Menteri Arifin Tegaskan PLTU Suralaya Tak Bisa Langsung Disetop, Begini Alasannya
Arifin tak menampikan, operasional PLTU Suralaya berdampak pada polusi udara hingga ke Jakarta.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap alasan belum bisa menyetop operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten. Pertimbangannya soal sumber energi pengganti untuk wilayah tersebut.
Arifin tak menampikan, operasional PLTU Suralaya berdampak pada polusi udara hingga ke Jakarta. Apalagi, kawasan Cilegon, Banten juga dipenuhi oleh industri.
"Kita lihat lah masa operasinya udah berapa lama, kemudian ya saya sendiri kan pernah terbang dari di atas wilayah itu kan emang berat tuh emisinya di daerah sana, daerah cilegon, banyak industri, kemudian pembangkitnya juga gede," kata Arifin, ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (14/8).
Kendati begitu, dia mengatakan perlu ada sumber energi penggantinya untuk menggantikan peran PLTU Suralaya. Misalnya, perlu ada penyambungan transmisi yang mengalirkan energi bersih.
Hal itu bisa dilakukan dari Sumatera ke Jawa. Apalagi, energi baru terbarukan sulit dipenuhi dari Jawa saja.
"Nah Jawa ini kalau kita lihat potensi-potensi energi-energi barunya enggak mungkin, enggak cukup untuk bisa di-support, harus ada sambungan dari Sumatera ke depan," kata Arifin.
"Tapi itu kan kita harus lakukan bertahap, jadi kalau gak ada infrastruktur transmisi ya gak akan bisa masuk energi-energi baru ini," sambung Arifin.
Soal pensiun dini PLTU ini, Arifin menyampaikan, akan mempertimbangkan usia PLTU yang paling tua lebih dulu. Kemudian, melihat dari sisi kemampuan hingga besaran emisi yang disumbang.
Rencana Penutupan PLTU Suralaya
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap rencana untuk menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, di Cilegon, Banten. Menurutnya, penutupan itu bisa memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Dia mengatakan segera melakukan rapat untuk menindaklanjuti rencana tersebut. Mengingat lagi, PLTU Suralaya sudah beroperasi selama puluhan tahun.
"Ya PLTU mau kita rapatin nanti yang Suralaya itu kan sudah banyak polusinya ya. Dan sudah lebih 40 tahun ya, jadi kita pengen exercise kita ingin kaji kalau bisa kita tutup supaya mengurangi polusi Jakarta," ungkap Menko Luhut, ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (14/8).
Dalam forum pengusaha sektor minyak dan gas bumi (migas), dia mengatakan indeks kualitas udara di Jakarta bisa turun sekitar 50-60 poin. Saat ini, indeks kualitas udara Jakarta masih berkisar 170-200. Angka itu mengindikasikan buruknya kualitas udara untuk kesehatan masyarakat.
"Kita Jakarta ini kalau bisa kalau kita tutup tadi (PLTU) Suralaya kita berharap akan bisa turun mungkin di bawah 100 indeksnya ini," ucap Luhut.
Dia turut menyinggung indeks kualitas udara di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang hanya mencatatkan angka 6. Bahkan, kualitss udara di IKN jauh lebih baik dibandingkan dengan Singapura.
"IKN itu hanya 6 indeksnya, jadi, Singapura aja 24 apa 30 jadi IKN itu jauh lebih bagus," tegasnya.
Gara-Gara Polusi Negara Habiskan Rp38 Triliun untuk Berobat Masyarakat
Luhut mengungkap besaran biaya yang dikeluarkan pemerintah dan masyarakat untuk menangani masalah kesehatan. Utamanya sebagai imbas dari kulalitas udara yang buruk di Jakarta.
"Karena pemerintah itu mengeluarkan Rp38 triliun untuk biaya berobat ada yang melalui BPJS, ada yang melalui pengeluaran sendiri utk kesehatan, karena akibat udara yang sampe 170-200 indeks ini," kata dia.
Dia mengaku enggan hal ini terus menjadi persoalan kedepannya. Maka, diperlukan upaya menyeluruh dalam memperbaiki kualitas udara.
"Itu banyak yang sakit ISPA, kalian pun kena, saya pun kena semua. Jadi ini beban kita ramai-ramai, jadi kalau ada yang keberatan ya kamu rasain aja terus-terusan, kita ndak mau kena," pungkasnya.