Kerugian Akibat Krisis Iklim Capai Rp544 Triliun, Indonesia Darurat Transisi Energi
Pemerintah harus segera melakukan transisi energi untuk menangani krisis iklim di Indonesia.
Pemerintah harus segera melakukan transisi energi untuk menangani krisis iklim di Indonesia.
Kerugian Akibat Krisis Iklim Capai Rp544 Triliun, Indonesia Darurat Transisi Energi
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyinggung transisi energi dalam penanganan perubahan iklim membutuhkan lima pilar.
Menurutnya, perubahan iklim cukup berdampak pada beberapa sektor komunitas. Salah satunya, yakni sektor perekonomian.
"Pada tahun 2050 kenaikan suhu diprediksi akan naik dua kali lipat dibandingkan kenaikannya yang sekarang. Bila dilihat dampak lebih jauh dari krisis iklim ini, maka kita akan bicara beberapa aspek lain yakni lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan kebencanaan," kata Anies dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, di Jakarta, Senin (18/9).
Merdeka.com
Dia menjabarkan sebuah data yang dirangkum dari berbagai sumber menunjukan, dari sisi perekonomian, krisis iklim di periode 2020-2024 diprediksi mengalami potensi kerugian sebesar Rp544 Triliun.
Dampak dari kerugian ini tentu akan sangat dirasakan oleh masyarakat pada umumnya, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah.
Untuk itu, menurut Anies, diperlukan transisi energi sebagai bentuk upaya dalam menekan risiko pemanasan global yang berpotensi mengancam kehidupan di masa mendatang.
Anies menyampaikan ada lima pilar akselerasi transisi energi, yaitu :
1. Tata Kelola yang Holistik dan Berkesinambungan
Diperlukan kesinambungan kebijakan dan sinergi antar instansi pemerintah untuk memperkuat tata kelola melalui lembaga khusus serta pengelolaan data energi dan iklim.
"Harus dapat dipastikan bahwa kebijakan satu sama lain sudah sinkron, tidak ada yang tumpang tindih, serta kebijakan dari tingkat nasional hingga kabupaten kota sudah sama," kata Anies.
2. Kolaborasi antar Stakeholder
Untuk mendukung akselerasi energi tentu diperlukan kolaborasi sektor publik dan privat. Karena, jika tidak ada kolaborasi antara stakeholder dan hanya mengandalkan pemerintah, maka sustainability sulit dipertahankan.
"Pemerintah bisa berubah, kebijakan bisa bergeser. Tapi ketika melibatkan semua stakeholder, maka yang mengerjakan kebajikan adalah seluruh stakeholder yang terlibat," jelasnya.
3. Inovasi Pendanaan
Menurutnya, Indonesia dapat memanfaatkan potensi dunia untuk mengadvokasikan agenda domestik terkait energi dengan cara memberikan porsi yang cukup untuk diplomasi, mengingat posisi Indonesia sebagai rumah bagi cadangan karbon dunia.
Selain itu, pemerintah dapat melakukan akses green financing dan blended finance untuk mendukung inovasi pendanaan.
4. Transisi Energi Berkeadilan
Sejauh ini, Indonesia masih sangat bergantung pada sektor energi fosil. Untuk itu, sebelum memutuskan melakukan transisi energi, pemerintah harus dapat memastikan kawasan dan tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.
"Kawasan-kawasan yang semula menjadi daerah pertambangan itu harus mengalami transformasi potensi. Kemudian perlu dilakukan upskilling atau reskilling terhadap masyarakat yang terlibat dalam sektor ini. Kita tentu berharap partisipasi penuh bagi masyarakat dalam setiap fase," kata Anies.
5. Intervensi Demand and Supply Side
Pada sektor demand, tentu akan terjadi beberapa intervensi mengingat pada tahun 2045 diperkirakan hampir 34 persen masyarakat akan tinggal di kawasan perkotaan. Sementara untuk sektor supply, sejauh ini Indonesia memiliki ketersediaan yang cukup besar.
"Indonesia memiliki potensi yang besar pada ketersediaan energi solar, angin, hydro, dan panas bumi. Namun sayangnya, hampir 99,7 persen ketersediaan ini belum diolah menjadi energi. Sehingga, seharusnya dari sisi supply Indonesia tidak perlu khawatir lagi," tutup Anies.
Merdeka.com