Sederet Bukti dan Fakta Jumlah Kelas Menengah Turun
Jumlah kelas menengah ini turun menjadi kelompok menuju ke kelas menengah
Ekonom Sekaligus Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listyanto, mengatakan terjadinya deflasi 4 bulan berturut-turut dikarenakan terjadi pelemahan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah.
"Deflasi 4 bulan berturut-turut, sudah pasti daya belinya melemah. Karena harga pangan kecenderungannya turun. Tapi gambaran deflasi 4 bulan ini sudah bermasalah daya beli kita," kata Eko dalam diskusi publik bertajuk "Kelas Menengah Turun Kelas", Senin (9/9).
Menurutnya, secara agregat makronya sudah kelihatan di kuartal I dan kuartal II-2024 meskipun ada momen besar seperti Pemilu Presiden dan puasa serta lebaran, ternyata tidak mampu mendorong peningkatan daya beli.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga tumbuh 4,93 persen secara tahunan pada kuartal II-2024. Kemudian, pada kuartal I-2024 tumbuh 4,91 persen secara tahunan.
Eko menilai dengan terjadinya deflasi dan penurunan angka konsumsi rumah tangga tersebut seharusnya menjadi alarm bagi Pemerintah bahwa daya beli masyarakat di Indonesia sedang bermasalah.
"Mei, Juni, Juli, Agustus deflasi berturut-turut, ini sudah sangat jelas ada persoalan di daya beli masyarakat," ujarnya.
Oleh karena itu, Eko menilai Pemerintah harus lebih memperhatikan deflasi dan penurunan daya beli masyarakat ke depannya. Ia pun memprediksi jika tidak segera ditangani maka konsumsi rumah tangga tidak akan mengalami perbaikan hingga akhir tahun 2024.
"Sepertinya kalau saya lihat sampai akhir tahun juga nggak ada tanda-tanda pembaikan ya. Kemungkinan, mungkin di triwulan 4 nanti ya. Tapi itu harus kita lihat," pungkasnya.
Data masyarakat kelas menengah
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2023 dari 23 persen menjadi 18,82 persen terhadap total penduduk di Indonesia.
Sementara persentase jumlah penduduk kelas rentan meningkat dari 18,9 persen menjadi 20,32 persen, begitu pula masyarakat calon kelas menengah yang meningkat dari 49,6 persen menjadi 53,45 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kelas menengah mengalami “turun kelas”.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar mengatakan penyebab utama turunnya kelas menengah tahun ini adalah pandemi Covid-19. Tercermin dari data yang dimiliki, penurunan jumlah penduduk kelas menengah berkurang sejak 2019.
Menurutnya, efek pandemi pada 2020 lalu masih terasa sampai saat ini, terutama kepada perekonomian. Masyarakat kelas menengah pun turut merasakan dampaknya.
Berdasarkan data BPS, pada 2019 jumlah penduduk kelas menengah sebanyak 57,33 juta orang, turun menjadi 53,83 pada 2021. Lanjut pada 2022 juta turun menjadi 49,51 juta.
Senada, jumlah penduduk kelas atas juga turun dari 1,26 juta di 2023 menjadi 1,07 juta pada 2024. Artinya, kelas menengah yang hilang turun kelas bukan naik kelas.
Menurutnya, jumlah kelas menengah ini turun menjadi kelompok menuju ke kelas menengah atau aspiring middle class yang naik menjadi 137,50 juta di 2024 dari 136,92 juta pada 2023.