Donald Trump dan Kamala Harris Bersaing Ketat dalam Pilpres AS 2024, Bagaimana Jika Hasilnya Seri?
Pemilihan presiden AS 2024 antara Kamala Harris dan Donald Trump diperkirakan akan berlangsung ketat
Dengan adanya persaingan yang sangat ketat antara kedua kandidat, pemilihan presiden Amerika Serikat 2024 antara Kamala Harris-Tim Walz dan Donald Trump-JD Vance diperkirakan akan berakhir dengan hasil yang sangat tipis.
Diprediksi bahwa ratusan ribu pemilih di beberapa negara bagian yang masih belum pasti akan menjadi faktor kunci dalam menentukan siapa pemenang dari pilpres AS 2024. Selain dukungan dari masyarakat, Donald Trump dan Kamala Harris akan berlomba untuk meraih 270 dari total 538 suara electoral college yang diperlukan untuk memenangkan pemilihan.
- Donald Trump Janji Tak Mau Nyapres Lagi, Tapi Ini Syaratnya
- Didukung Joe Biden di Pilpres AS, ini Rekam Jejak Kamala Harris soal Israel & Palestina
- Donald Trump: Joe Biden Tak Layak Mencalonkan Diri Sebagai Presiden
- Blal-blakan Kamala Harris Usai Kantongi Dukungan Biden di Pilpres AS, Siap Kalahkan Trump
Menurut usa.gov, electoral college adalah suatu proses yang terdiri dari tiga tahap, yaitu pemilihan para pemilih, pertemuan para pemilih untuk memberikan suara bagi presiden dan wakil presiden, serta penghitungan suara oleh Kongres AS. Para pemilih ini berasal dari 50 negara bagian di AS, di mana jumlah pemilih untuk masing-masing negara bagian berbeda-beda, bergantung pada populasi yang ada.
Menariknya, meskipun satu kandidat memenangkan suara mayoritas, jika ia memperoleh lebih sedikit suara electoral college, maka kandidat lawanlah yang akan keluar sebagai pemenang. Hal ini pernah terjadi pada tahun 2016, ketika Hillary Clinton yang meraih 65 juta suara mayoritas justru kalah dari Donald Trump yang mendapatkan 304 suara elektoral.
Oleh karena itu, untuk meraih kemenangan yang jelas, seorang calon presiden harus memperoleh suara mayoritas dalam electoral college. Namun, jika baik Harris maupun Trump masing-masing mendapatkan 269 suara dari total 538 suara yang diperebutkan, maka situasi tersebut akan menghasilkan hasil seri antara kandidat dari Partai Republik dan Partai Demokrat.
Pertanyaannya adalah, apa yang akan terjadi selanjutnya? Siapakah yang akan menjadi presiden AS berikutnya setelah Pemilu AS? Melansir dari Sky News pada Minggu (3/11/2024), jika hasil seri terjadi dalam pilpres AS, maka United States House of Representatives atau Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat akan melakukan pemilihan presiden melalui mekanisme yang disebut contingency election atau pemilihan kontingensi.
Apa yang dimaksud dengan pemilihan kontingensi dan kapan pelaksanaannya?
Jika tidak ada calon yang memperoleh 270 suara yang diperlukan, pemilihan presiden akan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam proses yang dikenal sebagai pemilihan kontingen. Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat terdiri dari 435 anggota, yang juga dikenal sebagai anggota kongres, yang berasal dari 50 negara bagian.
Dalam pemilihan kontingen, setiap kelompok perwakilan dari negara bagian hanya mendapatkan satu suara kolektif, sehingga total suara yang ada menjadi 50. Calon yang berhasil mendapatkan 26 suara atau lebih akan diangkat sebagai presiden.
Berbeda dengan pemilihan umum, di mana presiden dan wakil presiden dipilih secara bersamaan, pada pemilihan kontingen, pemilihan wakil presiden dilakukan melalui pemungutan suara terpisah oleh Senat Amerika Serikat, yang terdiri dari 100 senator. Dengan demikian, secara teoritis, pemilihan kontingen dapat menghasilkan presiden dan wakil presiden yang berasal dari partai politik yang berbeda.
Meskipun pemilihan presiden di Amerika Serikat selalu diadakan pada bulan November, pemilihan kontingen baru akan berlangsung pada awal Januari tahun berikutnya. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pemungutan suara oleh electoral college hanya dilakukan pada tanggal 17 Desember. Setelah itu, suara-suara tersebut akan dihitung di Kongres Amerika Serikat pada tanggal 6 Januari, yang merupakan saat di mana presiden dan wakil presiden terpilih secara resmi diumumkan. Proses ini menunjukkan betapa kompleksnya sistem pemilihan presiden di negara ini, yang dirancang untuk memastikan bahwa semua suara diperhitungkan dengan adil dan transparan.
