Bisakah Mahkamah Internasional Tangkap Netanyahu Atas Kejahatan Perang di Gaza? Begini Analisis Ahli
Israel telah membunuh lebih dari 34.000 warga sipil Palestina di Gaza dalam tujuh bulan terakhir.
Israel telah membunuh lebih dari 34.000 warga sipil Palestina di Gaza dalam tujuh bulan terakhir.
- Menteri Israel Ini Ingin Tinggal di Gaza Setelah Mengusir Warga Palestina
- Media Israel Ungkap Netanyahu Sangat Tertekan dan Ketakutan Bakal Ditangkap Mahkamah Internasional Atas Genosida di Gaza
- Dukung Usulan Netanyahu, Parlemen Israel Tolak Pendirian Negara Palestina
- Seperti Sudah Diduga, Menteri Israel Sebut Pembebasan Tawanan di Gaza Tak Penting, Militer Punya Tujuan Lain
Bisakah Mahkamah Internasional Tangkap Netanyahu Atas Kejahatan Perang di Gaza? Begini Analisis Ahli
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) digadang-gadang bakal mengeluarkan surat penangakapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu atas genosida di Jalur Gaza, Palestina. Israel disebut melakukan genosida di Gaza yang dimulai sejak 7 Oktober 2023.
Sumber: Laman majalah Foreign Policy
Salah satu metode genosida yang dilakukan adalah membuat warga Gaza kelaparan, dengan membatasi akses bantuan yang masuk ke wilayah tersebut.
Jaksa penuntut utama ICC, Karim Khan, berulang kali memperingatkan pihak yang terlibat dalam perang untuk bertindak dengan sangat hati-hati agar tidak membuat krisis kelaparan sebagai senjata perang.
Setelah enam bulan agresi brutal Israel di Gaza, terjadi krisis kelaparan yang besar dan lebih dari 75 persen penduduknya mengungsi karena kehilangan rumah dan tempat tinggal akibat serangan militer Israel.
Ini yang memicu munculnya dugaan bahwa ICC berpotensi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu.
Sejumlah pihak, termasuk pemerintah Amerika Serikat (AS) mempertanyakan yurisdiksi ICC dan meminta pengadilan internasional tersebut untuk mundur dalam menangani dugaan genosida ini, ICC memiliki hak untuk memutuskan legalitas tindakan Israel dan Hamas dalam perang tersebut. Hal ini karena ICC merupakan pengadilan internasional yang memiliki kemampuan untuk mengadili siapapun yang terbukti melakukan tindak pidana termasuk genosida, pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan perang dan agresi.
Berbeda dengan Mahkamah Pengadilan Internasional atau International Court of Justice (ICJ), yang juga mengadili tanggung jawab suatu negara, ICC tidak menuntut negara atau masyarakat.
Dalam pernyataannya pekan lalu, Netanyahu membantah pandangan bahwa surat penangkapan ICC terhadap dirinya dan sejumlah pejabat Israel akan membuat “Israel berada di ujung tanduk.” PM Israel itu juga beranggapan bahwa tuntutan ICC terbatas pada pernyataan-pernyataan individu atas tindakan kejahatan dan tidak bisa mendakwa Israel atau warga negaranya.
Faktanya, ICC memiliki hak untuk mengadili dan menuntut tindakan kejahatan yang dilakukan oleh wilayah suatu negara yang termasuk dalam daftar negara yang memiliki perjanjian atau menjadi pihak Statuta Roma, terlepas dari apakah negara terdakwa merupakan pihak Statuta Roma atau tidak dan dalam kasus ini, Palestina merupakan salah satu anggota negara yang melakukan perjanjian.
Meskipun Israel bukan anggota perjanjian tersebut, Palestina sebagai anggota Statuta Roma dapat memperoleh haknya dalam ICC untuk menuntut pejabat Israel atas keterlibatannya dalam kejahatan yang dilakukan pasukan penjajah Israel di wilayah Palestina. Sebaliknya ICC juga memiliki yurisdiksi terhadap anggota Hamas (pihak Palestina) atas kejahatan internasional yang dilakukan terhadap Israel.
Prinsip hukum yang sama juga telah diterapkan dalam kasus Rusia, yang tidak termasuk dalam keanggotaan Statuta Roma. Namun, pada tahun 2022, tercatat ada 39 negara, termasuk Prancis, Jerman dan Inggris meminta ICC untuk menyelidiki invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini mengakibatkan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin, karena melakukan kejahatan perang di wilayah Ukraina. Hal ini kemudian diberi apresiasi oleh presiden AS, Joe Biden atas langkah berani yang dilakukan ICC.
Oleh sebab itu, akan menjadi kontradiktif jika negara-negara tersebut menerima yurisdiksi ICC atas negara Rusia, namun mengabaikan yurisdiksi terhadap Israel.
Dalam penyelidikan suatu dakwaan, ICC berfokus pada kebenaran apakah terdakwa bersalah atas kejahatan yang dituduhkan menurut hukum internasional tanpa mengandung unsur politik atau campur tangan politik suatu negara. Beberapa negara memilih untuk tidak mendukung pengadilan ini karena beberapa alasan. Hal ini menyebabkan banyak surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC tidak dapat terealisasikan.
Meski belum terkonfirmasi, kemungkinan besar surat perintah penangkapan ICC terhadap pejabat Israel akan mencakup tuduhan penggunaan krisis kelaparan sebagai senjata perang di Gaza, bertumpu pada ucapan-ucapan para pejabat Israel sendiri dan fakta lapangan yang ditemukan.
Sementara penyelidikan ICC berlangsung, negara terdakwa akan menerima asas praduga tak bersalah dan akan diberikan kesempatan untuk membela diri. Di akhir persidangan, ketiga hakim akan memutuskan apakah bukti yang diajukan jaksa terhadap terdakwa telah memenuhi standar pembuktian yang disyaratkan untuk menjatuhkan hukuman.
Masalah langsung bagi pejabat Israel berdasarkan surat perintah penangkapan ICC adalah bahwa 124 negara anggota ICC akan mempunyai hak dan kewajiban hukum untuk menangkap pejabat Israel jika terbukti melibatkan satu dari 124 negara tersebut.