Rencana Subsidi Pertamax Dinilai Bukan Solusi Masalah Sektor Migas
Masalah utama di bidang migas yang dihadapi adalah produksi minyak yang saat ini masih sangat rendah.
Masalah utama di bidang migas yang dihadapi adalah produksi minyak yang saat ini masih sangat rendah.
Rencana Subsidi Pertamax Dinilai Bukan Solusi Masalah
Sektor Migas
Rencana Subsidi Petamax Dinilai Bukan Solusi Masalah Sektor Migas
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali merencanakan pembatasan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite.
Di saat bersamaan, Pemerintah berencana untuk memberikan subsidi kepada BBM jenis Pertamax.
Pengamat Energi Kurtubi menegaskan persoalan utama di sektor minyak dan gas (migas) Indonesia, bukan soal pemberian subsidi.
Masalah utama di bidang migas yang dihadapi adalah produksi minyak yang saat ini masih sangat rendah.
"Dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) 2024 produksi minyak ditargetkan hanya 620.000 bph. Untuk diketahui dalam dua dekade terakhir ini produksi minyak terus turun akibat rendahnya explorasi," kata Kurtubi kepada Merdeka.com, Jumat (25/8).
Kurtubi menerangkan, investasi explorasi anjlok sejak berlakunya Undang-Undang (UU) Migas Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Aturan tersebut tidak disukai karena pada Pasal 31 menyatakan investor diwajibkan membayar pajak pada saat explorasi atau belum ketemu minyak.
"Sebelum berlakunya UU ini, tidak ada pajak sebelum investor berproduksi," jelasnya.
Setelah berlakunya undang-undang ini semua perizinan yang dibutuhkan harus diurus sendiri oleh investor.
Sebelumnya urusan perizinan dikerjakan oleh Pertamina.
Merdeka.com
"Kalau sebelum UU ini berlaku, perizinan yang dibutuhkan oleh investor diurus oleh Pertamina sebagai pihak yang menandatangani kontrak bagi hasil dengan investor. Dan Pertamina sebagai pihak diberi wewenang oleh UU Nomor 8 tahun 1971," terang Kurtubi.
Ia pun menyoroti campur tangan International Monetary Fund (IMF) dalam pembentukan UU Migas.
Menurutnya hal itu sangat buruk karena ada belasan pasal yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.
Kurtubi pun menyarankan agar Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut UU migas.
Hal ini perlu dilakukan demi mendorong bangkitnya kembali industri migas nasional.
"Meskipun migas termasuk energi fosil, migas masih dibutuhkan hingga 2060. Sehingga negara harus berupaya untuk meningkatkan produksi migas dalam negeri,"
kata Kurtubi mengakhiri.