Apakah mungkin terjadi hasil seri dalam pemilihan kontingensi?
Jumlah negara bagian yang genap secara teoritis memungkinkan terjadinya hasil seri. Apabila hasil seri terjadi dalam pemungutan suara Dewan Perwakilan Rakyat AS untuk memilih presiden, maka pemungutan suara akan diulang sampai salah satu kandidat memperoleh suara mayoritas.
Namun, jika tidak ada pemenang pada hari pelantikan, maka wakil presiden terpilih yang ditunjuk oleh Senat AS akan mengambil alih jabatan. Selain itu, hasil imbang juga bisa terjadi dalam pemilihan wakil presiden, yang mengakibatkan ketua DPR AS akan bertindak sebagai presiden dari hari pelantikan hingga ditetapkannya presiden atau wakil presiden. Dalam situasi ini, presiden pro tempore Senat AS atau seorang pejabat kabinet akan mengambil alih jabatan selanjutnya.
Walau demikian, pemilihan kontingensi berpotensi memiliki calon unggulan, karena setiap kelompok perwakilan dari suatu negara bagian hanya memiliki satu suara, terlepas dari jumlah perwakilan. Dengan demikian, jika satu partai memiliki lebih banyak perwakilan negara bagian dibandingkan yang lain, partai tersebut akan lebih berpeluang untuk meraih 26 suara yang diperlukan dalam pemilihan kontingensi.
Saat ini, belum ada kepastian mengenai partai mana yang akan mendominasi mayoritas negara bagian di Kongres AS, sebab pemilihan pada bulan November juga akan memilih anggota Kongres, dan hanya anggota Kongres yang baru terpilih yang akan memberikan suara dalam pemilihan kontingensi. Apabila pemilihan kontingensi dilaksanakan saat ini, Partai Republik akan memiliki keunggulan dalam pemilihan presiden karena mereka menguasai 26 delegasi negara bagian dan memiliki 220 anggota Kongres, sementara Partai Demokrat hanya memiliki 211 anggota. Di sisi lain, dalam pemilihan wakil presiden, Partai Demokrat memiliki keunggulan dengan 51 senator dibandingkan dengan 49 anggota dari Partai Republik.
Apakah ada kasus di mana Pilpres AS berakhir dengan hasil seri?
Dalam sejarah pemilihan presiden Amerika Serikat, hasil imbang pernah terjadi, meskipun tidak dalam seratus tahun terakhir. Hasil seri pertama kali muncul pada pemilihan presiden keempat yang berlangsung pada tahun 1800, di mana situasi ini sangat rumit sehingga memaksa negara untuk merombak peraturannya.
Pada saat itu, tidak ada kandidat yang mencalonkan diri sebagai wakil presiden; posisi tersebut ditentukan berdasarkan jumlah suara yang diperoleh. Kandidat dengan suara terbanyak akan menjadi presiden, sedangkan yang kedua menjadi wakil presiden. Pada periode tersebut, setiap pemilih memiliki dua suara. Proses penghitungan suara ini menghasilkan Thomas Jefferson dan Aaron Burr, yang keduanya berasal dari partai Demokrat-Republik, mendapatkan jumlah suara yang sama, lebih banyak dibandingkan dengan calon lainnya.
Seperti halnya pemilih di pemilihan presiden tersebut, Kongres juga mengalami kesulitan dalam menentukan siapa yang layak menjadi presiden. Pada akhirnya, Jefferson berhasil meraih kemenangan dengan 36 suara di Kongres. Setelah kejadian tersebut, pemilihan presiden selanjutnya diatur dengan Amandemen ke-12, yang mengharuskan para pemilih untuk memberikan satu suara untuk presiden dan satu suara lagi untuk wakil presiden.
Perubahan ini membuat terjadinya pemilihan kontingensi menjadi lebih jarang. Namun, pemilihan kontingensi kembali terjadi pada tahun 1825, ketika empat kandidat membagi suara elektoral. Meskipun Andrew Jackson memperoleh suara terbanyak, ia tidak mendapatkan mayoritas suara. Akhirnya, John Quincy Adams, yang merupakan saingan Jackson, terpilih sebagai presiden berikutnya oleh Kongres, meskipun ia memiliki jumlah suara publik yang lebih sedikit.