Nasib Pedagang Kecil Terkait Aturan Larangan Penjualan Rokok 200 Meter dari Tempat Pendidikan
Nikson menekankan revisi PP 28/2024 ini penting untuk diakukan untuk memastikan aturan tersebut tidak diskriminatif dan tetap melindungi semua pihak.
Tokoh masyarakat yang juga mantan Bupati Tapanuli selama dua periode, Nikson Nababan meminta agar aturan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang menghambat pertumbuhan UMKM bisa dicabut.
Seperti diketahui, beleid ini belakangan tengah mendapat sorotan dari berbagai pihak, terutama pedagang kecil dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Nikson mengusulkan agar PP ini dicabut untuk kemudian direvisi menyesuaikan masukan dari pihak terdampak seperti UMKM, demi mengatasi kekhawatiran terkait dampak diskriminatif terhadap pelaku usaha kecil.
Nikson menekankan revisi PP 28/2024 ini penting untuk diakukan untuk memastikan aturan tersebut tidak diskriminatif dan tetap melindungi semua pihak.
Dia menjelaskan bahwa perlindungan terhadap dampak rokok memang harus menjadi prioritas, namun harus dilakukan dengan pendekatan yang tidak merugikan pelaku usaha yang telah lama beroperasi dan berkontribusi pada perekonomian lokal.
“PP ini harus dikaji ulang dan didesain kembali agar lebih efektif. Yang utama adalah memperketat aturan bagi penjualan rokok kepada anak-anak tanpa mengorbankan keberlangsungan usaha pedagang kecil," tutur Nikson.
Lebih lanjut, Nikson menyoroti mengenai zonasi larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
“Aturan mengenai jarak 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak ini tidak adil bagi pedagang kecil. Aturan ini bisa menutup banyak tempat usaha, terutama bagi pedagang kali lima dan UMKM yang bergantung pada penjualan rokok,” ujarnya.
Pendapatan Terancam Turun
Nikson mengkhawatirkan dampak atas peraturan ini yang akan dirasakan oleh pelaku ekonomi di daerah. Pendapatan pedagang otomatis terancam menurun akibat adanya ketentuan dalam PP tersebut. Hal ini pun dinilai akan berdampak bagi kemampuan pedagang untuk dapat mempertahankan usahanya.
Tidak hanya itu, situasi serba sulit ini pun berpotensi memperlebar celah bagi munculya rokok ilegal yang akan semakin merugikan pendapatan negara dari pajak dan cukai. Nikson berpendapat dengan pembatasan yang ada saat ini, kemungkinan besar rokok ilegal akan semakin marak.
Selain itu, Nikson juga mengkritik mengenai larangan iklan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Melalui aturan ini, akan terjadi potensi penurunan pendapatan daerah dari pajak reklame hingga hilangnya lapangan pekerjaan di daerah.
“Yang penting itu harusnya adalah bagaimana iklan (produk tembakau) harus sesuai dengan peraturan yang ada, tanpa mengandung unsur yang merugikan. Kalau dilarang seperti ini malah akan menurunkan pemasukan daerah,” tutupnya.