Covid-19 di India: Pesan-Pesan yang Menentukan Antara Hidup dan Mati
Sebuah pesan WhatsApp mulai beredar: “Dua kamar ICU gratis.” Beberapa menit kemudian, kamar-kamar itu habis, didapatkan siapapun yang paling cepat.
Ketika gelombang kedua virus corona menghancurkan India, dengan lebih dari 350.000 kasus dilaporkan per hari, keluarga pasien putus asa mencari bantuan di media sosial.
Dari pagi sampai malam, mereka menjelajahi akun-akun Instagram, mengirim pesan di grup WhatsApp, dan berusaha melalui kontak telepon mereka. Mereka mencari ranjang rumah sakit, oksigen, obat Covid Remdesivir, dan plasma.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang terjadi di bawah permukaan Bumi India? Sebuah studi mengungkapkan bahwa India mulai mengalami perubahan drastis di bawah permukaan Bumi. Para ilmuwan mengklaim bahwa perubahan terjadi secara horizontal dan lempeng tersebut terbelah menjadi lapisan-lapisan terpisah.
-
Siapa yang menjadi sorotan karena menari ala India? Nursyah, ibu dari Indah Permatasari, telah berhasil memikat perhatian netizen dengan aksinya menari ala India yang menjadi viral di media sosial.
-
Apa yang ditemukan di kuburan massal di India? Selain itu, para ilmuwan menemukan berbagai artefak pemakaman, seperti lebih dari 100 gelang dan 27 manik yang terbuat dari cangkang, vas keramik, mangkuk, piring, periuk, kendi kecil, gelas kimia, pot tanah liat, cangkir air, botol, dan toples.
-
Siapa yang memimpin pengumpulan beras untuk India? Bupati Banyuwangi saat itu,R. Oesman Soemodinoto, menjadi ketua komite yang mengurus pengumpulan beras dan proses pemberangkatan kapal ke India.
-
Bagaimana mutasi virus Corona pada pria tersebut terjadi? Selama masa infeksi, dokter berulang kali mengambil sampel dari pria tersebut untuk menganalisis materi genetik virus corona. Mereka menemukan bahwa varian asli Omicron BA1 telah mengalami lebih dari 50 kali mutasi, termasuk beberapa yang memungkinkannya untuk menghindari sistem kekebalan tubuh manusia.
Sebuah pesan WhatsApp mulai beredar: “Dua kamar ICU gratis.”
Beberapa menit kemudian, kamar-kamar itu habis, didapatkan siapapun yang paling cepat.
Pesan lain berbunyi: “Sangat butuh konsentrator oksigen. Tolong bantu.”
Saat sistem kesehatan melemah, komunitas, swadaya, dan keberuntungan berdiri di antara hidup dan mati.
Tetapi permintaan melebihi persediaan dan orang sakit tidak memiliki banyak waktu. Yang lain kelelahan dan tertekan setelah berhari-hari memikul beban untuk menemukan pengobatan yang menyelamatkan jiwa untuk orang yang mereka cintai.
“Jam enam pagi di India dan itulah saat ketika kami mulai menelpon. Kami mencari apa yang diperlukan kakekku pada hari itu – oksigen dan suntikan – dan kami membuka WhatsApp dan kami menelpon setiap orang yang kami kenal,” jelas Avani Singh, dikutip dari BBC, Selasa (27/4).
Kakeknya yang berusia 94 tahun di Delhi sakit parah setelah terinfeksi Covid-19. Dari rumahnya di AS, Avani dan ibunya, Amrita berusaha menghubungi orang-orang yang dikenalnya untuk meminta bantuan.
Akhirnya melalui seorang teman sekolah mereka menemukan sebuah rumah sakit dengan tempat tidur tetapi ternyata tidak ada oksigen. Kakek Avani sekarang sudah tidak sadarkan diri.
“Kemudian saya menunggah permohonan di Facebook dan seorang teman tahu ruang gawat darurat dengan oksigen - karena teman itu ayah saya selamat malam itu,” jelas Amrita.
Saat ayahnya mulai membaik, tugas selanjutnya bagi Avani dan Amrita adalah mendapatkan suntikan Remdesivir. Mereka menelepon dan saudara laki-laki Amrita di Delhi berkendara ke lokasi, menempuh jarak hingga 160 kilometer sehari.
“Kakek saya adalah sahabat saya. Saya sangat berterima kasih kepada orang-orang yang menjalankan halaman Instagram atas semua yang mereka lakukan,” kata Avani.
“Kami mendengar ada satu apotek yang memilikinya, tapi saat sepupu saya sampai di sana, sudah tidak ada yang tersisa. Buka pukul 8.30 pagi dan orang-orang sudah antri sejak tengah malam - hanya 100 yang pertama mendapat suntikan.”
Muncul juga kekhawatiran tentang obat palsu dan kedaluwarsa.
“Sekarang mereka menjual obat di pasar gelap - seharusnya 1.200 rupee dan mereka menjual 100.000 - dan Anda tidak bisa menjamin itu asli,” kata Amrita.
Bantu verifikasi informasi
Di tengah kekacauan, individu-individu mencoba untuk menertibkan dan memusatkan informasi, membentuk kelompok komunitas dan menggunakan akun Instagram untuk menyebarkan kontak.
Arpita Chowdhury (20) dan sekelompok mahasiswa di kampusnya di ibu kota India, Delhi, menjalankan basis data informasi online yang mereka kumpulkan dan verifikasi sendiri.
“Ada yang berubah setiap jam dan menit. Lima menit yang lalu, saya diberitahu bahwa ada rumah sakit dengan 10 tempat tidur yang tersedia, tetapi ketika saya menelepon tidak ada tempat tidur yang tersedia,” jelasnya.
Bersama rekan-rekannya, dia menghubungi nomor kontak yang diiklankan di media sosial yang menawarkan oksigen, tempat tidur, plasma atau obat-obatan dan menerbitkan informasi terverifikasi secara online. Dia kemudian mengajukan permintaan dari kerabat pasien Covid untuk meminta bantuan.
“Pada tingkat paling dasar, itu adalah sesuatu yang dapat kami lakukan untuk membantu,” ujarnya.
Datangi semua rumah sakit
Pada hari Jumat, Aditya Gupta mencari konsentrator oksigen untuk sepupunya yang sakit parah Saurabh Gupta di Gorakhpur, sebuah kota di negara bagian utara Uttar Pradesh.
“Kami mendatangi hampir semua rumah sakit di Gorakhpur. Rumah sakit besar penuh dan yang lain memberi tahu kami: 'Jika Anda dapat memasang oksigen sendiri, maka kami dapat menerima pasien’,” jelasnya.
Melalui WhatsApp, keluarga tersebut mendapatkan satu tabung oksigen tetapi membutuhkan konsentrator untuk membuatnya berfungsi. Stoknya habis pada hari Jumat tetapi mereka menerima jaminan dari pemasok bahwa mereka bisa mendapatkannya.
Tetapi alat yang sangat dibutuhkan tidak pernah tiba dan Saurabh tidak pernah dirawat di rumah sakit.
“Kami kehilangan dia kemarin pagi, dia meninggal di depan orang tuanya,” katanya pada Minggu.
(mdk/pan)