Isu Hantu Komunis Bangkit, Aparat Filipina Turun ke Kampus-Kampus
Untuk menyingkirkan kemungkinan bangkitnya komunis di lembaga elit, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengumumkan keputusan untuk mengakhiri perjanjian 32 tahun yang melarang pasukan keamanan memasuki kampus.
Poster-poster yang muncul di kampus terasa menyeramkan. Poster itu berisi peringatan bahwa Universitas Filipina telah menjadi tempat berkembang biaknya simpatisan komunis dan mahasiswa serta profesor harus meningkatkan kewaspadaan terhadap pemberontak antipemerintah. Beberapa mahasiswa bahkan dicurigai sebagai pelaku yang diperingatkan dalam poster tersebut.
Tak ada yang tahu dari mana asal poster-poster itu, tapi poster semacam itu ditemukan di berbagai kampus di seluruh Filipina dalam beberapa pekan terakhir, menurut mahasiswa dan aktivis kampus. Bulan lalu, pemerintah memutuskan terlibat.
-
Kenapa elang Filipina terancam punah? Ancaman utama mereka adalah kehilangan habitat akibat pertanian, pertambangan, perburuan, penebangan, dan perubahan iklim.
-
Di mana elang Filipina yang terlihat di video ini mendiami? Dikenal dengan sebutan 'elang pemakan monyet' di wilayahnya, burung ini memiliki reputasi yang legendaris di dalam hutan hujan yang lembab di kepulauan Filipina.
-
Bagaimana Filipina menjadi negara merdeka? Baru tanggal 4 Juli 1946, republik Filipina mencapai kemerdekaan penuh setelah mencapai kesepakatan dengan Amerika. Manuel Roxas mengambil kembali sumpahnya sebagai Presiden pertama Republik Filipina, setelah menyepakati perjanjian dengan Amerika Serikat.
-
Bagaimana cara elang Filipina berburu monyet? Untuk berhasil mengejar monyet, dibutuhkan kerja sama antara sepasang elang Filipina. Salah satu elang akan mengalihkan perhatian kera sementara elang yang lain akan menyergap dari atas dan menangkap kera tersebut.
-
Kapan Alice Guo meninggalkan Filipina? Diawali pada 18 Juli 2024 meninggalkan Filipina, lalu menuju Malaysia, kemudian ke Singapura pada 21 Juli, dan melakukan perjalanan ke Indonesia pada 18 Agustus.
-
Di mana Tiongkok dikabarkan melakukan tindakan pengadangan terhadap Filipina? Hal ini dapat tergambarkan dalam konflik perseteruan belum lama ini di Desember 2023, ketika Angkatan Laut (AL) Filipina dihambat dan dihalang-halangi oleh Tiongkok saat melakukan operasi pengiriman logistik ke basis militer Filipina di area Second Thomas Shoal (Pollock & Symon, 2024).
Untuk menyingkirkan kemungkinan bangkitnya komunis di lembaga elit, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengumumkan keputusan untuk mengakhiri perjanjian 32 tahun yang melarang pasukan keamanan memasuki kampus dan menangkap individu tanpa terlebih dahulu berkoordinasi dengan pejabat universitas. Profesor dan mahasiswa sekarang dapat ditangkap atas dasar kecurigaan belaka.
Sekitar 200 mahasiswa berkumpul di kampus di Kota Quezon, memprotes pengumuman tersebut. Dengan mengizinkan pasukan keamanan kembali ke kampus, mereka mengatakan pemerintah telah menargetkan satu dari beberapa tempat di Filipina di mana kritik terhadap Presiden Rodrigo Duterte masih ditolerir. Bagi mereka, tujuan perintah baru itu jelas: tindakan keras lain terhadap kebebasan politik di negara di mana para pembangkang sering kali ditandai dan ditangkap pada saat pemberitahuan.
"Ini adalah perjuangan rakyat," kata Angelo Marfil (19), salah satu mahasiswa yang berkemah di depan gedung Quezon Hall, untuk berunjuk rasa.
"Serangan terhadap institusi akademis adalah serangan terhadap kita semua karena mereka berusaha menakut-nakuti kita," lanjutnya, dikutip dari The New York Times, Rabu (17/2).
Mahasiwa jurusan ilmu politik ini, duduk bersila di lantai dengan secangkir kopi di tangannya sambil menunjuk ke instalasi seni baru yang sedang dibuat rekan mahasiswanya. Instalas itu - terbuat dari bambu, perabotan dan meja tua - dirancang agar terlihat seperti barikade dan untuk memperingati pemberontakan mahasiswa tahun 1971 di kampus tersebut.
"Itu simbol protes kami," katanya.
"Pemerintaham Presiden Duterte telah secara terbuka menyatakan perang terhadap kami."
Seperti mahasiswa lain dalam unjuk rasa tersebut, yang sebagian kecil di antaranya mengenakan rambut warna-warni dan pakaian Pribumi, Marfil bergabung dengan banyak demonstrasi antipemerintah dalam apa yang disebutnya sebagai "parlemen jalanan," melakukan unjuk rasa melawan korupsi pemerintah dan mendukung penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional terhadap Duterte atas pembunuhan massal orang-orang yang dicurigai sebagai pengedar dan pecandu narkoba, yang oleh pengadilan disebut sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan."
Anak bungsu dari empat bersaudara ini mengatakan saudara-saudaranya telah menasihatinya agar dia mengurangi retorikanya tetapi dia memutuskan untuk mengabaikan nasihat tersebut.
