Untung Rugi Indonesia Alami Deflasi 4 Bulan Berturut-turut
Deflasi berturut-turut terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Per Agustus 2024, BPS mencatat deflasi 0,03 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama empat bulan berturut-turut Indonesia mengalami deflasi. Deflasi berturut-turut terjadi sejak Mei hingga Agustus 2024. Per Agustus 2024, BPS mencatat deflasi 0,03 persen.
Ekonom Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita, menilai risiko dari deflasi yang berkelanjutan dalam empat bulan yakni penurunan tingkat konsumsi rumah tangga. Sehingga sangat berpotesi akan menekan angka pertumbuhan ekonomi di kuartal III tahun ini. Mengingat kontribusi konsumsi rumah tangga sangat besar kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
Tak hanya itu risiko selanjutnya prospek investasi untuk beberapa sektor yang terkait dengan konsumsi rumah tangga dan daya beli sehari-sehari masyarakat akan memburuk. Bahkan berpotensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) alias gulung tikar di sektor makanan-minuman, manufaktur, terutama tekstil, dan properti.
"Prospek investasi untuk sektor-sektor ini akan menurun karena para investor akan berpikir panjang untuk melakukan ekspansi bisnis atau investasi baru di sektor ini, karena prospek pasarnya memburuk," kata Ronny di Jakarta, Selasa (3/9).
Di sisi lain dampak deflasi yang berturut-turut ini sudah berimbas di sektor manufaktur yang eksis. Tak dapat dipungkiri aktivitas bisnis mereka terus tertekan. Kemudian, sebagian tenaga kerja akhirnya harus kena PHK.
Dampak Positif Deflasi 4 Bulan Berturut-turut
Jika dilihat dari sisi positifnya, Ronny bilang masyarakat bisa tetap berbelanja ketika terjadi penurunan harga. Setidaknya kondisi deflasi membuat daya beli masyarakat tidak tertekan. Sehingga bisa tetap mendapatkan volume barang dan jasa setara dengan empat bulan lalu, karena harga cenderung stagnan.
"Tetapi minusnya seperti yang dijelaskan di atas, kurang bagus secara makro, karena berimbas langsung kepada pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan, pengangguran, dan kemiskinan," kata Ronny.
Untuk itu dia menyarankan, Pemerintah melakukan intervensi dari sisi kebijakan sosial kesejahteraan dalam berbagai bentuk dan jenis. Tujuannya agar bisa membatu daya beli masyarakat tidak semakin turun.
Pemerintah juga harus melakukan berbagai macam terobosan agar tidak terjadi perluasan PHK. Di satu sisi Pemerintah harus mendorong percepatan pembukaan lapangan kerja baru dengan menstimulasi investasi baru di sisi lain.
"Semakin banyak lapangan pekerjaan yang terbuka, semakin banyak mayarakat yang berpendapatan. Sehingga semakin banyak masyarakat yang mengosumsi barang dan jasa," kata Ronny.
"Lalu permintaan naik, prospek usaha dan investasi meningkat yang akan mengundang semakin banyak investasi baru, karena prospek permintaan semakin naik," sambung Ronny.
Biang Kerok Deflasi 4 Bulan Berturut-turut
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan, Indonesia mengalami deflasi empat kali berturut-turut ini disebabkan oleh faktor melimpahnya pasokan atau supply side. Terkait dugaan fenomena pelemahan daya beli masyarakat, dia menyebut perlu ada kajian yang lebih mendalam.
"Saya tegaskan kembali bahwa fenomena deflasi 4 bulan ini lebih ditunjukkan dari sisi supply, artinya masih terjadi di sisi penawaran. Jika hal ini (deflasi) kemudian (dipengaruhi) pada pendapatan masyarakat maka kita perlu gaji lebih lanjut untuk bisa membuktikan asumsi tersebut," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers di Gedung BPS Pusat, Jakarta, Senin (2/9) lalu.
Dia menjelaskan, tren deflasi hingga Agustus 2024 ini didukung oleh sisi penawaran atau supply side. Yakni, andil deflasi di sumbang karena penurunan harga pangan seperti produk tanaman pangan kemudian hortikultura dan peternakan.
Kondisi ini disebabkan karena biaya produksi yang terus menurun. Penurunan biaya produksi ini berdampak pada harga di tingkat konsumen juga ikut turun.
"Nah ini juga karena seiring dengan adanya panen raya ya, sehingga pasokannya berlimpah dan akibatnya harganya juga ikut turun," beber Pudji.
Deflasi Beruntun Pertama Era Reformasi
Pudji mengatakan, tren peristiwa deflasi selama empat bulan berturut-turut ini bahkan pertama kali terjadi. Dalam catatan BPS, pada tahun 1999 setelah krisis finansial Asia Indonesia mengalami pernah deflasi selama 7 bulan berturut-turut yaitu selama bulan Maret 1999 sampai dengan september 1999.
"Deflasi ini sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar dan penurunan harga barang beberapa jenis barang," ujar dia.
Kemudian periode deflasi lainnya yang terjadi pada tahun Desember 2008 hingga Januari 2009 selama krisis finansial global. Saat itu, deflasi terjadi karena penurunan harga minyak dunia dan juga karena permintaan domestik yang melemah.
Selanjutnya, Indonesia juga kembali mencatatkan deflasi selama 3 bulan berturut-turut yaitu sejak Juli sampai dengan September 2020. Deflasi ini dipicu oleh empat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi yaitu kelompok makanan minuman dan tembakau, kelompok pakaian dan alas kaki, kelompok transportasi, serta kelompok informasi komunikasi dan jasa keuangan.
"Dengan (deflasi) 4 kelompok ini mengindikasikan bahwa penurunan daya beli tahun 2020 pada periode awal pandemi 2019 kemarin," tegasnya.