Orang Dekat Prabowo Sebut Industri Manufaktur RI Jaya di Era Presiden Soeharto dan Jatuh di Tangan Presiden Megawati
Bambang mencatat, saat itu kontribusi sektor manufaktur mencapai 30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Bambang Brodjonegoro buka-bukaan soal kejatuhan industri manufaktur Indonesia. Orang dekat Prabowo tersebut mengungkapkan jika sektor industri manufaktur Indonesia sempat berjaya pada tahun 1990-an atau pada era Presiden Soeharto.
Bambang mencatat, saat itu kontribusi sektor manufaktur mencapai 30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Adapun, penyumbang utama industri manufaktur ialah industri elektronik, makanan, hingga garmen.
"Kita punya kontribusi manufaktur pada PDB hingga 30 persen. Kalau kita lihat (tahun) 90-an, manufaktur diisi padat karya, salah satunya elektronik," kata Bambang dalam acara MINDialogue di The Energy Building, Jakarta, Kamis (9/1).
Namun, kejayaan industri manufaktur Indonesia mengalami keruntuhan pada tahun 2003 atau pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Bambang menyebut hal ini disebabkan oleh fokus pemerintah yang bergeser ke eksplorasi sumber daya alam (SDA) , khususnya sektor batubara dan sawit.
"Manufaktur menurun kontribusinya ke PDB saat ini. Ekonomi kita jadi terdiversifikasi ke SDA sekarang ini, sebelum 2003 ke migas. After (setelah) 2003 ke batubara dan sawit," tegasnya.
Kembali Bangkitkan Industri Manufaktur
Untuk kembali membangkitkan industri manufaktur, pemerintah Prabowo Subianto berkomitmen untuk melanjutkan program hilirisasi dan investasi. Bambang menekankan, khusus untuk investasi tidak bisa mengandalkan investor domestik saja, melainkan juga investasi asing melalui Penanaman Modal Asing (PMA).
"Pertumbuhan investasi harus doble digit. Investasi juga harus strategis dan produktif, mayoritas ke arah manufaktur. Manufaktur andalan, hilirisasi. Gak bisa dalam negeri aja tetapi juga dari luar. Harus lebih agresif terhadap PMA," bebernya.
Kerja keras juga harus dilakukan sektor pertambangan. Bambang mengingatkan untuk melakukan inovasi melalui penelitian dan riset (R&D) untuk meningkatkan nilai tambahnya.
"Khusus untuk tambang, PR nya adalah nilai tambah lebih tinggi. Kalau terbatas sampai smelter belum menjawab kompleksitas di sektor manufaktur saat ini. Studi world Bank menunjukkan, saat ini negara yang naik kelas adalah negara yang mengandalkan inovasi," tegasnya.