Mengungkap Simbolisme Kuku dalam Budaya China Kuno: Lambang Status Kekayaan
Memotong kuku pada hari-hari tertentu dalam setahun membawa keberuntungan.
Memotong kuku pada hari-hari tertentu dalam setahun membawa keberuntungan.
-
Apa arti kuku berwarna kuning? Arti warna kuku kuning dan cokelat bagi kesehatan sering dikaitkan dengan infeksi jamur.
-
Mengapa gigi babi hutan jadi simbol status? Eibl menjelaskan, dua potongan gigi babi hutan itu mungkin adalah dua bagian wadah yang dulunya berisi pisau batu dan alat untuk membuat api—simbol status, karena berburu babi hutan pada saat itu berbahaya.
-
Bagaimana kuku menggambarkan kondisi kesehatan? Padahal, kondisi kuku yang sehat dan kuat bukan hanya menjadi kabar baik untuk manikur saja. Melainkan juga menjadi pertanda baik untuk kesehatan tubuh secara menyeluruh.
-
Apa tanda kuku tabuh? Kuku tabuh atau yang juga disebut nail clubbing adalah kondisi di mana ujung jari membengkak dan kuku menjadi melengkung membulat.
-
Apa yang ditemukan di China? Peneliti di China menemukan pecahan fosil dinosaurus yang tidak dikenal, yang kemudian diketahui merupakan spesies baru.
Mengungkap Simbolisme Kuku dalam Budaya China Kuno: Lambang Status Kekayaan
Pada masa China kuno, kuku memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar bagian tubuh.
Dianggap sebagai simbol kasih sayang yang mendalam dan lambang status kekayaan, kuku mencerminkan kepribadian dan kedudukan sosial seseorang.
Dilansir dari The World of Chinese (20/6), pada zaman Dinasti Tang (618-907), ada seorang penyair wanita bernama Chao Chai yang menulis sebuah syair berjudul “Song in Midnight (《子夜歌》).” Puisi ini menceritakan tentang seorang wanita yang kesepian.
Dia berdiri dekat jendela yang terbuka, menatap keluar dengan perasaan rindu yang mendalam, mengharapkan kekasihnya yang sudah lama tidak ditemuinya.
Wanita ini ingin menunjukkan kepada kekasihnya betapa besar cintanya.
Alih-alih mengirim surat cinta atau perhiasan, dia memilih untuk memberikan sesuatu yang lebih bermakna yaitu kuku jarinya yang terawat rapi.
Dia memotong kukunya dan mengirimkannya dalam tas sutra halus kepada kekasihnya.
The Classic of Filial Piety (《孝经》), sebuah teks yang dikaitkan dengan Konfusius dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (770-476 SM), mencatat bahwa “rambut, kulit, dan tubuh berasal dari orang tua dan kita tidak boleh menyakiti mereka; ini adalah kesalehan anak.” Dalam budaya tersebut, kuku dianggap sebagai bagian penting dari tubuh seseorang yang harus dihormati.
Ada juga cerita dari periode Negara-Negara Berperang (475-221 SM) yang menunjukkan pentingnya kuku. Dalam teks Hanfeizi (《韩非子》), Marquis Zhao dari Han menguji kejujuran bawahannya dengan berpura-pura kehilangan kuku jarinya.
Banyak bawahannya yang memotong kuku mereka sendiri dan mengklaim bahwa mereka telah menemukan kuku Marquis Zhao untuk mendapatkan dukungan politik. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak jujur dan hanya ingin mencari keuntungan pribadi.
Baik pria maupun wanita dari kalangan atas di China kuno memanjangkan kuku mereka sebagai simbol kekayaan dan status. Kuku yang panjang menunjukkan bahwa mereka tidak perlu melakukan pekerjaan kasar.
Namun, beberapa pemimpin menunjukkan komitmen mereka terhadap dunia dengan mengorbankan kuku mereka. Menurut Sejarah Musim Semi dan Musim Gugur (《吕氏春秋》), Cheng Tang, raja pertama dinasti Shang, memotong rambut dan kuku jarinya sebagai pengorbanan kepada surga untuk meminta hujan selama musim kemarau.
Selama Dinasti Tang, dokter terkenal Sun Simiao menyarankan bahwa memotong kuku pada hari-hari tertentu dalam setahun membawa keberuntungan. Selain itu, ketika seseorang meninggal, kukunya akan dipotong dan dikuburkan bersamanya sebagai simbol bakti kepada orang tua dan leluhur di akhirat. Dalam novel Dinasti Qing, "Mimpi Kamar Merah (《红楼梦》)," seorang pelayan sekarat memilih untuk menggigit kuku panjangnya dan memberikannya kepada tuannya sebagai tanda kasih sayang.
Wanita juga mempercantik dan merawat kuku mereka. Pada masa Dinasti Tang, seni cat kuku mencapai puncaknya. Yang Guifei, selir favorit Kaisar Xuanzong, dikabarkan dilahirkan dengan kuku berwarna merah, sehingga menjadi tren di kalangan istana.
Pada Dinasti Ming dan Qing, wanita kelas atas menggunakan pelindung kuku sebagai aksesori dan simbol status.
Terbuat dari logam, cangkang, atau batu giok, pelindung kuku ini dihiasi dengan berbagai desain. Janda Permaisuri Cixi, penguasa de facto Dinasti Qing, terkenal karena kukunya yang panjangnya enam inci dan dihiasi dengan pelindung kuku yang mewah.
Reporter Magang: Nur Pangesti