KSPI: PHK Buruh Sritex Ilegal
Mulai 1 Maret 2025, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) akan kehilangan 8.400 karyawan yang mengundurkan diri.

Mulai tanggal 1 Maret 2025, sebanyak 8.400 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang dikenal sebagai Sritex, akan berhenti bekerja. Pernyataan ini disampaikan oleh Sumarno, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo.
Para karyawan tersebut telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berlaku sejak tanggal 26 Februari, dengan hari terakhir mereka bekerja pada 28 Februari. Perusahaan akan ditutup mulai 1 Maret 2025.
Menanggapi situasi ini, Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan juga Presiden Partai Buruh, menganggap bahwa PHK di Sritex adalah tindakan ilegal. Iqbal berargumen bahwa langkah tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, termasuk keputusan Mahkamah Konstitusi No 68 tahun 2024 yang telah dimenangkan oleh partai buruh serta UU No 13 tahun 2003.
"Sikap partai buruh dan KSPI jelas telah terjadi pelanggaran hukum, telah terjadi PHK ilegal, telah terjadi pembiaran oleh Menteri Ketenagakerjaan, Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian terhadap ratusan ribu potensial PHK Sritex termasuk anak perusahaan sritex dan termasuk para pedagang kecil," ungkap Iqbal dalam konferensi pers yang diadakan pada Minggu (2/3).
Tak Melalui Mekanisme Bipartit dan Tripartit
Iqbal menjelaskan bahwa PHK terhadap ribuan karyawan Sritex tidak mengikuti mekanisme bipartit yang seharusnya dilakukan.
Dia juga menyoroti bahwa tidak ada upaya untuk melibatkan pihak ketiga, seperti Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo, dalam proses PHK ini.
"Dalam keputusan MK, mekanisme PHK harus dimulai dengan bipartit dan ada notulennya. Pertanyaannya adalah, apakah ada notulen hasil perundingan antara serikat pekerja Sritex dan pimpinan perusahaan? Yang terlihat adalah karyawan mendaftar untuk PHK secara individu. Hal ini menunjukkan adanya intimidasi atau karyawan tersebut tidak diberi penjelasan yang jelas mengenai mekanisme PHK," jelas Iqbal.
Menurut Iqbal, seharusnya ada notulen hasil perundingan bipartit yang melibatkan serikat pekerja Sritex atau perwakilan karyawan.
Notulen tersebut harus mencakup penyebab PHK Sritex, informasi mengenai aset perusahaan terakhir, hak-hak karyawan, nilai pesangon, serta pihak yang bertanggung jawab untuk membayar pesangon, apakah itu kurator atau pimpinan perusahaan.
Buruh Sritex Tidak Memiliki Kesempatan untuk Menggugat
Alasan kedua yang diungkapkan adalah tidak adanya kesempatan bagi buruh Sritex untuk mengajukan gugatan jika mereka merasa tidak puas dengan hak-hak yang telah diberikan.
Iqbal menjelaskan bahwa buruh yang merasa dirugikan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disebabkan oleh kebangkrutan perusahaan tidak memiliki kesepakatan dengan serikat pekerja dan pimpinan perusahaan.
Dalam situasi ini, mereka berhak untuk mengadukan masalah tersebut. "Dia bisa mengadu naik ke tingkat atas namanya pegawai perantara atau mekanisme Tripartit. Siapa pegawai perantara? yaitu Dinas Tenaga Kerja," ujarnya.
Peran Kementerian Tenaga Kerja yang Minim
Iqbal juga mengkritik peran Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi Sritex. Menurutnya, Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan telah gagal dalam menangani situasi ini, mengingat ada potensi ratusan ribu buruh Sritex dan anak perusahaannya yang terancam PHK.
"Alasan ketiga, dimana Menteri Tenaga Kerja dan Wakil Menteri Tenaga Kerja serta dinas Tenaga Kerja terhadap PHK Sritex? Ini jangan-jangan takut direshuffle oleh, Bapak Presiden Prabowo yang perintahnya kan jelas, Hindari tidak ada PHK. Ini ngomongnya doang, tidak ada PHK, tidak ada PHK, ternyata PHK," jelas Iqbal.
Kejelasan dari Kurator
Ketua Partai Buruh itu juga menyoroti tanggung jawab Kurator yang mengelola dana. Iqbal mempertanyakan apakah Kurator dapat memberikan informasi yang jelas mengenai pesangon dan hak-hak lain yang seharusnya diterima oleh buruh Sritex.
"Nah, ada kejelasan enggak pesangonnya berapa kali? Misal pesangon itu, masa kerja satu tahun, satu bulan upah diterima. Paling banyak, masa kerja delapan tahun ke atas menerima pesangon sembilan bulan upah," tutur Iqbal.
Penting bagi buruh untuk mengetahui tentang lelang aset
Proses lelang aset yang dilakukan oleh kurator harus diketahui oleh para pekerja. Iqbal menjelaskan bahwa hasil dari lelang aset akan memberikan informasi mengenai total uang yang terkumpul, yang kemudian akan dialokasikan untuk membayar kreditur dan memenuhi hak-hak buruh, seperti pesangon, tunjangan hari raya (THR), serta sisa gaji yang belum dibayarkan.
Dalam konteks penjualan ini, pihak buruh atau KSPI menduga adanya sekelompok pengusaha yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan dan berpotensi membeli Sritex dengan harga yang sangat rendah.
Iqbal juga menambahkan bahwa penjualan aset dari perusahaan yang mengalami kebangkrutan bisa menjadi tantangan dan mungkin tidak laku, sehingga kurator mungkin harus menurunkan harga di bawah nilai aset sebenarnya.
"Jika ini terjadi memang tidak ada kerugian negara, tetapi dalam petik dugaan kejahatan kerah putih atau jangan-jangan ada pimpinan perusahaan Sritex membentuk PT baru untuk membeli Sritex dengan harga murah dan menghindari pajak, serta membayar pesangon murah," jelasnya.
Hal ini menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan dalam proses lelang tersebut yang dapat merugikan para buruh. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk mengawasi dan memastikan bahwa proses lelang berlangsung secara transparan dan adil, serta tidak ada pihak yang mengambil keuntungan secara ilegal dari situasi ini.

Partai Buruh berencana mengadakan tindakan hukum secara kolektif
Sehubungan dengan hal tersebut, Iqbal mengungkapkan bahwa partai buruh dan KSPI akan mengajukan Class Action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut Iqbal, tindakan ini merupakan wujud perlawanan citizen lawsuit atau perlawanan warga negara terhadap pemerintah. Perlawanan ini ditujukan oleh partai buruh dan KSPI kepada beberapa pejabat, termasuk Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja, Wakil Menteri Tenaga Kerja, Menteri Investasi, serta pimpinan perusahaan Sritex.
"Kami akan gugat sebagai tergugat, kita bongkar habis apa yang sedang terjadi dengan Sritex. Paling lambat 1 minggu hingga 10 hari kita akan bentuk tim hukum dan memasukkan gugatan tersebut," pungkas Iqbal. Tindakan ini menunjukkan komitmen partai buruh dan KSPI untuk memperjuangkan hak-hak pekerja serta mendorong transparansi dalam operasi perusahaan. Dengan langkah ini, mereka berharap dapat memberikan tekanan yang lebih besar kepada pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas permasalahan yang terjadi.