Mengenal Istilah Cancel Culture
Di Indonesia, penggunaan istilah ini sepertinya lebih ramai di media sosial, khususnya di kalangan generasi milenial muda dan Gen-Z.
Istilah cancel culture akhir-akhir ini kembali ramai disebut oleh para pengguna media sosial, khususnya netizen Indonesia.
Cancel culture sendiri berarti tindakan memboikot seorang artis atau publik figur yang ketahuan berbuat salah. Nggak cuma tindakan, terkadang cancel culture juga diterapkan pada orang terkenal bahkan sebuah brand yang salah berbicara ataupun bertindak kriminal.
Di Indonesia, penggunaan istilah ini sepertinya lebih ramai di media sosial, khususnya di kalangan generasi milenial muda dan Gen-Z.
Nah, apa sih sebenarnya istilah cancel culture? Biar lebih paham, yuk simak penjelasan berikut ini.
-
Bagaimana cara menghentikan Cancel Culture? Sebagai alternatif, kita dapat menghindari budaya ini dengan melihat segala sesuatu secara lebih obyektif, menghargai perbedaan pendapat, menghindari asumsi, dan berusaha memahami perspektif orang lain.
-
Siapa saja yang menjadi sasaran utama dari Cancel Culture? Sasaran utama dari fenomena ini adalah tokoh publik, seperti selebritas dan politisi, yang terlibat dalam pelecehan seksual, tindakan rasisme, atau merendahkan gender tertentu.
-
Kenapa Cancel Culture bisa meningkatkan risiko depresi? Cancel culture, meski bertujuan memberikan efek jera, seringkali berujung pada aksi bullying massal. Tindakan ini dapat meningkatkan risiko depresi, gangguan kecemasan, bahkan hingga bunuh diri, seperti yang disoroti oleh sebuah studi di BMC Psychiatry pada 2017.
-
Apa saja dampak negatif dari Cancel Culture? Meski cancel culture dapat mendorong introspeksi diri, tindakan ini juga memiliki dampak negatif seperti peningkatan risiko depresi, kembalinya trauma, dan hilangnya kebebasan berpendapat.
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata promosi yang menarik dan antimainstream? Kumpulan kata-kata promosi menarik mampu memberikan kesan positif kepada pelanggan sehingga mereka tertarik untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan.
-
Kenapa orang merasa terbebani oleh Hustle Culture? Ironisnya hustle culture akan memberikan dampak negatif jika dilakukan secara terus menerus. Salah satunya adalah bisa mengakibatkan burnout dan kehilangan keseimbangan dalam kehidupan. Terjebak dalam siklus kerja yang tak berkesudahan bisa merugikan kesehatan fisik dan mental seseorang. Apalagi jika sudah di tahap mengorbankan aspek-aspek penting dalam hidup.
Laman The New York Post menjelaskan fenomena cancel culture diartikan sebagai ajakan untuk menolak seseorang, brand, acara, hingga film.
Sementara Dr Jill McCorkle seorang Profesor sosiologi dan kriminologi di Universitas Villanova mengatakan hal tersebut merupakan bentuk hukuman dari masyarakat terhadap seseorang yang berperilaku di luar norma sosial.
Dikutip laman Insider, gagasan penolakan tersebut diketahui muncul sejak 2017 yang diawali dengan kesadaran untuk meng-cancel selebriti karena tindakan atau pernyataan bermasalah.
Tren cancel culture juga disinyalir berakar dari blog Tumblr pada awal 2010, terutama sebuah akun bernama Your Fave Is Problematic.
Saat itu, berbagai fandom mendiskusikan mengapa bintang favorit mereka, khususnya selebriti asal Amerika tidak sempurna.
Cancel culture di Indonesia justru baru ramai beberapa tahun terakhir, tepatnya ketika musik K-Pop dan drakor berkembang.
Tindakan tersebut semakin masif dan dikenal berbarengan dengan perkembangan penggunaan sosial media para penggemar K-Pop di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, citra idola K-pop memiliki suatu nilai jual tersendiri bagi agensi yang menaungi mereka.
Namun, ketika mereka melakukan sebuah kesalahan, banyak penggemar khususnya warganet di Korea Selatan yang dengan mudahnya ‘mencoret’ selebriti tersebut dari industri hiburan.
Budaya meng-cancel selebriti itupun akhirnya diketahui oleh para penggemar K-Pop di seluruh dunia, nggak terkecuali Indonesia.
Lantaran perkembangan penggemar dan pengguna sosial media yang semakin masif, kini cancel culture juga diketahui masyarakat Indonesia.
Sebenarnya, cancel culture bisa saja menjadi sebuah hukuman atau sanksi sosial bagi para pelaku kriminal. Misalkan jika di Indonesia ada artis yang melakukan kesalahan atau kriminalitas, biasanya masih saja dielu-elukan oleh para penggemarnya.
Tapi, dengan cancel culture, kemungkinan menimbulkan efek jera dapat saja terjadi karena citra yang dibangun dengan baik, menjadi buruk karena perilakunya sendiri.
- Arti Confess dalam Bahasa Gaul di Media Sosial, Ketahui Cara Penggunaannya
- 14 Istilah dalam Dunia Percintaan Gen Z, Mulai dari Ghosting hingga Dry Dating, Mana yang Pernah Kamu Rasakan?
- Fenomena Cancel Culture dan Dampaknya yang Menakutkan
- FOTO: Hadiri Teman Cerita Festival, Ganjar Ajak Millenial dan Gen Z Jaga Demokrasi Lewat Digital
Meski begitu, cancel culture bisa menjadi bumerang jika ternyata kesalahan sang artis nggak terbukti, seperti di beberapa contoh kasus idol K-Pop. Hal tersebut bisa berbalik menjadi sebuah tindakan bullying yang dilakukan para penggemar terhadap idolanya.
Mengutip dari laman Very Well Mind, tindakan cancel culture bisa berubah menjadi penindasan terhadap objek yang di-cancel. Mereka cenderung akan merasa dikucilkan, terisolasi secara sosial, dan kesepian. Kondisi tersebut dikaitkan dengan tingkat kecemasan, depresi, dan bunuh diri yang lebih tinggi, lho.
Nah, sekarang kamu udah tau banyak tentang cancel culture dan dampaknya. Bagaimana pendapatmu dengan tindakan tersebut? Apakah menurutmu cancel culture cocok diterapkan bagi publik figur atau bahkan brand Indonesia?
Reporter: Farhati Haqiya Silmi