Israel Alami Kekurangan Besar Jumlah Tentara, 20.000 Prajurit Cadangan Ogah Ikut Perang
Kekurangan besar ini terjadi setelah tentara Israel mengalami kekalahan di Lebanon saat bertempur dengan Hizbullah dan di Jalur Gaza.
Militer Israel mengalami kekurangan besar jumlah tentara setelah banyak tentara mereka yang tewas di Gaza dan Lebanon. Hizbullah di Lebanon mengatakan mereka telah membunuh hampir 100 tentara Israel sejak 2 Oktober.
Tentara Israel juga terus mengalami kekalahan di Jalur Gaza, khususnya di wilayah utara, di mana mereka melancarkan kampanye pembersihan dan pemusnahan etnis terhadap penduduk sipil.
- Israel Memang Biang Kerok, Gencatan Senjata dengan Hizbullah Baru Sehari Sudah Kembali Membombardir
- Banyak Tentaranya Tewas di Lebanon, Netanyahu Umumkan Gencatan Senjata
- Sembilan Tentara Elit Israel Tewas Setelah Perangkap Bom Hizbullah Meledak di Sebuah Gedung
- Ogah Kembali Berperang di Gaza, Tentara Israel Ungkap Alasan Mengejutkan
Koran berbahasa Ibrani, Yedioth Ahronoth melaporkan pada Senin (4/11), krisis jumlah pasukan sedang dialami tentara Israel dan saat ini sangat membutuhkan 7.000 anggota baru.
Menurut Yedioth Ahronoth, Israel sedang menghadapi “kekurangan besar” dalam jumlah tentara yang dibutuhkan dan terjadi penurunan jumlah total tentara pria sebesar 1 persen setiap tahunnya.
Sekitar 33 persen laki-laki yang diperintahkan untuk mendaftar tidak datang ke kantor perekrutan dalam beberapa tahun terakhir, sementara 15 persen meninggalkan dinas dan tidak mendaftar di pasukan cadangan.
Angka tersebut di luar banyaknya tentara yang keluar karena alasan medis dan psikologis yang meningkat dari 4 persen menjadi 8 persen.
“Ada 18.000 tentara cadangan tempur dan 20.000 tentara pendukung tempur yang terdaftar sebagai bagian dari pasukan cadangan unit IDF, dan mereka tidak bergabung ketika dipanggil,” kata Divisi Tenaga Kerja Angkatan Darat Israel, seperti dikutip dari The Cradle, Selasa (5/11).
Desersi Berantai
Komandan Brigade dan Batalyon yang diminta untuk menangani situasi ini telah menjelaskan, masalah tersebut berkaitan dengan “desersi berantai,” dan calon tentara tidak dapat dikerahkan “dengan paksa.”
“Situasi di lapangan sulit, karena tentara Israel sangat membutuhkan 7.000 anggota baru,” lanjut laporan itu.
“Tentara mengklaim mereka mampu merekrut 3.000 Haredim (kelompok ultra-Ortodoks Yahudi) (per Agustus lalu), namun sepanjang tahun perekrutan terakhir, hanya 1.200 yang direkrut dari sekitar 13.000 calon tentara,” tambah laporan rersebut
Perekrutan warga ultra-Ortodoks Israel ke dalam militer menjadi isu yang sangat kontroversial di Israel akhir-akhir ini.
Selama bertahun-tahun, anggota komunitas ultra-Ortodoks di Israel yang sedang menjalani studi agama telah dibebaskan dari dinas militer melalui penangguhan dinas selama satu tahun. Dalam praktiknya, pengecualian ini berlaku bahkan bagi laki-laki Haredi yang tidak aktif terlibat dalam studi agama.
Menurut laporan radio tentara Israel pada 28 Oktober, kurang dari empat persen dari 3.000 warga Haredi Israel yang mengikuti dinas militer sejak Juli.