Kisah Tukang Bubur Berhasil Sekolahkan Anak dan Mampu Beli Rumah Pribadi
Dari generasi ke generasi, usaha bubur ini turun-temurun, menjadi bukti ketekunan dan dedikasi keluarga dalam mempertahankan usaha ini.
Seorang pria paruh baya berhasil berjuang untuk mempertahankan usahanya selama 26 tahun. Dia adalah Abdul, penjual bubur kacang hijau dan ketan hitam yang telah menjalani lika-liku kehidupan sebagai pedagang keliling.
Abdul merupakan generasi kelima dalam keluarganya yang meneruskan usaha bubur ini. Dari generasi ke generasi, usaha bubur ini turun-temurun, menjadi bukti ketekunan dan dedikasi keluarga dalam mempertahankan usaha ini.
Menurut pengakuan Abdul, dia pernah merantau ke Jakarta sebelum akhirnya menetap di Semarang. Sejak lulus SD, dia ikut bekerja dan berjualan dengan orang lain, sebelum memutuskan untuk melanjutkan usaha bubur di Semarang.
"Saya sempat bekerja di Jakarta selama 5 tahun. Lalu di masa-masa saya mau menikah, saya berjualan bubur di Jakarta. Barulah saya pindah ke Semarang dan usaha yang di Jakarta dilanjutin sama adik saya," dalam tayangan YouTube Ruang Bisnis, dikutip pada Selasa (1/10).
Abdul memulai usahanya sejak tahun 1998. Awalnya, Abdul membuka usaha ini dengan modal sekitar Rp5 juta, sudah termasuk gerobak.
Omzet yang dia raih dari penjualan bubur cukup fantastis, sehingga dia bisa memenuhi biaya sekolah keempat anaknya hingga membeli rumah. Kini, kedua anak Abdul sudah tamat sekolah, tetapi dia masih memiliki tanggung jawab untuk membayar biaya pendidikan kedua anaknya lagi.
Tak Ada Kesuksesan Tanpa Perjuangan
Menurut Abdul, tidak ada kesuksesan yang diraih tanpa perjuangan. Abdul pernah mengalami masa-masa sulit saat produksi masih minim dan pengeluaran terus bertambah.
Abdul juga menceritakan, sebelum mampu membeli rumah pribadi, dirinya sempat tinggal di rumah kontrakan selama 25 tahun. Bersama dengan istri dan keempat anaknya, dia merajut kehidupan di kediamannya itu.
"Dulu, saya tinggal di rumah kontrakan selama 25 tahun. Baru 3 tahun belakangan ini, saya bisa membeli rumah sendiri," katanya.
Masa-masa itu sangat berat bagi Abdul dan keluarga, namun mereka terus berjuang hingga akhirnya berhasil mengumpulkan sedikit demi sedikit dari hasil jualan bubur.
Menjadi Abdul tidak mudah, setiap hari dia bangun pukul 2.30 pagi untuk mempersiapkan bahan-bahan bubur. Bubur mulai dijual pukul 5.00 pagi, dan dia baru bisa beristirahat selepas zuhur.
Reporter Magang: Thalita Dewanty