Perang Afghanistan: Mayat-Mayat Bergelimpangan di Jalanan Lashkar Gah
Merdeka.com - "Taliban tidak akan mengasihani kami dan pemerintah tidak akan menghentikan pengeboman."
Penduduk Lashkar Gah di Afghanistan selatan adalah satu dari ribuan yang terjebak atau melarikan diri saat pertempuran pecah antara militan dan pasukan pemerintah untuk perebutan kota.
BBC tidak menyebutkan nama beberapa orang yang diwawancarai dalam artikel ini karena alasan keamanan.
-
Siapa yang terlibat dalam perseteruan ini? Keputusan ini muncul sebagai bagian dari perseteruan panjangnya dengan mantan suaminya, Atalarik Syach.
-
Siapa saja yang terlibat dalam perkelahian? Dua kelompok pemuda yang bentrok tersebut ialah dari kelompok Markus (21) dengan kelompok Jony (24).
-
Bagaimana mereka kabur? 'Udah kosong, ga ada orangnya,' terangnya.
-
Dimana pertempuran terjadi? Pertempuran demi pertempuran pun bergejolak di mana-mana. Tentara Indonesia yang sebagian besar terdiri dari orang pribumi ini berjuang keras demi mempertahankan kemerdekaan dan tanah kelahiran mereka. Salah satu peristiwa penting yang tak lekang oleh waktu adalah Pertempuran Lima Hari Lima Malam yang terjadi di Kota Palembang, Sumatra Selatan.
-
Di mana warga Rafah mengungsi? Sumber: Al Jazeera Israel sebelumnya menetapkan Rafah sebagai 'zona aman', tapi kini mengancam melakukan serangan darat di sana, membuat jutaan orang terjebak, ketakutan, dan tidak tahu harus kemana lagi.
"Ada mayat di jalan. Kami tidak tahu apakah mereka warga sipil atau Taliban," kata pria itu kepada layanan BBC Afghanistan dalam sebuah wawancara di Whatsapp, dikutip Rabu (4/8).
"Puluhan keluarga telah meninggalkan rumah mereka dan menetap di dekat sungai Helmand."
Penduduk lainnya mengatakan kepada BBC, mereka melihat mayat-mayat tergeletak di jalan-jalan.
Merebut ibukota provinsi Helmand yang terkepung akan menjadi nilai simbolis yang sangat besar bagi para pemberontak saat mereka terus melakukan penyerbuan setelah penarikan pasukan asing. Helmand merupakan pusat kampanye militer AS dan Inggris.
PBB dan badan internasional lainnya memperingatkan krisis kemanusiaan yang memburuk. Pada Selasa, PBB menyampaikan sedikitnya 40 warga sipil tewas di Lashkar Gah dalam satu hari terakhir.
Tentara Afghanistan mendesak warga sipil meninggalkan Lashkar Gah menjelang serangan besar-besaran terhadap Taliban. Di wilayah lain di selatan Afghanistan, Taliban berusaha merebut Kandahar, bekas benteng mereka, dan bentrokan juga meningkat di Herat di barat.
Pertempuran berlanjut di Lashkar Gah selama berhari-hari. Saat ini militan dilaporkan menguasai sebagian besar distrik tersebut.
"Kami sedang melalui hari-hari yang sulit," kata seorang mahasiswa di kota itu kepada BBC.
"Taliban terlihat di jalan-jalan kota. Kehadiran Taliban mengejutkan orang-orang di sini,” kata seorang pria lainnya pada Minggu.
“Toko-toko tutup, dan kendaraan militer pemerintah tergeletak hancur di tengah jalan. Perang berlanjut di beberapa meter dari kantor gubernur dan Direktorat Keamanan Nasional.”
"Pemerintah pusat mengatakan baru-baru ini mereka telah mengerahkan pasukan komando baru ke Lashkar Gah, tapi kami tidak melihat mereka."
Ratusan pasukan bantuan Afghanistan dilaporkan telah dikerahkan ke kota itu.
Pada akhir pekan, Kepada dewan provinsi Helmand, Attaullah Afghan mengakui pertempuran tampaknya "keluar dari kendali kami".
Taliban telah membuat kemajuan lebih lanjut minggu ini, meskipun pesawat tempur Afghanistan dan AS menargetkan para pemberontak tersebut.
Ada laporan bahwa pejuang Taliban telah mengambil posisi di dalam rumah, toko dan pasar - orang-orang terjebak di rumah mereka saat pertempuran berlangsung di jalan-jalan.
Para militan umumnya memperingatkan warga melalui pengeras suara untuk pergi tetapi kadang-kadang mereka memasuki rumah - penduduk setempat hanya memiliki beberapa menit untuk melarikan diri atau berisiko terjebak dalam baku tembak karena rumah mereka menjadi bagian dari medan perang.
"Taliban memberi tahu kami jika kami tidak meninggalkan rumah dalam waktu setengah jam, kami akan dianggap berada di antara polisi dan pasukan Afghanistan," kata mahasiswa yang berbicara dengan layanan BBC Afghanistan.