Cristina Chi (21), mahasiwi yang juga ikut demo, setuju bahwa tak ada waktu lagi untuk tetap diam dan menggambarkan keputusan terbaru pemerintah mengembalikan pasukan keamanan ke kampus merupakan tindakan intimidasi.
Mahasiswi jurusan komunikasi yang ingin jadi jurnalis ini mengatakan, dia ingat pernah mendengar radio yang menyiarkan perkumpulan massa dan unjuk rasa saat masih anak-anak dan berharap dia bisa ikut. Setelah kuliah selama dua tahun, dia semakin tertarik untuk membuat perubahan.
Chi mengatakan, kata "revolusi" telah menjadi bagian dari wacana hariannya, tapi bukan berarti dia harus dicap sebagai pemberontak yang kejam.
"Jika ada militer yang mendengar hal ini dan menuduh saya, profesor saya, atau teman sekelas saya menyembunyikan ide-ide komunis, tidak adanya kesepakatan akan memungkinkan mereka untuk menyeret saya keluar dari kelas dan menangkap saya atas tuduhan palsu," jelasnya, menambahkan bahwa aktivis dalam kelompok progresif telah menjadi sasaran dan dia khawatir penangkapan seperti itu akan menjadi norma di kampus.
"Juga menghina bahwa mereka berpikir kita membutuhkan perlindungan dari pencucian otak oleh komunis, seolah-olah seseorang dapat memutuskan untuk bergabung dengan perjuangan bersenjata dalam semalam," lanjutnya.
"Menurut saya berbahaya dan tidak benar secara faktual mengatakan bahwa universitas perlu memaksakan ide-ide revolusioner ke dalam pikiran para siswa. Jika ada, itu adalah kondisi buruk pendidikan negara yang membuka mata kita untuk menjadi lebih radikal, lebih kritis."
Oase kebebasan berpendapat
Universitas Filipina telah lama menjadi oase kebebasan berpendapat, melahirkan pemikir ternama negara tersebut. Lahannya yang luas dan hijau, dengan jajaran pohon akasia yang rindang, menjadi saksi momen-momen penting dalam sejarah modern Filipina, termasuk demo mahasiswa yang membantu menggulingkan diktator Ferdinand Marcos pada 1986. Marcos sendiri adalah lulusan universitas tersebut.
Pada 1989, tiga tahun setelah pemberontakan rakyat mengakhiri rezim brutal Marcos, pemerintah setuju untuk tidak menempatkan pasukan keamanan di kampus. Keputusan itu diambil setelah seorang pegawai universitas, Donato Continente, ditangkap di kampus tersebut karena dicurigai membunuh Kolonel James N Rowe dari Angkatan Darat AS, yang merupakan penasihat militer angkatan bersenjata Filipina.
Continente akhirnya dihukum, tetapi dia tetap tidak bersalah dan mengaku disiksa untuk membuat pengakuan. Dia dibebaskan pada 2005 setelah 14 tahun dihukum penjara.
Label merah
Sedikitnya 18 universitas lain, termasuk empat lembaga swasta yang dianggap sebagai sekolah terbaik di Manila, telah diberi label oleh militer dalam beberapa pekan terakhir sebagai "surga perekrutan" bagi komunis. Filipina adalah salah satu dari sedikit tempat di dunia yang memiliki pemberontakan komunis yang aktif.
Militer juga baru-baru ini menerbitkan daftar 27 mantan mahasiswa di Universitas Filipina yang diklaim menjadi anggota Tentara Rakyat Baru, sebuah kelompok pemberontak yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintah melalui konflik bersenjata. Daftar tersebut, termasuk nama-nama jurnalis terkemuka dan mantan pejabat pemerintah, dipublikasikan di akun media sosial pemerintah sebelum diturunkan, memaksa Lorenzana menyampaikan permintaan maaf dan memecat seorang pejabat intelijen.
Fidel Nemenzo, pejabat di kampus utama universitas di Kota Quezon, tidak ingin berspekulasi terkait mengapa pemerintah tiba-tiba membatalkan perjanjian yang melarang pasukan keamanan di luar kampus setelah telah melayani pihak berwenang dan universitas dengan sangat baik selama tiga dekade. Namun dia menegaskan langkah itu dilakukan setahun setelah Duterte menandatangani UU antiterorisme yang menurut para aktivis dirancang untuk membungkam perbedaan pendapat politik.
UU itu, yang memberi militer kekuatan untuk menahan tersangka tanpa surat perintah selama hampir sebulan, ditandatangani oleh Duterte di tengah demo jalanan besar yang diorganisir oleh kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan universitas.
"Bagian dari kampanye ini adalah 'tanda merah' dari institusi dan individu yang kritis terhadap pemerintah," ujar Nemenzo.
"Kebebasan akademis - kebebasan untuk berpikir dan berbicara - membutuhkan tidak adanya rasa takut," tambahnya.
"Bagaimana seseorang dapat berbicara dengan bebas jika militer dapat memasuki universitas tanpa pemberitahuan?"
Saat Nemenzo duduk di kantornya, Pemuda Duterte, sebuah kelompok sayap kanan yang diwakili di Kongres, berusaha mengadakan pertemuan besar di kampus, sehari sebelum aksi demo duduk yang direncanakan. Nemenzo mendorong mereka untuk bubar. Dia mengatakan ada laporan tentang pria berseragam di kendaraan militer di kampus.
Setelah anggota kelompok mengadakan program singkat yang menyatakan dukungan mereka untuk Duterte dan Lorenzana, mereka pergi diam-diam.
(mdk/pan)