Investasi Migas di Indonesia Mandek 30 Tahun Terakhir
Luhut menerjunkan tim gugus tugas Kemenko Marves untuk mengidentifikasi masalah ketahanan energi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyoroti jumlah investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) yang macet dalam 30 tahun terakhir. Menurutnya, itu imbas dari peraturan atau regulasi yang tak tepat.
Dia mengatakan telah menerjunkan tim gugus tugas di Kemenko Marves untuk mengidentifikasi masalah ketahanan energi. Utamanya untuk meredakan tekanan kemampuan fiskal negara.
"Saya meminta mereka untuk mengidentifikasi mengapa dalam 30 tahun terakhir kita hanya memiliki sedikit, mungkin tidak ada investasi baru di industri minyak dan gas bumi," ucap Menko Luhut dalam Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (14/8).
Dia mengatakan, ada setidaknya 11 hal yang harus diperbaiki. Dia juga telah melaporkannya ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Terpilih, Prabowo Subianto.
"Jawabannya satu, kita memiliki 11 hal yang harus kita perbaiki. Saya laporkan kepada presiden dan presiden terpilih, ini adalah isu yang harus kita atasi," katanya.
Bukan cuma itu, dia juga melaporkan soal regulasi Kementerian Keuangan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia menilai, ada yang salah dalam regulasi yang diterapkan sehingga membuat investasi ke industri hulu migas macet.
"Jadi saya juga memberi tahu, kolega kami dari menteri keuangan, menteri keuangan, ada yang salah dengan kalian, 30 tahun tanpa investasi, mungkin ada yang salah dengan regulasinya. Kita harus mengubah atau memperbaiki regulasi, menyelaraskan regulasi ini," tegas Menko Luhut.
11 Poin Perbaikan
Pada kesempatan itu, dia menampilkan setidaknya 11 poin yang harus diperbaiki. Paling banyak mencakup soal eksplorasi hulu migas.
Pertama, mempercepat persetujuan lingkungan menjadi sekitar satu bulan. Kedua, menyelaraskan perubahan perizinan lahan pertanian untuk kegiatan migas. Ketiga, menegakkan hukum anti pertambangan ilegal di ladang migas yang dianggap sebagai milik negara.
Keempat, harus ada penyelesaian negosiasi paket kompensasi hutan antara pemerintah dan penggarap sumber daya hutan. Kelima, mempercepat perizinan WK migas lepas pantai lewat administrasi yang paralel dan digital.
Keenam, optimalisasi biaya pemanfaatan wilayah laut. Ketujuh, mengadvokasi dukungan aparat keamanan untuk area migas berisiko tinggi.
Pada tahap pengembangan, ada poin kedelapan soal pengembangan jaringan infrastruktur distribusi migas untuk menekan mismatch antara supply dan demand. Kesembilan, menyelaraskan dukungan dan komitmen pemerintah daerah terhadap kegiatan minyak dan gas bumi.
Pada sisi tahap produksi, di poin kesepuluh, harus ada perbaikan rezim perpajakan migas supaya lebih proporsional dan mengecualikan tahap eksploitasi. Serta kesebelas, optimalisasi pajak tidak langsung pada kegiatan hulu migas lewat revisi PP Nomor 27 Tahun 2017 dan PP Nomor 53 Tahun 2017.