Saat berkuasa di akhir 1990-an, Taliban secara terbuka mengeksekusi orang dan membatasi akses perempuan mendapatkan pendidikan dan pekerjaan.
Taliban mengklaim telah berubah dan tidak akan lagi menggunakan kekerasan seperti itu - namun banyak orang Afghanistan skeptis.
Human Rights Watch mendokumentasikan kasus-kasus serangan balasan oleh militan terhadap warga sipil yang dianggap mendukung pemerintah.
PBB mengatakan warga sipil menanggung beban konflik dan mendesak semua pihak untuk berbuat lebih banyak untuk melindungi warga sipil atau dampaknya akan menjadi bencana besar.
Ribuan orang yang lolos dari pertempuran sekarang menghadapi kekurangan makanan, air minum, dan obat-obatan.
Badan-badan bantuan tidak memiliki akses ke sebagian besar pengungsi, dan pusat kesehatan serta rumah sakit tidak memiliki kapasitas untuk menangani jumlah korban. Beberapa fasilitas kesehatan hancur, sementara ada juga fasilitas yang tidak beroperasi.
Seorang dokter di Lashkar Gah, Masood Khan, mengatakan banyak pasien luka parah dilarikan ke rumah sakitnya. Khan khawatir banyak korban lain yang tidak dapat menjangka rumah sakit. Menurutnya, persediaan obat-obatan semakin menipis.
"Kami menerima banyak korban perang. Ada pertempuran di sekitar," jelasnya kepada BBC pada Senin.
Khan merupakan dokter spesialis perawatan intensif di rumah sakit yang dikelola badan amal kesehatan MSF.
Video kekejaman Taliban banyak beredar di media sosial. Hal ini membuat warga semakin khawatir kelompok itu akan kembali berkuasa.
AS dan Inggris mengatakan kelompok itu mungkin telah melakukan kejahatan perang, menuduh mereka membantai puluhan warga sipil dalam pembunuhan balas dendam di Spin Boldak, di perbatasan dengan Pakistan.
Ada juga laporan setidaknya 40 Hazara dari minoritas Muslim Syiah menjadi sasaran dan dibunuh di Malistan di provinsi Ghazni timur.
Taliban membantah tuduhan itu, menyebutnya tidak berdasar, dan mengunggah gambar mengerikan dari mereka sendiri tentang korban sipil dalam serangan udara Afghanistan dan AS.
Mereka yang terjebak dalam pertempuran yang semakin memburuk memiliki sedikit pilihan.
"Kami tidak punya roti atau air di rumah, dan listrik benar-benar padam," ujar seorang pengusaha lokal di Laskhar Gah kepada BBC.
"Saya tidak tahu harus pergi ke mana, ada bentrokan di setiap sudut kota."
Seorang penerjemah Afghanistan yang tinggal di kota itu mengatakan hidupnya terancam oleh Taliban karena dia pernah bekerja untuk pasukan Inggris.
"Saya telah mengubah alamat tiga kali. Rumah saya sendiri telah direbut Taliban dan mereka tinggal di sana," ujarnya.
"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi mereka mencari dari rumah ke rumah untuk menemukan orang-orang yang bekerja untuk NATO."
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sedikitnya sekitar 30 orang tewas saat terjangan banjir bandang dahsyat menyapu beberapa wilayah Afghanistan pada akhir pekan lalu.
Baca SelengkapnyaDi provinsi Baghlan terdapat 311 korban tewas, 2.011 rumah hancur dan hampir 3.000 rumah rusak parah.
Baca SelengkapnyaPopulasi penduduk Khan Younis yang dihuni 400.000 orang membengkak menjadi lebih dari satu juta orang karena kedatangan pengungsi dari utara Gaza.
Baca SelengkapnyaSetelah pasukan penjajah Israel mundur dari RS Al-Shifa, setelah mengepungnya selama 14 hari, mayat-mayat bergelimpangan.
Baca SelengkapnyaWarga Lebanon di selatan berbondong-bondong mengevakuasikan diri untuk menyelamatkan diri dari pemboman besar-besaran yang dilakukan Israel di Lebanon.
Baca SelengkapnyaKuburan massal dengan ratusan mayat ditemukan di dua rumah sakit Jalur Gaza yang sebelumnya dikuasai tentara Israel, yakni RS Al-Shifa dan RS Al-Nasser.
Baca SelengkapnyaWarga Gaza meninggalkan tanah kelahiran mereka menuju daerah yang lebih aman di hari ke-5 pertempuran Israel dan Hamas.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan 14 jenazah di Kota Padang keluar dari kubur karena terbawa oleh tanah longsor yang menerjang area pemakaman tersebut.
Baca SelengkapnyaPria Palestina itu berjalan di tengah banjir dan hujan deras dengan menggendong jenazah seorang gadis korban serangan Israel yang terbungkus kain kafan putih.
Baca SelengkapnyaKondisi Kota Rafah semakin buruk dengan adanya serangan udara dan rencana serangan darat yang dilakukan Israel.
Baca Selengkapnya