AS Jatuhkan Sanksi kepada Pemukim Israel di Tepi Barat
Dengan pemerintahan Donald Trump yang baru, efektivitas sanksi-sanksi ini masih belum dapat dipastikan.
Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) mengumumkan pada hari Senin (18/11/2024) bahwa mereka akan memberikan sanksi kepada kelompok pemukim Israel yang terlibat dalam tindakan kekerasan di Tepi Barat yang diduduki.
Dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Yahudi terhadap warga Palestina di wilayah tersebut telah meningkat. Sanksi ini secara khusus menargetkan kelompok pemukim Amana, yang oleh Kementerian Keuangan AS dianggap sebagai bagian penting dari gerakan permukiman ekstremis Israel. Kementerian Keuangan AS juga mengungkapkan bahwa kelompok ini memiliki keterkaitan dengan individu-individu yang sebelumnya telah dikenakan sanksi oleh pemerintah AS dan mitranya karena terlibat dalam kekerasan di Tepi Barat.
- Trump Tunjuk Tokoh Agama Anti-Palestina Jadi Dubes AS Untuk Israel
- Kemenangan Donald Trump Dianggap Mimpi Buruk Bagi Jerman, Ini Alasannya
- Para Menteri Israel Bergembira Trump Kembali Jadi Presiden AS, Berharap Dapat Keuntungan Ini
- Trump Dinilai Bakal Makin Kuat Dukung Israel di Timur Tengah, Ini Tanda-Tandanya Kata Pengamat
Menurut laporan dari Middle East Eye pada Rabu (20/11), sanksi ini juga mencakup salah satu anak perusahaan Amana, yaitu Binyanei Bar Amana, yang diketahui membangun dan menjual rumah di pemukiman Israel serta pos-pos pemukim.
"AS, bersama dengan sekutu-sekutu kami, tetap berkomitmen untuk memastikan pertanggungjawaban bagi mereka yang berusaha memfasilitasi kegiatan yang merusak stabilitas, yang mengancam ketentraman Tepi Barat, Israel, dan kawasan yang lebih luas," ujar Wakil Menteri Keuangan AS, Wally Adeyemo. Sebelumnya, Inggris juga telah menjatuhkan sanksi kepada Amana bulan lalu. Selain itu, pemerintahan Biden juga mengumumkan sanksi terhadap beberapa pemukim Yahudi, termasuk Itamar Yehuda Levi, Eyal Hari, Shabtai Koshlevsky, dan Zohar Sabah. Permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki dianggap ilegal menurut hukum internasional, namun Israel terus melanjutkan pembangunan permukiman di wilayah tersebut selama beberapa dekade terakhir.
Infrastruktur permukiman yang ada telah memisahkan tanah-tanah yang hanya dapat diakses oleh warga negara Israel, dan sejumlah kelompok hak asasi manusia telah menggambarkannya sebagai sistem apartheid. Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintahan Biden telah mengumumkan beberapa putaran sanksi yang menargetkan pemukim Yahudi serta organisasi pemukim yang beroperasi di Tepi Barat, yang semuanya berkaitan dengan tindakan kekerasan pemukim terhadap warga Palestina.
Laporan dari International Crisis Group bulan lalu menunjukkan bahwa sejak Oktober 2023, telah terjadi seribu serangan oleh pemukim Yahudi yang menyebabkan 1.300 warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka. Meskipun AS telah menjatuhkan beberapa sanksi kepada kelompok pemukim, kelompok hak asasi manusia telah lama mendesak AS untuk memberikan sanksi kepada para pemimpin permukiman ini serta pejabat pemerintah Israel yang terlibat dalam aktivitas permukiman.
Ironisnya, dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah acara di AS telah diadakan untuk mempromosikan properti yang terletak di permukiman-permukiman di Tepi Barat yang diduduki. Dengan pemerintahan Donald Trump yang akan datang, masih belum jelas seberapa efektif sanksi-sanksi ini nantinya. Pemerintahan Trump sebelumnya telah menyatakan bahwa permukiman-permukiman Israel tidak bertentangan dengan hukum internasional. Baru-baru ini, Trump, yang akan resmi menjabat sebagai presiden ke-47 AS pada 20 Januari 2025, menunjuk pengusaha properti Steven Witcoff sebagai utusannya untuk Timur Tengah.
Apa dampak dari sanksi tersebut?
Akibat dari sanksi yang diterapkan, semua aset dan kepentingan yang dimiliki oleh individu atau entitas terkait, baik yang berada di wilayah Amerika Serikat maupun yang berada di bawah kendali warga negara AS, akan dibekukan dan wajib dilaporkan kepada OFAC. OFAC, atau Biro Pengendalian Aset Luar Negeri, adalah lembaga yang beroperasi di bawah Kementerian Keuangan AS.
Selain itu, setiap entitas yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung, baik secara individu maupun kolektif, dengan kepemilikan 50 persen atau lebih oleh satu atau lebih individu, juga akan mengalami pemblokiran. Warga negara non-AS juga harus mematuhi sejumlah larangan yang ditetapkan oleh OFAC.
Sebagai contoh, mereka dilarang untuk menyebabkan atau bersekongkol dalam tindakan yang memungkinkan warga negara AS, baik secara sadar maupun tidak, untuk melanggar sanksi yang berlaku di AS, serta terlibat dalam kegiatan yang bertujuan menghindari sanksi tersebut. Pelanggaran terhadap sanksi ini dapat mengakibatkan konsekuensi hukum, baik dalam bentuk sanksi perdata maupun pidana.