Jepang tunduk atas ancaman sanksi ekonomi Amerika
Harga minyak di dalam negeri Jepang diperkirakan naik lantaran impor dari Iran dikurangi.
Jepang bisa lolos dari sanksi ekonomi Amerika Serikat karena berhasil melakukan negosiasi dan berjanji mengurangi secara bertahap pembelian minyak dari Iran, seperti dilansir dari arabtimesonline.com, Kamis (22/3).
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton kemarin membeberkan 12 negara yang berpotensi mendapat sanksi ekonomi dari negara adidaya itu karena membeli minyak mentah dari Iran. Kebijakan itu diambil untuk menekan Negeri Mullah itu segera menghentikan pengembangan nuklirnya yang mengkhawatirkan Amerika dan Eropa.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Osamu Fujimura mengatakan kecenderungan pembelian minyak Iran di masa datang terus meningkat. "Tapi kami berjanji tetap berkomitmen mengurangi konsumsi minyak Iran," kata Fujimura kepada wartawan.
Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Yukio Edano mengatakan impor minyak mentah dari Iran telah menurun 40 persen selama lima tahun terakhir.
Menteri Keuangan Jepang Jun Azumi mengatakan negaranya bisa terhindar dari sanksi ekonomi Amerika sebagai keberhasilan proses negosiasi.
Amerika akan melarang seluruh transaksi lewat jaringan perbankannya jika sebuah negara diketahui membeli minyak dari Iran. Jepang dan sepuluh negara anggota Uni Eropa langsung bernegosiasi dan memutuskan menghentikan secara bertahap pembelian minyak dari Negeri Mullah itu. Embargo ini sebagai tekanan agar Iran menghentikan program nuklir mereka.
Jepang yang tidak memiliki sumber minyak selama ini menggantungkan persediaannya dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Iran. Akio Shibata, Ketua Institut Riset Sumber Daya Nasional mengatakan kebijakan ini akan memicu naiknya harga minyak dalam negeri. Hal itu juga akan membebani negara karena masih membutuhkan banyak energi untuk pembangunan pascabencana tsunami tahun lalu. "Saya belum bisa memprediksi berapa besar kenaikannya, tapi kebijakan itu pasti membawa dampak negatif bagi ekonomi Jepang," ujar Shibata.