OJK Siapkan Pembiayaan KPR bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Program tiga juta rumah akan menggerakkan dan meningkatkan pertumbuhan di sektor perumahan.
Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman menggagas program membangun tiga juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal itu ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Dukungan Percepatan Pelaksanaan Program Tiga Juta Rumah.
Dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungannya melalui pembiayaan perumahan, program prioritas pemerintah, serta perluasan mandat OJK dalam penguatan dan pengembangan industri jasa keuangan.
"Terkait program itu, OJK memberikan dukungan kepada program pemerintah untuk pembangunan dan penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk memiliki rumah," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam konferensi pers, Selasa (14/1).
Menurutnya program ini akan menggerakkan dan meningkatkan pertumbuhan di sektor perumahan dan konstruksi yang juga sangat penting bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, bentuk dukungan yang telah dilakukan pihaknya yakni termasuk menyampaikan surat kepada perbankan dan LJK lainnya agar dapat mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
"OJK memberikan ruang bagi lembaga jasa keuangan untuk mengambil kebijakan pemberian kredit dan pembiayaan berdasarkan penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan risk appetite dan pertimbangan bisnis," imbuh dia.
Pertimbangan Kualitas KPR
Selain itu, terkait dengan berbagai kebijakan-kebijakan lain yang mendukung sektor perumahan, Mahendra menyampaikan pertama, kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran.
Hal ini sesuai dengan POJK Nomor 40 Tahun 2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, dalam hal ini terkait penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan platform sampai Rp5 miliar yang dapat dilakukan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga yang dikenal dengan istilah satu pilar, yang juga dapat dilakukan untuk KPR.
"Pemberlakuan penilaian kualitas aset itu bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya di mana bank menilai dengan tiga pilar, yaitu prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar," jelas dia.
Kemudian KPR dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam penghitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit atau Aktiva Tertimbangan Menurut Risiko (ATMR) kredit.
Hal ini sesuai dengan SEOJK Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penghitungan ATMR Untuk Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar Bagi Bank Umum.
Kredit untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya, antara lain kredit kepada korporasi.
"Dalam ketentuan itu, bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot rendah sebesar 20 persen berdasarkan loan to value. Dengan begitu, perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyeluruhkan KPR selanjutnya," ucap Mahendra.