Korea Utara Tutup Seluruh Akses ke Korea Selatan, Hubungan Kedua Negara Memanas
Hal ini menandai permusuhan antara kedua Korea berada pada titik tertinggi dalam beberapa tahun.
Korea Utara akan menghentikan akses jalan dan rel kereta menuju Korea Selatan mulai Rabu (9/10) sebagai bagian dari upaya untuk "memisahkan sepenuhnya" kedua negara. Militer Korea Utara menyatakan, mereka akan secara permanen menutup dan memblokir perbatasan selatan serta memperkuat daerah-daerah di sekitarnya.
Tentara Rakyat Korea (KPA) menyebut langkah ini sebagai "tindakan defensif untuk mencegah perang", yang mereka klaim sebagai respons terhadap latihan militer di Korea Selatan dan seringnya kehadiran aset nuklir dari Amerika Serikat di kawasan tersebut.
- Korea Utara Akhirnya Buka Suara Soal Kekacauan Politik Korea Selatan Setelah Darurat Militer
- Bantu Rusia, Tentara Korea Utara Akhirnya Baku Tembak dengan Prajurit Ukraina
- Korea Utara Siap Perang Suci, 1,4 Juta Anak Muda Gabung Jadi Tentara
- Presiden Korea Selatan Sebut Rezim Kim Jong Un Bisa Tumbang Kalau Gunakan Senjata Nuklir
"Situasi militer yang kritis di Semenanjung Korea mengharuskan angkatan bersenjata DPRK (Republik Rakyat Demokratik Korea/Korea Utara) untuk mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dan kuat dalam menjaga keamanan nasional," ungkap KPA dalam laporan yang diterbitkan media pemerintah KCNA, seperti dilansir BBC, Kamis (10/10).
Deklarasi ini sebagian besar bersifat simbolis bagi Korea Utara. Jalan dan rel yang menghubungkan kedua negara jarang digunakan dan telah secara bertahap dibongkar oleh pemerintah Korea Utara dalam setahun terakhir.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mengumumkan pada awal tahun 2023, dia tidak lagi berupaya untuk reunifikasi dengan Korea Selatan, yang menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya perang di Semenanjung Korea.
Amandemen Konstitusi
"Saya rasa perlu untuk merevisi beberapa poin dalam Konstitusi DPRK," kata Kim Jong-un dalam pertemuan Majelis Rakyat Tertinggi (SPA) Korea Utara pada Januari.
Menurutnya, ungkapan seperti 'bagian utara' dan 'kemerdekaan, reunifikasi damai, serta persatuan nasional yang besar' sebaiknya dihapus, serta menyarankan agar revisi konstitusi dilakukan pada sidang berikutnya.
Sidang terbaru berlangsung pekan ini dan berakhir pada Selasa. Namun, meskipun banyak pengamat berharap Pyongyang akan meratifikasi pernyataan Kim dan melakukan amandemen konstitusi terkait kebijakan unifikasi dan perbatasan, tidak ada perubahan yang diumumkan.
Pengamat dari Institut Korea untuk Unifikasi Nasional berpendapat, Korea Utara mungkin menunggu hasil pemilihan presiden AS sebelum mengambil langkah konkret.
"Para pejabat Korea Utara mungkin mempertimbangkan untuk menyesuaikan tingkat revisi konstitusi agar sejalan dengan kebijakan pemerintahan AS yang baru," kata Hong Min kepada kantor berita AFP.
Belum jelas apakah keputusan Korea Utara untuk memutus semua akses jalan dan rel kereta ke Korea Selatan merupakan hasil dari diskusi dalam sesi SPA.