Tsania Marwa Pikirkan Psikologis Anak, Pilih Legawa Soal Hak Asuh
Tsania Marwa memilih untuk menahan egonya dalam memperjuangkan hak asuh anak karena dampak psikologis yang akan dialami anak tersebut.
Tsania Marwa memutuskan untuk bersabar dalam menghadapi masalah hak asuh anak. Ia juga tidak berniat untuk melaporkan Atalarik Syach dan Legawa terkait situasi yang sedang berlangsung, sembari menunggu keinginan anak-anaknya untuk bertemu dengannya.
"Enggak, enggak ada. Maksudnya ngelaporin bapaknya gitu kan? Enggak ada. Aku udah di tahap yang menunggu aja kapan anak aku mau ketemu aku," ungkap Tsania Marwa saat ditemui di Kawasan Senayan, Jakarta, pada Minggu (20/10/2024).
- 6 Potret Tsania Marwa Tampil Menawan Saat wisuda S2 Psikologi, Berhasil Meraih Predikat Cumlaude Setelah Berjuang Keras
- Tsania Marwa Raih Gelas Magister Psikologi, Tesis Terinspirasi Pengalaman Tak Dapat Hak Asuh Anak Usai Cerai dengan Atalar
- Tsania Marwa Tidak Akan Melaporkan Sang Suami Atalarik Syach: Saya Relakan Air Mata Selama 7,5 Tahun Sudah Cukup
- Sebut Hak Asuh Anak Pada Judul Tesis, 8 Foto Tsania Marwa Ketika Lulus Sidang Skripsi S2
Alasan di balik keputusan Tsania Marwa untuk menahan egonya dalam mendapatkan hak asuh anak adalah dampak psikologis yang mungkin dirasakan oleh anak-anaknya.
Ia menyadari bahwa anak-anaknya kini sudah semakin besar dan mampu berpikir secara mandiri.
"Aku mikirin psikologis mereka. Aku nggak mungkin egois dan menurutku mereka udah semakin besar. Syarif 11 tahun, Sabira 9 tahun. Mereka semakin bisa berpikir secara kuat, maksudnya melihat dan menilai keadaan," tambahnya. Dengan pertimbangan tersebut, Tsania berharap bahwa keputusan yang diambilnya akan berdampak positif bagi perkembangan mental anak-anaknya.
Ekstrim
Menurut Tsania, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk melakukan tindakan ekstrem seperti mengambil alih anak yang kini tinggal bersama mantan suaminya. Ia menekankan bahwa melakukan upaya ambil paksa tidaklah bijaksana.
"Jadi menurutku ini bukan saatnya yg tepat untuk melakukan hal hal ekstrim kayak aku main ambil aja, mereka kan juga udah ngerti," ungkap Tsania.
Dalam situasi ini, Tsania merasa penting untuk mempertimbangkan perasaan anak-anak yang sudah memahami kondisi mereka. Ia berpendapat bahwa pendekatan yang lebih baik adalah dengan berkomunikasi dan mencari solusi yang lebih damai, daripada melakukan tindakan yang dapat menimbulkan ketegangan. Dengan demikian, Tsania berharap agar keputusan yang diambil dapat memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya.
Masih Bisa Bertemu dengan Anak-anak
Tsania menyatakan bahwa ia masih bisa bertemu dengan anak-anaknya, meskipun waktu yang tersedia sangat terbatas. Pertemuan tersebut hanya dapat dilakukan di sekolah saat anak-anaknya sedang beristirahat.
"Jadi bukan terserah, waktu saya mah cuma di sekolah aja dan cuma waktu istirahat doang. Jadinya terbatas banget," ungkapnya.
Meskipun situasi ini tidak ideal, Tsania berusaha memanfaatkan momen yang ada dengan sebaik-baiknya. Ia berharap dapat menghabiskan waktu berkualitas dengan anak-anaknya meskipun hanya dalam waktu singkat.
Dengan cara ini, ia tetap bisa menjaga kedekatan emosional dengan mereka, meskipun harus menghadapi keterbatasan waktu yang ada.
Selalu bersyukur
Meskipun waktu yang ada tidak memungkinkan untuk mempererat hubungan dengan anak, Tsania Marwa tetap merasa bersyukur.
"Dibilang cukup, nggak ya. Tapi harus dicukup-cukupin karena nggak punya pilihan. Aku lebih baik mensyukuri aja, jadi aku punya kesempatan ketemu di sekolah. Ya udah nggak apa-apa, dijalanin aja," ungkap Tsania Marwa. Dalam situasi yang sulit ini, Tsania berusaha untuk tetap positif.
Ia mengakui bahwa meskipun tidak ada cukup waktu, setiap momen yang dihabiskan bersama anak-anak di sekolah tetaplah berharga. Dengan sikap tersebut, Tsania menunjukkan bahwa meskipun tantangan ada, rasa syukur dan penerimaan adalah kunci untuk menjalani kehidupan sehari-hari.