Daya Beli Kelas Menengah Terseok-seok, Gaji Habis Buat Beli Makan
Erosi daya beli masyarakat kelas menengah ini tercermin dari peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan.
Baru-baru ini Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat-Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM-FEB UI) merilis riset kondisi penduduk kelas menengah terkini. Dalam laporan Seri Analisis Makroekonomi: Indonesia Economic Outlook Triwulan III-2024, tertulis sub judul daya beli kelas menengah terus tergerus.
Pada tahun 2023, total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah adalah 82,3 persen dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Dalam hal ini calon kelas menengah menyumbang 45,5 persen dan kelas menengah menyumbang 36,8 persen. Ini menandai peningkatan dari tahun 2014, karena kelompok ini masing-masing menyumbang 41,8 persen dan 34,7 persen dari konsumsi.
Namun, tren mereka mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir. Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4 persen pada tahun 2018. Sebaliknya, porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9 persen pada periode yang sama.
"Penurunan ini menunjukkan pengurangan konsumsi kelas menengah, yang mencerminkan potensi penurunan daya beli mereka," dikutip dari Seri Analisis Makroekonomi: Indonesia Economic Outlook Triwulan III-2024 LPEM-FEB UI, Kamis (15/8).
Porsi pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran dapat dilihat untuk lebih memahami tren ini. Hukum Engel menyatakan ketika pendapatan menurun, proporsi pengeluaran yang dialokasikan untuk makanan meningkat.
Hal ini karena makanan adalah kebutuhan dasar, dan orang cenderung mempertahankan tingkat konsumsi makanan mereka meskipun dengan pendapatan yang lebih rendah. Sehingga, penurunan daya beli umumnya mengakibatkan persentase pengeluaran yang lebih tinggi untuk makanan.
Tren Konsumsi Kelas Menengah Turun
Pada tahun 2023, mayoritas orang Indonesia masih mengalokasikan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan, dengan pengecualian untuk kelas menengah dan kelas atas. Kelas menengah mengalokasikan 41,3 persen dari pengeluaran mereka untuk makanan, sedangkan kelas atas menghabiskan 15,6 persen.
Bagi calon kelas menengah, porsi pengeluaran untuk makanan sedikit menurun dari 56,1 persen pada tahun 2014 menjadi 55,7 persen pada tahun 2023. Sebaliknya, kelas menengah mengalami peningkatan pengeluaran untuk makanan, naik dari 36,6 perse menjadi 41,3 persen pada periode yang sama.
Peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan, atau penurunan konsumsi nonmakanan, dapat dijadikan indikator yang mengkhawatirkan. Pengeluaran nonmakanan, seperti untuk barang tahan lama, kesehatan, pendidikan, dan hiburan, lebih menunjukkan daya beli dan kesejahteraan ekonomi.
Pengeluaran ini cenderung meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan dan merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan menunjukkan penurunan daya beli kelas menengah.
"Erosi daya beli ini menjadi mengkhawatirkan karena berdampak pada konsumsi agregat yang merupakan pendorong penting pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir," tulis laporan tersebut.
Peran Kelas Menengah Bagi Ekonomi RI
LPEM-FEB UI menyatakan kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara. Mereka menyumbang 50,7 persen dari penerimaan pajak. Sementara calon kelas menengah menyumbang 34,5 persen.
Kontribusi ini sangat penting untuk mendanai program pembangunan publik, termasuk investasi infrastruktur dan sumber daya manusia. Untuk mendukung investasi tersebut, sangat penting untuk menjaga daya beli, baik kelas menengah maupun calon kelas menengah.
Pada tahun 2022, rasio pajak terhadap PDB Indonesia berada di angka 9,1 persen, yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hal ini menekankan pentingnya kontribusi pajak yang kuat dari kelompok-kelompok ini untuk memperkuat keuangan publik.
"Jika daya beli mereka menurun, kontribusi pajak mereka mungkin berkurang yang berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah dan mengganggu kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan dan membiayai proyek pembangunan," tulis laporan tersebut.
Kelas Menengah Merosot
Secara umum jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan di tahun 2023. Masih dari riset yang sama jumlah kelas menengah Indonesia sekitar 52 juta jiwa. Padahal di tahun 2018, jumlah penduduk kelas menengah tercatat 60 juta jiwa.
Dalam riset tersebut dijelaskan antara tahun 2014 hingga 2018, jumlah penduduk kelas menengah bertambah hingga lebih dari 21 juta jiwa. Meningkat dari 39 juta jiwa menjadi 60 juta jiwa.
"Pada periode ini, proporsi kelas menengah meningkat dari 15,6 persen menjadi 23,0 persen," tulis laporan tersebut.
Sejak saat itu, penduduk kelas menengah mengalami penurunan hingga lebih dari 8,5 juta jiwa. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk kelas menengah hanya mencakup 52 juta jiwa dengan proporsi populasi sekitar 18,8 persen saat ini.