Kuartal III-2018, PLN rugi Rp 18,48 triliun akibat Rupiah melemah
Merdeka.com - PT PLN (Persero) menanggung kerugian Rp 18,48 triliun hingga kuartal III-2018 dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 30,4 triliun. Ini disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sehingga membuat beban operasional perusahaan tersebut membengkak.
Berdasarkan laporan keuangan Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga kuartal III-2018 PLN menanggung selisih kurs cukup besar mencapai Rp 17,32 triliun. Kerugian kurs tersebut lebih besar dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,22 triliun.
Dalam laporan keuangan tersebut menyebutkan, total pendapatan perseroan sebesar Rp 200,91 triliun atau naik 6,9 persen hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 187,88 triliun.
-
Apa penyebab kerugian PT Timah di tahun 2023? Virsal mengatakan penyebab terbesar kerugian tersebut karena harga timah di pasar global tengah mengalami penurunan. Alhasil, pendapatan yang dicatatkan PT Timah Tbk ikut turun.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
-
Bagaimana PT Timah mengalami kerugian? 'Penurunan produksi, harga jual menurun itu karena di pasar dunia itu oversupply,' sambung Virsal. Virsal mencatat ada sejumlah negara yang produksinya mengalami peningkatan. Salah satu yang disebut Malaysia karena produksinya mampu bertambah sepanjang 2023 lalu.
-
Bagaimana PLN meningkatkan pendapatan? Peningkatan laba bersih PLN ini ditopang semakin tumbuhnya penjualan listrik yang mencapai 6,3% atau total 273,8 Terawatt hour (TWh) sehingga berdampak pada kenaikan pendapatan penjualan listrik hingga 7,7% dari Rp288,8 triliun di 2021 menjadi Rp311,1 triliun di 2022.
-
Apa dampak pelemahan Rupiah terhadap harga kedelai? Harga kedelai impor kembali mengalami kenaikan dan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Kondisi ini tentunya sangat memberatkan para pelaku usaha tempe dan tahu.
-
Kapan PLN mencapai kinerja keuangan terbaik? Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, inovasi dan transformasi digital yang dilakukan PLN mampu membawa perusahaan mengantongi kinerja keuangan yang terbaik sepanjang sejarah.
Pendapatan PLN pada kuartal III-2018, terdiri dari penjualan tenaga listrik sebesar Rp 194,40 triliun naik 6,47 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu Rp 181,81 triliun , serta berasal dari penyambungan daya listrik sebesar Rp 5,21 triliun yang naik 4,2 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.
Beban PLN terbesar bersumber dari bahan bakar dan pelumas, sebesar Rp 101,87 triliun atau naik 16,28 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 85,27 triliun.
Beban berikutnya adalah pembelian tenaga listrik dari pembangkit yang dikelola swasta (Independent Power Producer/IPP) sebesar Rp 60,61 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 53,54 triliun. Selanjutnya kenaikan diikuti beban penyusutan sebesar Rp 22,78 triliun, dan beban pemeliharaan Rp 15,01 triliun.
Sedangkan beban kepegawaian turun 6,81 persen menjadi Rp 14,74 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 15,82 triliun.
Adapun subsidi listrik pemerintah tercatat Rp 39,77 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 36,19 triliun. Kemudian beban keuangan naik menjadi Rp 16,18 triliun dari periode hingga September 2018 sebesar Rp 14,80 triliun. Akan tetapi, PLN mampu catatkan penghasilan lain-lain sebesar Rp 8,52 triliun hingga September 2018 dari rugi Rp 1,31 triliun.
Total liabilitas PLN tercatat Rp 543,42 triliun pada 30 September 2018 dari periode 31 Desember 2017 sebesar Rp 465,54 triliun. Ekuitas PLN tercatat Rp 842,99 triliun pada 30 September 2018. Total aset dan liabilitas mencapai Rp 1.386,41 triliun pada 30 September 2018.
Sementara itu, laba perusahaan sebelum selisih kurs pada triwulan III tahun 2018 sebesar Rp 9,6 triliun, meningkat 13,3 persen dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp 8,5 triliun. Kenaikan laba tersebut ditopang oleh kenaikan penjualan dan efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan serta adanya kebijakan pemerintah DMO harga batubara.
"Nilai penjualan tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar Rp12,6 triliun atau 6,93 persen sehingga menjadi Rp 194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp181,8 triliun," ujarEPV Corporate Comunication PT PLN (Persero)Made Suprateka dalam rilisnya, Selasa (30/10).
Reporter: Pebrianto Eko Wicaksono
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada Selasa (14/5), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan di Jakarta ditutup melemah di tengah pasar menantikan data inflasi Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaPLN menyetorkan dividen bagi negara sebesar Rp3,09 triliun.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani menyampaikan anggaran subsidi BBM dan liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) turun dari Rp114,3 triliun menjadi Rp113,7 triliun.
Baca SelengkapnyaPerusahaan berkode saham TINS ini mencatat rugi sekitar Rp450 miliar.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan aset ini menjadikan PLN sebagai BUMN utilitas terbesar di Indonesia.
Baca SelengkapnyaTernyata ini biang kerok nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat anjlok ke level Rp16.026 di hari ketiga lebaran Idulfitri.
Baca SelengkapnyaPLN berkontribusi dengan dividen bagi negara sebesar Rp3,09 triliun atau mencapai satu setengah kali dari target yang ditetapkan.
Baca SelengkapnyaMelemahnya Rupiah bisa berdampak pada kenaikan harga-harga bahan kebutuhan pokok hingga elektronik berikut ini.
Baca SelengkapnyaMenteri Erick Thohir ingatkan BUMN yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS karena nilai tukar Rupiah terus anjlok beberapa hari terakhir.
Baca SelengkapnyaKeuangan PLN pernah diramal hampir ambruk. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya kelebihan pasokan (supply) listrik di Pulau Jawa pada 2021 lalu.
Baca SelengkapnyaDari sisi internal, pelemahan nilai tukar Rupiah dipengaruhi gejolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaKinerja Rupiah yang masih baik tersebut didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan surplus neraca perdagangan barang.
Baca Selengkapnya