Menko Airlangga Pede Ekonomi Digital RI Bisa Tembus Rp9.732 triliun di 2030
Ada 6 tantangan yang perlu diselesaikan agar ekonomi digital Indonesia tembus Rp9.732 triliun di tahun 2030.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memprediksi pertumbuhan ekonomi digital di pasar ASEAN bisa mencapai USD2 triliun atau Rp32.443 triliun pada 2030 (kurs dolar AS: Rp16.221).
Prediksi tersebut sejalan dengan adanya Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang telah dilakukan negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Menurut, Airlangga, DEFA bisa turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital ASEAN hingga 2 kali lipat, termasuk untuk Indonesia.
"Jadi ekonomi Indonesia yang 2030 diperkirakan untuk digital USD360 miliar (Rp5.839 triliun) itu akan naik jadi USD600 miliar (Rp9.732 triliun)," kata Airlangga dalam pembukaan Karya Kreatif Indonesia (KKI) dan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) 2024, di Jakarta, Kamis (1/8).
Agar mencapai target tersebut ada beberapa syarat yang perlu disiapkan, di antaranya melalui digital trade, cross-border e-commerce, digital ID and authentication, dan meningkatkan e-payment, serta diperlukan kemanan digital yang aman (cybersecurity).
"Untuk e-payment, BI sudah jauh lebih depan dari semua region di dunia. Local currency ini sudah menjadi contoh berbagai negara lain," ujar Airlangga.
Di sisi lain, proyeksi ekonomi digital tersebut turut disokong jumlah perusahaan rintisan (startup) di Indonesia yang jumlahnya terbanyak ke-6 di dunia. Sehingga hal itu tentu jadi andalan negara untuk menyambut pertumbuhan ekonomi digital.
Airlangga menyampaikan, jumlah startup Indonesia juga berada di peringkat ke-6 secara global dengan startup inovatif terbanyak atau peringkat ke-1 di ASEAN, bahkan Indonesia lebih tinggi daripada Jerman.
"Pak (Jokowi) jadi kita di ASEAN nomor satu. Singapura di peringkat ke-11," ujarnya.
Adapun saat ini jumlah startup unicorn Indonesia berjumlah 15 unicorn, dan terdapat 2 decacorn yang sudah masuk kancah global, diantaranya Goto dan J&TExpress.
Tantangan Ekonomi Digital di Indonesia
Meski demikian perkembangan ekonomi digital Indonesia memiliki 6 tantangan. Pertama infrastruktur digital yang belum merata. Berdasarkan digital Competitiveness index oleh east venture, pihaknya telah memetakan per daerah terkait pemerataan infrastruktur digital.
Ternyata, wilayah Jawa masih mendominasi tingkat daya saing digital, karena infrastrukturnya lebih baik. Namun, Sulawesi Tenggara masuk dalam 8 besar daerah yang memiliki daya saing digital mumpuni, karena terdapat proyek infrastruktur digital dan adanya palapa ring.
"Ini bukti pemerataan infrastruktur harus kita dorong," kata Airlangga.
Kedua, talenta digital unggul dan adaptif. Airlangga menyebut daerah yang menjadi contoh memiliki talenta digital unggul adalah Provinsi Gorontalo.
"Gorontalo ini scorenya tinggi, naik peringkat 10 peringkat ke ranking 20, ini didukung oleh program lokal 'Remaja Cakap Digital" dari Diskominfo setempat," kata Airlangga.
Ketiga, dukungan penuh bagi startup dan UMKM. Airlangga menyebut, Provinsi Riau mampu naik tujuh tingkat ke posisi 14 didukung oleh sektor kewirausahaan, produktivitas, pelatihan kewirausahaan, dan aplikasi UMKM oleh Pemda.
Keempat diperlukan regulasi yang adaptif dan melindungi. Kelima, peningkatan inklusi keuangan. Kata Airlangga, Pemerintah saat ini terus meningkatkan inklusi keuangan, seperti QR Code yang didukung Dewan Nasional Keuangan Inklusif, dan kolaborasi dengan pihak ketiga, contohnya dengan Mastercard.
Keenam inovasi dan investasi teknologi baru seperti semikonduktor, Ai, dan lain sebagainya.