Transaksi Jual-Beli Tinggal Scan Barcode QRIS, Bagaimana Nasib Uang Fisik?
Transaksi secara non tunai hanya dengan scan barcode QRIS pun merupakan kondisi yang lumrah.
Transaksi secara non tunai hanya dengan scan barcode QRIS pun merupakan kondisi yang lumrah.
Transaksi Jual-Beli Tinggal Scan Barcode QRIS, Bagaimana Nasib Uang Fisik?
Transaksi Jual-Beli Tinggal Scan Barcode QRIS, Bagaimana Nasib Uang Fisik?
Ekonomi digital sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat saat ini.
Transaksi secara non tunai hanya dengan scan barcode QRIS pun merupakan kondisi yang lumrah.
Di satu sisi, transaksi digital tidak dapat serta merta menggantikan peran uang tunai.
Melansir Business Insider, sejumlah pakar ekonomi mengatakan, uang tunai masih sangat dibutuhkan bagi kelompok-kelompok tertentu.
“Uang tunai masih sangat penting bagi segmen konsumen tertentu,” ujar Asisten Profesor Pemasaran di Fakultas Bisnis Universitas Notre Dame Mendoza, Christopher Bechler, dikutip Selasa (27/2).
Christopher mengatakan, kelompok yang mengandalkan transaksi secara tunai umumnya mereka yang tidak memiliki rekening bank.
Kalaupun bertransaksi secara non tunai, mereka akan mengandalkan layanan keuangan alternatif seperti agen bank di beberapa toko.
Dalam penelitiannya, Christopher menyimpulkan transaksi dengan uang tunai cenderung untuk metode pembayaran barang-barang yang nilainya di bawah Rp100.000.
Dalam studinya, pada tahun 2023 yang diterbitkan dalam Journal of Association for Consumer Research, Christopher menemukan, konsumen 'membayar dengan kartu untuk diingat dan uang tunai untuk dilupakan' karena metode terakhir tidak akan meninggalkan jejak pada pembelian mereka.
Kepala Departmen Pengelolaan Uang, Bank Indonesia, Marlison Hakim sebelumnya pernah menyampaikan dalam peluncuran uang kertas emisi 2022, kebutuhan uang kartal di masyarakat masih tinggi, meski terjadi digitalisasi pembayaran pada setiap sektor.
"Kebutuhan uang kartal juga tetap tinggi, dalam pertumbuhan uang yang diedarkan sekarang tetap tumbuh, cuma semakin melambat kisaran 7,8 persen," ujar Marlison dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/8) lalu.
Dia mengatakan, infrastruktur transaksi berbasis digital tidak dapat berjalan secara merata di Indonesia dikenakan infrastruktur yang belum merata.
Bagi wilayah Indonesia dengan akses digital belum optimal, Marlison menuturkan, penggunaan uang kertas masih sangat dibutuhkan sebagai alat transaksi yang sah.
Lagipula, pencetakan uang emisi baru tidak hanya dilakukan di Indonesia. Menurut Marlison, sejumlah negara terus mencetak emisi terbaru dengan optimalisasi keamanan.
"Dengan karateristik bangsa kita dengan digitalisasi ada beberapa hambatan sehingga kebutuhan uang kartal masih tinggi dalam konteks ini Bank Indonesia menyediakan uang rupiah harus kami penuhi," pungkasnya.