Anak-anak Indonesia termasuk banyak alami kekerasan seksual hingga mental
Anak-anak Indonesia termasuk banyak alami kekerasan seksual hingga mental. Menurut penelitian yang dilakukan Kalyanamitra, Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan, ada enam negara ASEAN yang memiliki kasus kekerasan pada anak perempuan.
Kekerasan pada anak perempuan semakin merajalela. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di beberapa negara lainnya. Anak perempuan yang seharusnya dilindungi, namun kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan anak-anak perempuan yang mengalami kekerasan tidak berani mengakui keadaan mereka. Dan pada akhirnya, mereka akan diam dan menyembunyikan masalah mereka.
Menurut penelitian yang dilakukan Kalyanamitra, Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan, ada enam negara ASEAN yang memiliki kasus kekerasan pada anak perempuan, yaitu Kamboja, Thailand, Filiphina, Indonesia, Brunei, Myanmar. Namun di Kamboja, Undang-undang untuk kekerasan perempuan tidak spesifik ditujukan pada anak perempuan.
"Ada kata perempuan, tapi tidak mengatur definisi anak perempuan," kata perwakilan Kalyanamitra Rena Herdiani di Jakarta, Selasa (10/10).
Menurut Kalyanamitra, anak-anak di kawasan ASEAN menderita berbagai bentuk kekerasan, berupa kekerasan fisik, seksual, mental, pengabaian, atau kelalaian perawatan dan pengasuhan, dan pekerja anak.
Biasanya kekerasan terhadap anak disebabkan perbedaan etnis, agama, kelas dan kondisi disabilitas.
Selain itu, masih ada definisi untuk usia anak di enam negara ini, yang ternyata tidak sesuai dengan standar konvensi hak perlindungan anak, yaitu sekitar 14 sampai 18 tahun. Seperti di Brunei usia anak di bawah 14 tahun, usia anak di Kamboja di bawah 18 tahun, usia anak Indonesia di bawah 18 tahun, usia anak di Myanmar di bawah 17 tahun, usia anak di Filipina di bawah 18 tahun, dan usia anak di Thailand di bawah 18 tahun.
"Di enam negara ini ada berbagai bentuk UU untuk kekerasan seksual.
Yaitu pemerkosaan, perdagangan manusia tentang pelacuran, kekerasan tentang teknologi informasi dan Komunikasi, dan sebagian undang-undang mengatur kekerasan seksual dalam hukum kriminal dan pidana. Atau UU KDRT," tambahnya.
Aturan khusus tentang kekerasan seksual di enam negara ini juga masih ada yang diskriminatif juga.
"Seperti di Indonesia, soal pemerkosaan, soal pencabulan, itu lebih banyak dipersoalkan tentang moralitas, bukan dikaitkan dengan hukum," katanya.
Penelitian ini merekomendasikan untuk memprioritaskan kekerasan seksual terhadap anak perempuan, terutama anak perempuan yang terpinggirkan, sebagai persoalan yang mendesak di ASEAN dan enam negara yang tercakup dalam penelitian ini.