Kisah ulama besar Sayyid Qutb dieksekusi mati Presiden Mesir
Sayyid dituduh membangkang terhadap pemerintah, padahal dia pernah mendukung militer untuk memimpin negerinya.
Sayyid Qutb merupakan salah satu ulama besar yang dikenal masyarakat Mesir. Dia adalah tokoh yang memperjuangkan Mesir untuk bebas dari pengaruh barat. Selain itu, dia juga seorang pemikir yang melahirkan banyak karya buku, baik tentang Islam, pendidikan maupun puisi. Karyanya yang paling terkenal adalah Fi Zilal al-Qur'an atau di bawah naungan Quran.
Perjalanan hidup Sayyid berakhir ketika pemerintah Mesir memutuskan untuk menjatuhkan hukuman mati. Sayyid dinyatakan terlibat dalam upaya pembunuhan terhadap kepala negara bersama sejumlah anggota Ikhwanul Muslimin lainnya.
Sayyid dilahirkan pada 9 Oktober 1906 di sebuah desa kecil bernama Musha, Mesir. Ayahnya adalah pemilik tanah sekaligus politikus di tanah kelahirannya itu, dan ibunya adalah seorang pegawai negeri.
Sejak kecil, Sayyid sudah akrab dengan kitab suci Alquran. Pikirannya sangat kritis ketika mulai beranjak dewasa, bahkan pernah mengritisi pola pengajaran agama yang diajarkan para imam dan kehidupan tradisional mereka.
Saat berusia 23 tahun, Sayyid memutuskan berangkat ke Kairo untuk menimba ilmu. Dia mengikuti pendidikan yang dikelola Inggris. Di kota ini pula dia menulis dan menerbitkan buku pertamanya berjudul Ashwak, atau yang berarti duri.
Dua tahun setelah perang dunia berakhir, Sayyid memutuskan berangkat ke Amerika Serikat dan berkuliah di Colorado State College of Education (sekarang University of Northern Colorado). Di negeri ini justru pemikiran tentang Islam semakin berkembang.
Setelah menghabiskan waktu selama dua tahun untuk belajar di negeri Paman Sam, Sayyid memutuskan kembali ke Mesir. Pengalamannya di AS membuatnya alergi terhadap kebudayaan barat. Hal itu pula yang mendorongnya bergabung bersama Ikhwanul Muslimin di awal 1950-an serta memutuskan mundur sebagai pegawai negeri.
-
Apa yang ditemukan petani di Mesir? Seorang petani di Ismailia, Mesir menemukan sebuah prasasti batu kuno berusia 2.600 tahun yang didirikan oleh Firaun Apries, yang memerintah Mesir dari tahun 589 hingga 570 SM.
-
Apa yang Meisya Siregar lakukan di Mesir? Meisya Siregar terlihat berada di Mesir, dan ia membagikan momen keberadaannya di sebuah bangunan bersejarah di negara tersebut di Instagram dengan akun Berada di Mesir Bangunan itu terlihat dari kejauhan, dan Meisya Siregar menggunakan bangunan itu sebagai latar belakang dalam fotonya.
-
Siapa yang menemani Meisya Siregar di Mesir? Kebahagiaan terpancar dari Meisya Siregar bersama Bebi Romeo. Mereka terlihat selalu harmonis dan bahagia.
-
Siapa firaun yang patungnya ditemukan di Mesir? Tim arkeolog gabungan Mesir-Amerika menemukan potongan tubuh bagian atas dari patung firaun Ramses II ketika menggali di wilayah Minya, Mesir.
-
Dimana Meisya Siregar berada di Mesir? Meisya Siregar memperkenalkan bangunan tersebut sebagai salah satu keajaiban dunia, yaitu Piramida Agung Giza.
-
Bagaimana patung banteng Mesir ditemukan? Empat belas tahun kemudian, pada 1966, patung banteng Apis dari perunggu Mesir ditemukan di halaman sekolah yang sama oleh seorang siswa yang sedang melakukan kelas olahraga di luar ruangan. Saat melompat, salah satu anak laki-laki mendarat di atas paku yang menonjol dari tanah.
Salah satu kata-katanya yang paling terkenal adalah, "Semua akan kembali pada Allah ketika mati, tapi yang berbahagia adalah orang yang dekat dengan Allah semasa hidupnya."
Pada Juli 1952, Sayyid mendukung Gerakan Perwira Bebas yang dipimpin Gamal Abdel Nasser untuk menjatuhkan raja dan menggantinya dengan sistem presidensial. Selama kudeta berlangsung, Sayyid dan Nasser sangat dekat bagai seorang sahabat.
Dalam beberapa kesempatan, Nasser kerap mengunjungi rumah Sayyid dan berdiskusi soal revolusi. Hubungan ini membuat Ikhwanul Muslimin berharap agar Nasser melahirkan pemerintahan yang Islami. Namun, hal itu ternyata tidak terjadi, sebab Nasser memilih ideologi nasionalis sekular yang sangat bertentangan dengan Ikhwanul Muslimin.
Rupanya, Nasser mempersiapkan agenda rahasia di dalamnya sebelum menduduki jabatan sebagai presiden. Hal itu disadari Sayyed dan memutuskan mundur, namun Nasser berkeras agar Sayyed tetap berada dalam satu barisan dengan menawarinya sebuah jabatan.
"Kami akan memberikan posisi apapun yang kamu inginkan di pemerintahan, apakah itu Menteri Pendidikan, Menteri Kesenian, atau lainnya," ujar Nasser saat itu.
Namun, tawaran-tawaran itu ditolaknya. Sayyed kesal karena Nasser telah mengecewakannya. Hingga suatu ketika, Mesir dikejutkan dengan berita rencana pembunuhan Nasser oleh kelompok Ikhwanul Muslimin.
Terungkapnya rencana tersebut membuat Nasser menuduh seluruh anggota Ikhwanul Muslimin terlibat. Alhasil, Sayyed diburu militer dan dijebloskan ke penjara. Tiga tahun pertama dalam penahanan, kondisinya sangat buruk serta menjalani pelbagai penyiksaan. Dan dibebaskan pada 1964.
Setelah delapan bulan menghirup udara bebas, atas perintah Perdana Menteri Irak,Abdul Salam Arif, Sayyed lagi-lagi dipenjara atas tuduhan yang sama. Selama sidang berlangsung, dia diberikan berbagai macam tuduhan hingga pengadilan memvonis hukuman mati. Dia akhirnya tewas di tiang gantungan pada 29 Agustus 1966.