, telah menunjukkan bahwa bank sentral bersikap lambat dan terukur dalam jalur penurunan suku bunganya," kata Ibrahim di Jakarta, Kamis (21/11).
Pelemahan Rupiah dan mata uang global lainnya terhadap Dolar AS dipicu oleh sikap investor yang masih menunggu keputusan Trump untuk menunjuk seorang menteri keuangan. Jabatan kabinet ini menuntut profil yang tinggi untuk mengawasi kebijakan keuangan dan ekonomi negara.
"Beberapa pilihan Trump lainnya telah menimbulkan pertanyaan tentang kualifikasi dan pengalaman mereka," tegasnya.
Sisi Internal
Dari sisi internal, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga atau BI Rate sebesar 6 persen, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility 6,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2024.
Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan masih akan ada ruang penurunan suku bunga atau BI Rate ke depan, meski akan terbatas. Penurunan suku bunga BI akan mempertimbangkan rendahnya inflasi, serta pertumbuhan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, BI melihat perkembangan dinamika global yang bergerak cepat. Saat ini fokus BI diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik hingga perekonomian global, dengan perkembangan politik AS paska kemenangan Donald Trump sebagai presiden.
"Sehingga, arah kebijakan suku bunga BI ke depan akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi di dalam negeri serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga lebih lanjut," tandasnya.