Tips Keuangan Ini Dijamin Tidak Akan Didengar Milenial dan Gen Z
Gen Z dan milenial merasa tips keuangan sudah sangat usang dilakukan.

Vivian Tu, yang lebih dikenal sebagai Sahabat Kaya Anda, baru-baru ini berbagi pandangan mengenai nasihat keuangan yang tidak akan didengar oleh kaum muda seperti Millenial dan Gen Z.
Dilansir Business Insider, Vivian Tu menyampaikan tips ini sudah ketinggalan zaman atau tidak lagi berlaku di era modern. Bahkan kiat-kiat yang secara teknis masih bisa digunakan pun tidak seefektif dulu.
Berikut adalah empat tips mengelola keuangan yang tidak akan didengarkan oleh generasi muda yaitu Gen Z dan milenial menurut Vivian Tu .
Lunasi Utang dengan Pekerjaan Kedua
Sayangnya, utang adalah hal yang lumrah. Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Juni 2023 nilai pinjaman masyarakat Indonesia ke pinjaman online mencapai Rp50,12 triliun. Mirisnya, mayoritas pengguna pinjol merupakan Gen Z dan milenial dari rentang usia 19 hingga 34 tahun.
Berdasarkan riset No Limit Indonesia 2021, pinjaman online sebagian besar digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk membayar utang yakni tercatat sebanyak 1.433 orang.
Namun, meskipun saran lama untuk mendapatkan pekerjaan kedua atau bahkan pekerjaan sampingan untuk melunasi utang mungkin lebih tepat di masa lalu, generasi milenial dan Gen Z tidak lagi mengikutinya dengan ketat.
Menurut Tu, sebagian alasannya adalah banyak pekerja muda yang sudah sangat lelah dengan mahalnya dunia ini sehingga saran tersebut tidak didengarkan.
“Ketika orang tua saya kuliah, biaya kuliahnya hanya satu pisang, seperempat dolar, dan satu jabat tangan,” kata Tu. “Namun sekarang, untuk kuliah, pada usia 17 atau 18 tahun, Anda harus menandatangani selembar kertas yang bertuliskan, 'Saya siap untuk gaji enam digit'," ujar Tu.
Berhenti Makan di Luar
Saran bahwa harus berhenti makan di luar untuk menghemat uang juga sebagian besar diabaikan saat ini.
"Saya pikir generasi yang lebih tua telah menyebarkan nasihat ini bahwa jika Anda bekerja keras, jika Anda melakukan semua hal yang benar, Anda akan mencapai impian Amerika," kata Tu.
Namun bagi banyak orang, kenyataannya sedikit berbeda. Banyak pekerja yang sudah memangkas pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kesempatan untuk keluar sesekali untuk makan bersama orang-orang terkasih terlalu sulit untuk dilewatkan karena itu sering kali menjadi satu-satunya pengeluaran yang mereka keluarkan sendiri.
Sering kali, generasi muda bahkan menyisihkan uang khusus untuk makan di luar. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak melakukannya sama sekali.
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan oleh Jakpat pada Oktober 2024, masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar saat ini ada untuk makan di luar dengan persentase sebesar 52%.
Ini mencerminkan gaya hidup masyarakat urban yang semakin sibuk dan terbatas waktu untuk memasak di rumah. Tren makan di luar ini dipengaruhi oleh urbanisasi dan ketersediaan tempat-tempat kuliner yang menawarkan pengalaman bersantap yang bervariasi.
Selain makan di luar, pemesanan makanan secara online juga menyumbang pengeluaran yang signifikan, mencapai 48%. Layanan pesan antar makanan menjadi solusi praktis bagi masyarakat yang menginginkan kemudahan dalam mendapatkan makanan tanpa harus meninggalkan tempat aktivitas.
Kemajuan teknologi dan keberadaan platform pesan makanan yang menawarkan berbagai promosi semakin mendorong masyarakat untuk mengalokasikan pengeluaran pada layanan ini, melengkapi tren makan di luar.
Tetaplah pada Pekerjaan Penuh Waktu Anda
Bagi generasi yang lebih tua, konsep tetap setia pada pekerjaan penuh waktu mungkin lebih masuk akal daripada di masyarakat saat ini.
"Menjadi loyal tidak ada gunanya," kata Tu. Ia menambahkan bahwa banyak orang yang memilih untuk bertahan dengan pekerjaan mereka saat ini akhirnya kehilangan pendapatan yang lebih tinggi yang bisa mereka dapatkan dengan beralih ke pemberi kerja baru.
Hal ini tidak berarti generasi milenial dan Gen Z berganti-ganti pekerjaan setiap bulan, tetapi ini berarti mereka mencari peluang yang lebih baik yang membayar sesuai dengan keterampilan, pengalaman, dan pendidikan mereka, dan yang membantu mereka mencapai tujuan keuangan yang lebih besar.
Semua Utang Itu Buruk
“Ketika kita meminjamkan uang kepada orang miskin, kita menyebutnya utang,” kata Tu. “Ketika kita meminjamkan uang kepada orang kaya, kita menyebutnya leverage. Utang tidak baik atau buruk secara moral. Sama seperti rekening investasi atau rekening tabungan, utang adalah alat, dan kaum muda perlu belajar cara menggunakannya.”
Jika digunakan dengan benar, utang dapat menjadi sangat bermanfaat. Pinjaman hipotek atau pinjaman usaha, misalnya, dapat membantu seseorang mencapai tujuan mereka untuk memiliki rumah atau mengembangkan usaha.
Namun, beberapa jenis utang bisa mahal dan menyebabkan komplikasi keuangan jangka panjang. Kartu kredit merupakan salah satu "utang macet" utama. Pinjaman mahasiswa, kecuali jika lebih dari cukup untuk membayar sendiri, juga dapat menghalangi orang mencapai tujuan besar mereka.
Alih-alih memandang semua utang sebagai hal yang buruk, generasi milenial dan Gen Z mulai melihat adanya nuansa abu-abu. Ini bukan tentang menghindarinya sama sekali. Ini tentang menanggungnya dan membayarnya secara strategis.